Pasien COVID-19 Tidak Jujur? Ada Sanksinya Loh, Ini Aturan Hukumnya

Minggu, 26/04/2020 20:01 WIB
Ilustrasi (Katadata)

Ilustrasi (Katadata)

law-justice.co - Wabah corona atau Covid-19 hingga kini masih terus menghantui seluruh isi dunia ini. Banyak negara telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka penyebaran. Selain itu, mengisolasi para penderita corona di rumah sakit yang ditentukan pemerintah menjadi hal yang sangat diprioritaskan.

Namun bukan hanya merawat, rekam jejak si pasien juga menjadi hal yang penting untuk diketahui oleh para perangkat penanganan Covid-19.

Sayangnya masih banyak pasien yang enggan mau berbicara saat ditanya rekam jejak mereka. Selain keterangan pasien berguna untuk mengetahui kepada siapa saja ia telah melakukan kontak, hal tersebut juga berguna untuk menjadi pertimbangan dalam melakukan tindakan isolasi atau karantina suatu wilayah.

Nah, melihat situasi tersebut ternyata ada loh aturan bagi para pasien yang enggan jujur dalam memberitahu rekam jejak mereka. Mau tahu aturannya seperti apa?

Kewajiban Pasien

Perlu Anda ketahui terlebih dahulu mengenai yang dimaksud dengan pasien dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien (“Permenkes 4/2018”) adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, di rumah sakit.

Kewajiban pasien (Pasal 26 Permenkes 4/2018), yaitu:

  1. Mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit;
  2. Menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggung jawab;
  3. Menghormati hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di rumah sakit;
  4. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
  5. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya;
  6. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  7. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
  8. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.


Jika Pasien Bohong tentang Informasi Kesehatan

Mengingat pasien berkewajiban untuk memberikan informasi yang jujur dan lengkap tentang masalah kesehatannya, maka bagi pasien yang berbohong tentang informasi seputar kesehatannya dapat dikenai jerat hukum.

Sebelumnya, patut diketahui bahwa COVID-19 telah ditetapkan sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Kedaruratan kesehatan masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Wawancara yang dilakukan untuk menyeleksi orang yang patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19 dengan yang tidak, dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (PP 40/1991), dapat dikategorikan sebagai tindakan pemeriksaan yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan atau di tempat lain yang ditentukan.


Tindakan pemeriksaan tersebut termasuk sebagai salah satu upaya penanggulangan wabah penyakit menular menurut Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU 4/1984).

1. Selain itu, setiap orang berperan serta juga untuk(Pasal 22 ayat (1) PP 40/1991):

2. Memberikan informasi adanya penderita atau tersangka penderita penyakit wabah;

3. Membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah;

4. Menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah;
    Kegiatan lainnya.

Jadi, pasien yang berbohong tentang informasi kesehatannya, sehingga menghalangi penanggulangan wabah COVID-19, padahal ia patut diduga terinfeksi atau membawa COVID-19, bisa dikenai Pasal 14 ayat (1) atau (2) UU 4/1984, yang berbunyi:

Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

Dasar Hukum:


- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;

- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan;

- Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular;

- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien;

- Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

- Pasal 26 Permenkes 4/2018

- Pasal 22 ayat (1) PP 40/1991

(Bona Ricki Jeferson Siahaan\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar