Kinerja Buruk, Pengamat: 3 Menteri, Termasuk Sri Mulyani Layak Diganti

Rabu, 26/02/2020 14:34 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (The Jakarta Post)

Menteri Keuangan Sri Mulyani (The Jakarta Post)

Jakarta, law-justice.co - Isu rhesuffle atau perombakan Kabinet Indonesi maju makin kencang beberapa waktu terakhir. Sejumlah nama yang digadang akan dicopot pun bermunculan. Kinerja buruk adalah alasan utamnya.

Pengamat Politik yang juga sebagai Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya`roni mengatakan, bila memang Presiden Jokowi melakukan reshuffle maka menteri yang diganti ada beberapa orang, diantaranya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.

“Kinerja Menkeu Sri Mulyani buruk. Buktinya, pada kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 4,97 persen. Selain itu, APBN 2019 defisit Rp 353 triliun, penerimaan Pajak 2019 meleset Rp245,5 triliun. Pada Januari 2020, menambah utang Rp90 triliun lewat lelang SUN. Pada Januari 2020, defisit anggaran mencapai Rp 36,1 triliun. Pada Februari 2020, berencana mengenakan cukai untuk plastik kresek, emisi motor-mobil, dan minuman berpemanis,” kata Sya’roni.

Dia juga menyebut kinerja Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto perlu disorot, karena walaupun bisa atasi virus corona tapi kemelut BPJS Kesehatan masih berlarut-larut. Jika tidak ada solusi dari Terawan maka program kesehatan rakyat bisa terancam.

Menteri yang layak diganti lainnya yaitu Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki. Karena hingga kini belum ada gebrakan mengangkat koperasi dan UMKM sebagai soko guru perekonomian nasional.

"Untuk Menkes dan Menkop sebaiknya diangkat figur profesional yang sudah berpengalaman memimpin organisasi besar yang terkait dengan bidang tersebut. Untuk posisi Menkop dan UKM, Sandiaga Uno layak dipertimbangkan. Sandi memiliki konsep memajukan UMKM dan sudah teruji di dunia usaha," ujar Sya`roni.

Sementara untuk Menkeu, sambung Sya`roni, Presiden Jokowi bisa mengangkat Rizal Ramli, tokoh yang sudah teruji dan memiliki solusi jitu untuk membawa ekonomi Indonesia melesat tinggi sebagaimana yang pernah dijanjikan Presiden Jokowi.

Selain itu Menteri Agama, Fachrul Razi juga perlu diganti karena kerap membuat gaduh dan tidak ada terobosan mengangkat potensi maupun dalam memberdayakan umat. Padahal Indonesia memiliki keunggulan sebagai umat Islam terbesar di dunia, Seharusnya, bisa menjadi pusat politik dan ekonomi negara-negara Islam di dunia. Namun upaya ke sana tidak ada.

Sementara Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia (WAIN), Sulthan Muhammad Yus mengatakan, isu resufle kabinet kerja Jokowi sebagai bentuk peringatan bagi pengisi kursi menteri.

“Jika memang ada yang tidak bisa bekerja untuk apa dipertahankan? Bukankah soal kursi menteri sepenuhnya hak preogratif presiden? Jadi kalau dianggap tidak becus bekerja ya diganti saja. Kecuali jika Pak Presiden harus mempertimbangkan banyak aspek politis. Itu sudah lain lagi logikanya,” paparnya.

Sulthan enggan menilai Menteri apa saja yang layak diganti jika Jokowi melakukan reshuffle. Alasannya, belum fair untuk menilai dalam waktu 4 bulan. Saat didesak apakah Menag, Menkeu, dan Menteri Pendidikan layak diganti, Sulthan menuturkan, semua telah bekerja, sama seperti menteri-menteri yang lain. Setelah setahun baru keliatan mana Menteri yang bekerja atau tidak karena terlihat dari anggarannya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak pernah bicara terkait perombakan atau reshuffle Kabinet Indonesia Maju.

"Reshuffle saya tidak dengar dan tidak ingin dengar, untuk apa? Sejauh yang saya tahu, Presiden tidak pernah bicara reshuffle, tidak pernah memberikan isyarat-isyarat reshuffle," kata Mahfud, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin.

Menurut dia, di sidang kabinet Presiden Jokowi biasa-biasa saja dan tak ada pernyataan terkait reshuffle kabinet. (harianterbit)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar