RUU Omnibus Law Disebut Rocky Gerung untuk Manjakan Investor

Rocky Gerung: Tujuan Omnibus Law Kata Staf Jokowi, Manjakan Investor

Selasa, 25/02/2020 15:24 WIB
Aktivis Senior, Rocky Gerung (Foto: Tribun)

Aktivis Senior, Rocky Gerung (Foto: Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) yang digagas oleh pemerintah terus menuai kritikan.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai draf RUU yang dibuat oleh Presiden Jokowi itu sangat memanjakan investor. Hal ini lantaran konsep Omnibus Law sendiri sejak awal memang dibuat untuk mengundang sebanyak-banyaknya investasi di Indonesia.

Rocky mengungkapkan Omnibus Law memang akan memberi masukan bagi Indonesia, tetapi masukan yang dia maksud adalah menekan kesejahteraan kaum buruh dan merusak lingkungan.

"Kalau saya bikin sinopsis dari tiap RUU ini isinya cuma dua hal. Isinya adalah manjakan investor, manjakan investasi. Konsekuensi cuman dua, itu tekan uang buruh dan rusak lingkungan, selesai," kata Rocky dalam forum diskusi bertajuk "RUU Omnibus law Cipta untuk Siapa?" di DPP PKS, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2020).

Rocky mengungkapkan latar belakang ia berkata begitu karena pernah mendengar salah satu staf ahli Presiden Jokowi keceplosan menyebut Omnibus Law dibuat untuk memanjakan investor. Dia pun menarik kesimpulan, bahwa dari sekian banyak argumentasi di Istana yang berbeda-beda, agaknya Omnibus Law ini menjadi sesuatu hal yang ditutup-tutupi.

"Keceplosan saya kira Dini, stafsus penasihat hukum. Si Dini mengatakan, "Memang omnibus law itu dimaksudkan untuk memanjakan investor," saya membayangkan apa yang terjadi di Istana itu ketidakruntutan argumentasi," ungkap pria alumni jurusan Filsafat Universitas Indonesia ini.

Omnibus Law memang sebuah gagasan yang mengundang polemik karena kekosongan argumentasi yang rasional, demikian keluh Rocky mengungkapkan beberapa situasi belakangan ini soal Omnibus Law. Rocky pun tak ragu menyebut segala polemik yang mencuat akhir-akhir ini sebagai bentuk ledakan amarah publik yang tertahan.

"Saya menganggap bahwa ini momentum untuk mengaktifkan ulang kemarahan publik yang selama ini tertunda akibat berbagai macam isu sampingan," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin Ba"abud menyatakan, bahwa kegaduhan soal Omnibus Law ini tak lepas karena proses kemunculannya yang mendadak. Tak pernah sebelumnya tertuang dalam visi-misi kabinet Indonesia Maju.

Belum lagi, kata dia, jika dilihat isi RUU Cipta Kerja memang berisi ketentuan-ketentuan yang merugikan masyarakat, khususnya kalangan buruh.

"Omnibus Law ini proyek tiba-tiba, tanpa perencanaan. Padahal, untuk sampai tujuan negara atau UU itu yakni SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional) maupun RPJPN, harus ada perencanaan," kata Said. (Teropongsenayan)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar