Kasus Pendeta Hanny Layantara, Polisi Temukan 3 Motivasi Pencabulan

Jum'at, 13/03/2020 10:09 WIB
Pendeta diduga cabuli jemaat di Surabaya. ©2020 Merdeka.com/Erwin Yohanes

Pendeta diduga cabuli jemaat di Surabaya. ©2020 Merdeka.com/Erwin Yohanes

Jakarta, law-justice.co - Penyidik Polda Jatim telah menemukan motivasi Hanny Layantara melakukan perbuatan cabul. Setidaknya ada tiga alasan pemuka agama 57 tahun itu mencabuli jemaatnya yang masih di bawah umur.

Direskrimum Polda Jatim Kombespol Pitra Andreas Ratulangie mengungkapkan, penyidik mendapat data tersebut dari psikiater yang telah memeriksa Hanny. Menurut dia, pelaku melakukan perbuatan cabul secara sadar. Tersangka Hanny sadar telah mencabuli anak yang masih berusia 12 tahun.

’’Kami hanya perlu mengetahui latar belakang pelaku. Perbuatan itu efek kisah suram masa lalu atau memang fantasi,’’ katanya.

Nah, alasan itulah yang perlu diperiksakan ke psikolog. Rencananya, pekan ini tim berniat memanggil psikolog.

’’Kami sudah mengirimkan surat untuk meminta pemeriksaan. Itu memang sangat perlu bagi penyidik,’’ ujarnya.

Namun, setidaknya tim mendapatkan tiga alasan Hanny mencabuli korban yang masih berusia 12 tahun. Pertama, kedekatan. Tersangka, versi data dari psikiater, mengaku berhubungan dekat dengan korban.

Itulah yang lantas dimanfaatkan pelaku. Kemudian, pelaku menyebut, meski masih berusia 12 tahun, fisik korban sudah seperti orang dewasa. Alasan ketiga, suka sama suka.

’’Bagi kami, ini hanya alibi. Bagi kami, itu tidak benar, tapi pelaku mengakuinya. Itu sah-sah saja,’’ tegasnya.

Meski begitu, Pitra tidak sepakat dengan alasan suka sama suka. Sebab, jika demikian, korban tidak akan pernah melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Jika mereka saling menyukai, lanjut dia, seharusnya aib itu disembunyikan dan korban tidak bakal melapor.

’’Itu hanya alasan. Sesuai dengan kata Kapolda saat rilis, pelaku selalu melakukannya dengan ancaman. Apalagi, usianya masih 12 tahun saat itu,’’ jelasnya.

Sementara itu, Kasubdit IV Ditreskrimum Renakta Polda Jatim AKBP Lintar Mahardhono menyatakan bahwa laporan tersebut merupakan dorongan dan tekad korban.

Apalagi, korban memperoleh dukungan dari orang-orang terdekat untuk melapor. Korban terpaksa melapor karena memang telah lama menyimpan emosi tersebut.

’’Itu trauma. Pasti bertahun-tahun,’’ ungkapnya.

Lintar menambahkan, saat mengetahui pendeta yang ditunjuk orang tuanya untuk menikahkan adalah pelaku, korban kaget dan langsung menolak. Namun, ayah korban belum mengetahui kejadian yang sebenarnya. Keluarga korban dengan pelaku memang sangat dekat.

Karena itulah, korban khawatir pengakuannya tidak dipercaya ayahnya. Namun, sang ayah akhirnya percaya dengan kejadian yang menimpa anaknya.

’’Bagi saya, wajar melaporkan. Tersangka juga mengakuinya. Namun, ada beberapa yang ditolak,’’ terangnya.

Lintar mencontohkan, versi korban, setelah melakukan perbuatan cabul tersebut, tersangka selalu mengajak berdoa. Namun, keterangan itu dibantah pelaku. Penyidik bakal mencari bukti tambahan. Bukan hanya itu. Korban juga mengaku cukup sering dicabuli dalam kurun waktu 2005–2009. Dalam sepekan, dia dicabuli 1–5 kali.

’’Keterangan itu tak sama dengan pelaku sehingga perlu dibuktikan. Korban tak mampu menghitung berapa kali perbuatan cabul itu dilakukan kepadanya,’’ jelas perwira dengan dua melati di pundak tersebut.

Pada bagian lain, penasihat hukum Hanny, Jeffry Nicolas Simatupang dan Hotma Sitompul, menganggap penyidik harus mampu membuktikan seluruh pernyataan di media. Apalagi, pencabulan itu sudah sangat lama terjadi. Karena itulah, harus ada pembuktian yang pas.

’’Kami jelas kecewa soal pernyataan itu. Versi korban paling banyak dicari. Kami tak ingin berbicara banyak. Kami hanya ingin kebenaran di pembuktian sidang,’’ tegas Jeffry.

Tim pengacara, lanjut Jeffry, masih intens memantau perkembangan penyidikan. Dia menganggap keterangan mengenai adanya korban lain itu sangat berlebihan. Sebab, versinya, tidak ada korban lain.

’’Kami kecewa. Belum ada laporan, tapi sudah bisa menduga adanya korban lain. Masyarakat makin resah dengan pernyataan-pernyataan seperti itu,’’ katanya.

Sebagaimana diberitakan, salah seorang pemuka agama ditangkap karena dilaporkan telah mencabuli seorang anak. Pencabulan itu terungkap ketika korban hendak menikah. Namun, yang menikahkan adalah pemuka agama tersebut. Korban pun memberontak dan akhirnya melapor ke polisi.

Temuan Penyidik

Versi Psikiater

- Hubungan antara pelaku dan korban sangat dekat
- Dilakukan secara sadar dan dalam keadaan sehat
- Korban masih anak, tapi berpostur dewasa
- Tersangka mengatakan suka sama suka

Versi Korban

- Pelaku mengajak berdoa setelah mencabuli
- Pencabulan cukup sering. 1–5 kali dalam seminggu
- Adanya ancaman jika menolak

Versi Tersangka dan Penasihat Hukum

- Membenarkan adanya pencabulan, tapi tidak sebanyak pengakuan korban
- Menolak pengakuan tentang doa setap kali setelah mencabuli korban

Sumber: Ditreskrimum Polda Jatim dan wawancara (Jawapos.com).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar