H. Desmond J. Mahesa, SH.MH, Wakil Ketua Komisi III DPR RI :

Aspek Hukum Tunda Pilkada Serentak 2020 Disaat Merebak Virus Corona

Sabtu, 28/03/2020 09:25 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa di Kompleks Parlemen, Senayan. Foto: Kompas.com

Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa di Kompleks Parlemen, Senayan. Foto: Kompas.com

Jakarta, law-justice.co - 1.Latar Belakang

Pandemi virus covid-19 atau lebih dikenal dengan sebutan virus corona begitu cepat dan masif hingga mampu menelan puluhan ribu korban jiwa yang tersebar di berbagai negara, termasuk diantaranya  Indonesia. Sejauh ini kita belum bisa memastikan sampai kapan  virus korona akan mengakhiri petualangannya di negara kita.

Yang jelas serangan virus ini telah memporak porandakan hampir seluruh sendi kehidupan di dunia, khususnya bagi negara-negara yang terkena dampaknya. Dampak yang ditimbulkan tidak saja terkait dengan keselamatan dan kesehatan jasmani tiap penduduknya, virus asal  Wuhan China ini juga telah mampu melumpuhkan segala aktifitas lainnya seperti aspek sosial, ekonomi, budaya, olahraga  serta bidang bidang lainnya.

Dari aspek kesehatan dampak tersebarnya virus corona telah menyebabkan terjadinya public health emergency of internasional atau kedaruratan kesehatan yang meresahkan dunia. Sehingga tidak berkelebihan kalau pada akhirnya Presiden Joko Widodo  menyatakan bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia sebagai bencana nasional (non-alam) yang perlu kerjasama semua pihak untuk menanganinya.

Status bencana telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13.A Tahun 2020 tentang Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona Di Indonesia. Pada  tanggal 29 Februari 2020, telah ditetapkan perpanjangan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat Covid-19 di Indonesia. Adapun waktu keadaan darurat itu ditetapkan selama 91 (Sembilan puluh satu) hari terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020.

Pada hal sebagaimana kita ketahui bersama, pada waktu waktu tersebut Indonesia akan menggelar hajatan demokrasi yaitu penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilkada tahun 2020) yang diselenggarakan di 270 daerah Pemilihan, meliputi 9  Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota yang tersebar di 32  Provinsi, 309 Kabupaten/Kota, 4.238 Kecamatan, 46.740  Desa/Kelurahan, dan 150.691 Tempat Pemungutan Suara (TPS), serta melibatkan kurang lebih 105.396.460  pemilih berdasarkan jumlah Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4).

Penyelenggaraan Pilkada 2020 tersebut akan  dilaksanakan berdasarkan beberapa tahapan/kegiatan yang melibatkan banyak orang, mulai dari kegiatan penyerahan dokumen dukungan bakal calon perseorangan, verifikasi administrasi dan verifikasi faktual dukungan, pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara di TPS, dan rekapitulasi hasil perolehan suara, serta penetapan hasil Pemilihan dan penetapan calon terpilih hasil Pilkada.

Dengan mempertimbangkan potensi penyebaran Covid-19 yang dapat mengenai semua orang, setiap waktu dan tempat yang tidak dapat ditentukan, sehingga potensial menjadi gangguan dalam penyelenggaraan Pilkada tahun 2020 nantinya. Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat persoalan mendasar berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada tahun 2020. Disatu sisi  pillkada 2020 harus tetap berjalan sesuai rencana tapi disisi lain Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mencegah penyebaran virus corona agar tidak semakin merajalela. Lalu bagaimanakah sebaiknya ?. 

2. Seputar Penundaan Pilkada

Sehubungan dengan merebaknya virus corona banyak pihak yang mengharapkan agar Pilkada serentak 2020 ditunda saja. Harapan itu antara lain di sampaikan oleh  Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera. Hal tersebut dikarenakan adanya sebuah kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya Pilkada terkait mewabahnya virus Korona jenis baru atau COVID-19 di Indonesia.

“Tahun ini adalah tahun yang berat buat Indonesia dan dunia, karena kita sedang berjuang menghadapi bencana non alam, pandemi COVID-19. Saya mengusulkan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tunda hingga wabah ini reda,” ujar Mardani kepada wartawan, Sabtu (21/3).

Harapan serupa juga disampaikan oleh Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.  Dalam keterangan tertulisnya sebagaiman dikutip Indopolitika.com 17/3/2020, ia mengatakan, bencana Covid-19 telah menimbulkan kekhawatiran serius di tengah masyarakat Indonesia. Karena itu ia mengharapkan agar Pilkada 2020 ditunda.

“Kami mendorong KPU perlu untuk segera meninjau pelaksanaan tahapan Pilkada 2020. Ada 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada pada 23 September 2020 nanti. Beberapa daerah bahkan sangat dekat dengan DKI Jakarta yang menjadi titik krusial penyebaran wabah Covid-19. Seperti Kota Depok dan Tangerang Selatan,” katanya.

Harapan senada juga disampaikan oleh akademisi Universitas Lampung yang juga mantan anggota KPU Provinsi Lampung Handi Mulyaningsih. sebagaimana dikutip kupastuntas.co. Handi Mulyaningsih atau yang akrab disapa Handi ini berharap pelaksanaan pilkada serentak ditunda penyelenggarannya, mengingat tahapan yang dilakukan KPU berpotensi untuk mengudang dang mengumpulkan orang banyak.

Handi mengatakan, meskipun hari H pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diselenggarakan pada 23 September mendatang. Tetapi, apabila tahapan persiapan masih membutuhkan rapat Koordinasi (Rakot) Rapat Pimpinan (rapim), dan Bimbimbang Teknis (Bimtek) yang konvensional dengan metode tatap muka.  Berkumpul penyelenggara dalam jumlah banyak maka beresiko mempercepat penularan virus."Kecuali, rakor, rapim, bimtek dilakukan on line. Bila hal ini bisa dilakukan maka tidak ada masalah," ungkapnya melalui pesan Whatshap, Sabtu (21/03/2020), sebagaimana dikutip kupastuntas.co.

Penundaan pemilu pada dasarnya dimungkinkan dan ini sudah pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2015 yang lalu.Ketika itu KPU memutuskan untuk menunda pelaksaanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di 5 (Lima) wilayah di Indonesia. Penundaan itu merupakan buntut dari keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang mengabulkan gugatan dari pasangan calon (paslon) kepala daerah di lima wilayah terkait keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon dalam Pilkada 2015.

Dikutip dari laman resmi KPU, www.kpu.go.id, kelima daerah yang pilkadanya ditunda antara lain Kota Pemantang Siantar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Kalimantan Tengah, Kota Manado, dan Kabupaten Fakfak.

Jadi penundaan tahapan Pilkada saat itu terjadi karena pasangan calon yang maju dalam Pilkada minimal harus dua pasangan calon. Belum diatur bagaimana jika Pilkada hanya diikuti oleh satu pasang calon saja. Beberapa KPU Kabupaten/Kota saat itu menghentikan tahapan, sambil menunggu keputusan lebih lanjut. Salah satunya adanya judicial review di Mahkamah Konstitusi, di mana saat itu akhirnya calon tunggal dalam Pilkada tetap bisa dilaksanakan. Akhirnya KPU Kabupaten/Kota dengan calon tunggal pun melanjutkan tahapan Pilkada yang sempat tertunda.

Penundaan pemilu lokal sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi di mancanegara. Di Inggris misalnya, pemilihan umum lokal bahkan harus ditunda selama satu tahun hingga Mei 2021 mendatang, menyusul penyebaran wabah COVID-19. Dikutip dari BBC, Jumat (13/03) kemarin, Downing Street mengumumkan kebijakan itu dengan mengatakan bahwa akan tidak ada gunanya menggelar pemlihan umum sesuai jadwal bersamaan dengan puncak penyebaran COVID-19.

Perlu diketahui, pemilu lokal rencananya akan memilih anggota dewan di 118 wilayah, anggota majelis dan wali kota di tujuh wilayah di Inggris. Selain itu, pemilu lokal juga akan memilih Wali Kota London dan Komisioner Polisi di Inggris dan Wales.Pengumuman penundaan ini muncul setelah Komisi Pemilihan sebelumnya sempat merekomendasikan pemilu ditunda hingga musim gugur saja untuk mengurangi dampak COVID-19. Namun, pemilu lokal di sana tetap akan ditunda hingga tahun depan.

Selain ditunda, akses pengunjung ke parlemen akan dibatasi mulai hari ini, Senin (16/03). Sementara anggota parlemen dilarang untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Ketua Majelis Umum Inggris, Lindsay Hoyle mengatakan bahwa langkah-langkah yang proporsional dan masuk akal, setidaknya akan meringankan beban parlemen selama wabah COVID-19 masih berlangsung.

Beda lagi dengan Prancis, yang tetap menggelar pemilu untuk wali kota dan anggota dewan tingkat kota di tengah merebaknya wabah COVID-19, Minggu (15/03). Para pemilih Prancis didesak untuk memberikan suaranya pada putaran pertama pemilihan kota, beberapa jam setelah semua toko dan layanan yang tidak penting ditutup secara nasional.

Dikutip dari The Guardian, Minggu (15/03), Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe mengumumkan negaranya memasuki tahap ketiga dari respons darurat terhadap COVID-19 dan memerintahkan penguncian (lockdown) sebagian, termasuk penutupan kafe, bar, restoran, hingga bioskop.

Di tempat pemungutan suara, para pemilih disarankan untuk menjaga “jarak sosial” sejauh satu meter, lalu harus membawa pena sendiri, dan mencuci tangan atau menyemprotkan cairan disinfektan sebelum menandai kertas suara. Prioritas diberikan kepada pemilih usia lanjut dan pemilih “rentan”.

Pada tengah hari, partisipasi pemilih mencapai 18,38 persen, lima poin persentase lebih rendah dari pada titik yang sama selama pemilihan kota terakhir pada 2014 lalu. Anthony Wimbush, Direktur Perusahaan Inggris yang berbasis di Paris, mengatakan tempat pemungutan suara lokal di timur Paris sepi.“Semua orang menjaga jarak satu meter dan jika Anda lupa membawa pena, seperti saya, mereka menawarkan pena yang sudah didisinfeksi. Saya melihat beberapa orang mengenakan sarung tangan tetapi tidak melihat orang mengenakan masker,” kata Anthony.

Terkait dengan harapan untuk penundaan Pilkada 2020, sebagai bentuk dan/atau upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Indonesia, faktanya menyisakan beberapa permasalahan berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilihan itu sendiri. Pemasalahan itu diantaranya terkait dengan pemahaman tentang :Siapa sebenarnya penyelenggara dan yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan Pemilihan?.

Apa yang menjadi ukuran, standard, dan/atau syarat untuk dapat dilakukan penundaan Pemilihan ?.Bagaimana mekanisme dilakukannya penundaan Pemilihan, Pemilihan Lanjutan dan/atau Pemilihan Susulan?; Siapa yang berwenang melakukan penundaan Pemilihan, Pemilihan Lanjutan dan/atau Pemilihan Susulan?. Selanjutnya Kapan tahapan pemungutan suara diselengkarakan pasca dilakukannya penundaan Pemilihan, Pemilihan Lanjutan dan/atau Pemilihan Susulan.

Yang menarik juga untuk dipertanyakan adalah sejauh mana KPU merespons perkembangan terkini mengenai derasnya harapan agar Pilkada 2020 ditunda ditengah merebaknya virus corona dan bagaimana pemerintah meresponsnya.

2.1.      Penyelenggara dan Penanggungjawab Pilkada

Berdasarkan Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945  (“UUD 1945”), pemilihan umum (Pemilu) diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Penyelenggara pemilihan umum itu adalah Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Khusus untuk daerah, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menentukan bahwa gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Berdasarkan rumusan konstitusi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menyelenggarakan pemilu, termasuk menentukan tahapan-tahapannya adalah Komisi Pemilihan Umum (“KPU”).

KPU bertugas mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pemilu adalah KPU. Dalam hal pemilihan kepala daerah, KPU berwenang mengoordinasi dan memantau tahapan pemilihan.Sedangkan tahapan-tahapannya ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (“KPUD”) untuk provinsi, kabupaten atau kota.

Dengan demikian berbicara mengenai siapa sebenarnya penyelenggara Pemilu maka sejalan dengan  ketentuan Pasal 1 angka 7 UU 8/2015  tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (selanjutnya disebut UU Pemilihan), KPU adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum/pilkada sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Selanjutnya Pasal 8 ayat (1) UU 1/2015 mengatur bahwa Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh KPU Provinsi sedangkan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UU 8/2015

Atas dasar pengaturan tersebut, selanjutnya Pasal 10A UU 8/2015 menegaskan bahwa KPU memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Pemilihan oleh KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, dan petugas pemutakhiran data Pemilih.

Dengan demikian menjadi jelas kiranya bahwa selain sebagai penyelenggara, KPU adalah penanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemilihan, penyelenggara Pemilihan (Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota).

2.2.      Aspek Hukum  Penundaan Pilkada

Penundaan Pemilihan mengacu pada pengaturan terkait Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan sebagaimana diatur dalam Pasal 122 UU 8/2015 yang menyebutkan bahwa “Pemilihan lanjutan dan Pemilihan susulan dilaksanakan setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan diterbitkan”. Oleh karena itu, maka syarat dilakukannya penundaan terdapat dalam syarat-syarat sebagaimana Pasal 120 dan Pasal 121 UU 1/2015 yang mengatur terkait Pemilihan lanjutan maupun Pemilihan susulan.

Yang dimaksud dengan “pemilu lanjutan” adalah Pemilu untuk melanjutkan tahapan yang terhenti dan/atau tahapan yang belum dilaksanakan. Pelaksanaan pemilu lanjutan dimulai dari tahapan penyelenggaraan pemilu yang terhenti

Adapun syarat-syarat dilakukannya penundaan untuk pemilihan lanjutan adalah : sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat dilaksanakan.

Dengan demikian, titik berat terkait syarat penetapan Pemilihan lanjutan tidak hanya pada kondisi-kondisi tertentu, namun juga pada dampak atau akibat dari kondisi tersebut, yakni terhadap kondisi yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat dilaksanakan.

Adapun kondisi-kondisi tertentu yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan Pemilihan lanjutan salah satunya adalah akibat terjadinya gangguan lainnya pada sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan.

Atas dasar kondisi tersebut, maka Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona Di Indonesia sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13.A Tahun 2020 dapat dimasukkan ke dalam kategori gangguan lainnya sebagaimana disebut dalam pengaturan Pasal 120 UU 1/2015.

Sementara itu pihak yang berwenang menetapkan Pemilihan Lanjutan atas dasar pengaturan sebagaimana Pasal 122 UU 8/2015, adalah:

  • Menteri atas usul KPU Provinsi dalam hal pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah kabupaten/kota atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih;
  • Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah Kecamatan atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih.

Namun demikian, mengingat kondisi yang telah terjadi saat ini dengan ditetapkannya status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia, maka jika dilihat berdasarkan syarat dilakukannya Pemilihan lanjutan, hal tersebut tidak hanya terjadi pada wilayah Pemilihan tertentu saja, namun pada seluruh wilayah di Indonesia.

Oleh karena itu, pihak yang berwenang menetapkan Pemilihan lanjutan sebagai dampak terjadinya bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia dalam hal ini tidak lagi sebatas berada pada Menteri ataupun Gubernur, melainkan ada pada Presiden sebagai pemberi mandat, atas usul KPU. Oleh karenanya, penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan yang dilakukan sebelum Pemilihan lanjutan dimaksud, dalam hal ini adalah dilakukan oleh KPU sebagai Penyelenggara Pemilihan sekaligus sebagai pemegang tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemilihan, karena sekali lagi, menyangkut seluruh wilayah Pemilihan yang akan dilaksanakan pada tahun 2020.

Sedangkan untuk Pemilihan susulan, penundaan dapat dilakukan dalam hal: di suatu wilayah Pemilihan terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan.

Sementara itu penundaan Pemilihan dilakukan melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 122 UU 8/2015 sebagai berikut:

1).        Penundaan diawali dengan diterbitkannya penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan.

2).        Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan dilakukan oleh:

  1. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa desa atau sebutan lain/kelurahan;
  2. KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa kecamatan; atau
  3. KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota dalam hal penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi 1 (satu) atau beberapa kabupaten/kota;

Terkait dengan Pelaksanaan Pemungutan Suara Pasca Penundaan Pemilihan, dengan  mengingat waktu pelaksanaan Pemilihan ditetapkan dalam Pasal 201 ayat (6) UU 10/2016 pada bulan September tahun 2020, maka dalam hal terjadinya penundaan yang mengakibatkan waktu pelaksanaan Pemilihan sebagaimana dimaksud tidak terlaksana, diperlukan suatu aturan hukum yang dapat mengubah ketentuan waktu dimaksud. Sebab, sepanjang ketentuan Pasal 201 ayat (6) UU 10/2016 masih ada, seluruh pihak terikat untuk tetap melaksanakan Pemilihan pada bulan September tahun 2020.

Oleh karena itu, penundaan Pemilihan sebaiknya menggunakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (selanjutnya disebut Perppu) atas konsekuensi dari hal ikhwal kegentingan yang memaksa sebagai dampak terjadinya bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia.

Jadi  pelaksanaan pemungutan suara pasca ditetapkannya penundaan Pemilihan dimaksud bisa diatur dalam Perppu bahwa Pemilihan dapat dilaksanakan kembali hingga status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia telah dicabut, dan pemungutan suara dapat dilaksanakan di luar waktu sebagaimana ditetapkan dalam UU. Seyogyanya dalam Perppu tersebut, ditegaskan pula bahwa yang menetapkan pelaksanaan penundaan Pemilihan adalah KPU. 

3. Keputusan KPU

Dalam rangka mengantisipasi memburuknya penyebaran virus corona di Indonesia pada akhirnya KPU memutuskan untuk menunda sebagian daripada tahapan pilkada. Penundaan itu dilakukan melalui keputusan KPU nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang penundaan tahapan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tahun 2020 dalam upaya pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19).

Keputusan KPU yang ditetapkan tanggal 21 Maret 2020 oleh Ketua KPU Arief Budiman itu  menetapkan bahwa sejumlah tahapan Pilkada akan ditunda, yaitu :Pertama, pelantikan panitia pemungutan suara (PPS). Kedua, verifikasi syarat dukungan calon perseorangan dan pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP). Ketiga, pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih.

Penundaan tiga tahapan tersebut belum ditentukan sampai kapan karena melihat perkembangan penyebaran virus corona termasuk penundaan untuk hari pemungutan suaranya. Meskipun tiga tahapan ditunda tetapi jadwal masa pendaftaran pasangan calon pada 28-30 April tidak ditunda. Jadwal pemungutan dan penghitungan suara 23 September mendatang pun belum diputuskan untuk ditunda.

Dengan adanya penundaan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan itu maka nantinya bisa dilakukan Pemilihan lanjutan jika sudah memungkinkan. Pemilihan lanjutan bisa dilakukan dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilihan yang terhenti.

Selain menunda tiga tahapan pilkada, sebaiknya KPU menyiapkan skenario lainnya. Yaitu skenario jika Pilkada 2020 tak bisa dilakukan pada  23 September mendatang, dan kalaupun tetap sesuai jadwal, maka harus dimatangkan. Disisi  lain meskipun penundaan itu sah secara secara undang undang namun  Peraturan KPU (PKPU) harus direvisi sehingga diperlukan  uji publik dan rapat dengar pendapat dengan DPR untuk mengubah PKPU.

KPU juga perlu melakukan simulasi skenario pelaksanaan jika ada perubahan tahapan. Harus benar-benar dicermati mana saja faktor yang akan memengaruhi, (termasuk) bagaimana upaya KPU mengantisipasinya. Ada baiknya juga untuk disiapkan kemungkinan KPU menunda seluruh tahapan Pilkada 2020. Tak menutup kemungkinan untuk dipertimbangkan  jadwal pesta demokrasi diundur hingga tahun depan agar lebih aman. Karena penundaan beberapa tahapan akan membuat pekerjaan KPU menjadi menumpuk. Beban  kerjanya semakin berat, sehingga berpotensi membuat pelaksanaan tahapan tidak maksimal.

Selanjutnya dikarenakan undang-undang yang ada saat ini tertera pengaturan bahwa hari pemungutan pilkada adalah pada 23 September 2020, maka untuk menunda waktu pemungutan suara dibutuhkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu), jika memang hari pemungutan suara mau diubah. Karena jika saat ini KPU  sudah menunda tiga tahapan,sepertinya penundaan ini akan berimplikasi juga pada hari pemungutan.

Merespons kebutuhan adanya Perpu ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan kesiapannya apabila Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta pemerintah membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Namun Mahfud mengatakan sebenarnya penundaan ini tak selalu harus dilakukan melalui perppu. Karena keadaan saat ini cukup mendesak, proses penundaan itu bisa dilakukan hanya melalui proses legislasi biasa.Meski demikian, dia tetap akan menerima apapun keputusan KPU jika memang pilkada harus ditunda hingga waktu yang belum ditentukan."Tapi kalau nanti terpaksa perppu yang biasanya mendesak kita tunggu perkembangannya dari KPU," katanya sebagaimana dikutip cnn.indonesia.com

Dia mengatakan pemerintah tak mau mencampuri apapun keputusan KPU. Sebab secara struktural KPU adalah Lembaga Independen. Menurutnya, apapun keputusan KPU tak mesti diskusi terlebih dahulu dengan pemerintah."Pemerintah tentu menunggu saja. Kita tidak mempersiapkan skenario apapun tapi mempersiapkan hanya skenario kalau diminta akan segera dibahas," katanya.

Apapun itu kita tentunya mengharapkan hasil terbaik dari pelaksanaan pilkada serentak pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.  Ditengah merebaknya virus corona, sudah tepat kalau KPU menunda pelaksanaannya karena kesehatan dan keselamatan warga negara akibat virus corona jauh lebih penting daripada menggelar pilkada disaat bencana melanda.

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar