Umat Islam Dibantai di India, Natalius Pigai: Dimana Jokowi?

Sabtu, 29/02/2020 05:30 WIB
Penulis : Natalius Pigai - Kritikus dan Aktivis ( foto; bataraonline.com)

Penulis : Natalius Pigai - Kritikus dan Aktivis ( foto; bataraonline.com)

Jakarta, law-justice.co - Bentrokan antara Umat Hindu dan Islam terjadi di India beberapa waktu lalu. Akibatnya sejumlah korban pun berjatuhan, baik korban jiwa maupun korban materi.

Namun, pemerintah Indonesia sepertinya tidak menjadikan peristiwa yang bisa dibilang pembantaian itu untuk mengambil sikap. Salah satu yang heran dengan sikap Presiden Joko Widodo adalah Aktivis pembela kemanusiaan, Natalius Pigai.

"Hari ini umat Islam di India dibantai, di mana Ir. Joko Widodo?" kata Pigai dalam siaran persnya kepada law-justice.co, Sabtu (28/2/2020)

Pigai lantas menceritakan sebuah kisah dari Bung Karno saat hubungan India-Pakistan memanas usai insiden di Kashmir. Saat itu, Pakistan menganeksasi sepertiga wilayah Kashmir dengan bantuan suku Pashtun.

"India balas dengan mengirim pasukan ke Gurdaspur untuk merebut kembali Kashmir," kata Pigai.

Pigai mengatakan pertempuran antar jet tempur kedua negara terjadi. Dua jet tempur MiG-21 Bison India tertembak jatuh dan 1 F-16 Pakistan juga berhasil ditembak oleh India.

"Soekarno kemudian memerintahkan satuan kapal selam Korps Hiu Kencana TNI AL untuk segera berlayar menuju Karachi Pakistan. Mendengar itu, Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India yang pertama) kaget dengan sikap Soekarno, sahabatnya," kata mantan Komisioner Komnas HAM itu.

Dia menuturkan Nehru baik sama Soekarno hingga memberi tanah 5 hektar gratis di Canakyapuri, New Delhi, untuk Kantor Kedubes Indonesia. Nehru kemudian menelepon Soekarno dan bertanya "kenapa Anda bantu Pakistan?"

"Jawab Soekarno, saya bantu karena solidaritas bangsa muslim," cerita Pigai.

Kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum dengan mengatasnamakan agama terjadi di India. Data hingga Kamis, 27 Februari 2020, tercatat setidaknya ada 27 muslim India yang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.

Kekerasan berdarah di India ini dipicu adanya Undang-Undang Kewarganegaraan India yang hanya memberi status kewarganegaraan bagi imigran yang menerima persekusi di negaranya dengan syarat beragama Hindu, Kristen, dan agama minoritas lainnya selain muslim.

Regulasi ini disahkan pemerintahan Perdana Menteri India, Narendra Modi yang beraliran sayap kanan. Partai pengusungnya, Bhratiya Janata (BJP) dituduh bersikap diskriminatif terhadap umat Muslim di India.

Sejauh ini, dari pemerintah RI, dalam hal ini Menteri Agama Fachrul Razi sudah mengeluarkan pernyataan. Fachrul prihatin dan mengecam keras peristiwa kekerasan atas nama agama yang terjadi di India. Dia mengimbau agar umat beragama di India tidak merusak nilai kemanusiaan atas nama agama.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar