Negara Akan Talangi Jiwasraya dengan Suntikan Dana 15 Triliun?

Selasa, 25/02/2020 14:17 WIB
Asuransi Jiwasraya (Okezone)

Asuransi Jiwasraya (Okezone)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan tiga alternatif penyelesaian dana nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dalam skema yang belum diputuskan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut, ada rencana Penyertaan Modal Negara (PNM) Rp 15 triliun untuk membayar polis nasabah dan menyelamatkan Jiwasraya.

Dalam dokumen yang disampaikan Kementerian BUMN di depan DPR, seperti dikutip CNBC Indonesia Senin (24/2/2020) ada 3 skema besar penyelamatan polis dan Jiwasraya :

Opsi A: Bail In, dukungan dari pemilik saham Jiwasraya. Pertimbangannya, dapat dilakukan pembayaran penuh maupun sebagian. Namun ada risiko hukum (gugatan) jika dibayar sebagian.

Opsi B: Bail Out, dukungan dana dari pemerintah. Pertimbangannya, opsi bail out dapat dilakukan kepada Jiwasraya karena belum ada peraturan terkait baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun KSSK.

Opsi C: Likuidasi, pembubaran perusahaan. Pertimbangannya, harus dilakukan melalui OJK. Namun opsi ini memiliki dampak sosial dan politik yang signifikan.

Dari tiga opsi tersebut, Kementerian BUMN lebih memilih Opsi A dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial dan politik.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah merumuskan tiga alternatif pembayaran hutang klaim yang akan dimulai pada 2020. Tiga alternatif tersebut, yaitu:

Alaternatif 1, perlakuan yang sama terhadap seluruh tipe produk. Pertimbangannya, aspek legal bahwa pembayaran polis tidak bisa dibedakan sehingga pembayaran dilakukan dengan cicilan yang sama.

Untuk produk tradisional, seluruh polis akan dibayarkan 5% di 2020. Sisanya, akan dicicil hinggga 2024. Cara yang sama juga akan dilakukan untuk produk JS Saving Plan.

Jumlah pembayaran pada 2020, untuk produk tradisional sebesar Rp 20 miliar. Sementara Saving Plan Rp 617 miliar.

Jadi total kebutuhan dana untuk pembayaran polis pada 2020 senilai Rp 637 miliar. Sisanya Rp 15,91 triliun, akan dicicil dari 2021 hingga 2024.

Nah, Kementerian BUMN punya skenario untuk membuat perusahaan baru di bawah perusahaan holding asuransi PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) yang namanya PT Nusantara Life, yang akan menjadi perusahaan yang akan menyediakan dana untuk pembayaran polis tersebut.

Untuk memenuhi equity gap di Nusantara Life, maka akan dilakukan sejumlah upaya pengalihan aset senilai Rp 12,3 triliun. Penerbitan Premisory Note oleh BPUI senilai Rp 9 triliun, total Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 15 triliun. Terdiri dari PMN Cash Rp 6 triliun-Rp 8 triliun dan PNM Non Cash Rp 7 triliun-Rp 9 triliun.

Alaternatif 2, prioritas pada polis tradisional dengan mempertimbangkan aspek sosial. Pertimbangannya, berdasarkan nilai tunai sehingga pembayaran awal dilakukan senilai Rp 100 juta untuk seluruh pemegang polis dan sisanya dicicil.

Untuk produk tradisional, seluruh polis akan dibayarkan Rp 100 juta di 2020. Sisanya, akan dicicil hingga 2024. Cara yang sama juga akan dilakukan untuk produk JS Saving Plan.

Jumlah pembayaran pada 2020, untuk produk tradisional sebesar Rp 138 miliar. Sementara Saving Plan Rp 1,7 triliun.

Jadi total kebutuhan dana untuk pembayaran polis pada 2020 senilai Rp 1,85 triliun. Sisanya Rp 14,9 triliun, akan dicicil dari 2021 hingga 2024.

Untuk memenuhi equity gap di Nusantara Life, maka akan dilakukan sejumlah upaya pengalihan aset senilai Rp 12 triliun. Penerbitan Promissory Notes oleh BPUI senilai Rp 9 triliun, total Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 15 triliun, PMN Cash Rp 6 triliun-Rp 8 triliun dan PMN Non Cash Rp 7 triliun-Rp 10 triliun.

Alaternatif 3, melakukan pembatasan pertanggungan nilai tunai (benchmark LPS). Pertimbangannya, berdasarkan benchmark LPS sehingga pembayaran pembayaran bisa dilaksanakan dengan adanya capping sampai Rp 2 miliar.

Untuk produk tradisional, polis kurang dari Rp 2 miliar pada 2020 dibayar 5% sisanya dicicil. Hal yang sama juga berlaku untuk produk Saving Plan.

Jumlah pembayaran pada 2020, untuk produk tradisional sebesar Rp 19 miliar. Sementara Saving Plan Rp 652 miliar.

Jadi total kebutuhan dana untuk pembayaran polis pada 2020 senilai Rp 671 miliar. Sisanya Rp 12,74 triliun, akan dicicil dari 2021 hingga 2024.

Untuk memenuhi equity gap di Nusantara Life, maka akan dilakukan sejumlah upaya pengalihan aset senilai Rp 14,8 triliun. Penerbitan Premisory Note oleh BPUI senilai Rp 9 triliun, total Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 12,7 triliun, PMN Cash Rp 5 triliun-Rp 7 triliun dan PNM Non Cash Rp 7 triliun-Rp 9 triliun.

CNBC Indonesia mengkonfirmasi hal ini kepada anggota DPR Komisi XI Misbhakun, ia hanya mengatakan menunggu penjelasan lebih lanjut dari pemerintah.

"Soal skema PMN biar pemerintah menjelaskan kepada DPR dulu. Sampai saat ini penjelasan skemanya belum sampai ke DPR," kata Misbhakun di Jakarta, Senin (24/2/2020).

"Saya belum tahu dan tidak bisa memastikan soal jadwal waktu. Yang pasti kalau makin ditunda maka kewajiban jatuh temponya makin membengkak," menjawab pertanyaan CNBC Indonesia terkait waktu pelaksanaan pembayaran.

CNBC Indonesia juga mencoba mengkonfirmasi hal tersebut kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata. Isa juga belum bisa memberikan penjelasan terkait skema dan altenatif penyelesaian tersebut.

"KBUMN sedang menyiapkan rencana penanganan masalah Jiwasraya secara komprehensif. Kita tunggu saja mereka menyampaikannya ke publik," kata Isa kepada CNBC Indonesia.

CNBC Indonesia juga mencoba menghubungi Kementerian BUMN melelaui Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada respons dari Kementerian BUMN.

Sumber CNBC Indonesia menyebutkan, pada intinya pemerintah ingin sekali bisa membayar nasabah yang telah jatuh tempo namun untuk para peserta asuransi tradisional. "Maksudnya tradisional ini benar-benar tidak ada investasi ke lainnya. Murni membeli asuransi untuk jaminan kesehatan dan jiwa," kata sumber CNBC Indonesia. (cnbcindonesia)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar