Meski Telah Klarifikasi, Kepala BPIP Tetap Bisa Dijerat Dua Pasal Ini!

Minggu, 16/02/2020 07:56 WIB
Presiden Joko Widodo menyalami Kepala BPIP Yudian Wahyudi usai dilantik(KOMPAS.com/RAKHMAT NUR HAKIM)

Presiden Joko Widodo menyalami Kepala BPIP Yudian Wahyudi usai dilantik(KOMPAS.com/RAKHMAT NUR HAKIM)

Jakarta, law-justice.co - Meski telah mengklarifikasi, tak membuat Prof Yudian Wahyudi bebas dari ancaman penjara. Selain delik penistaan agama, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu bisa dijerat delik ujaran kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA karena menyebut agama musuh terbesar Pancasila.

"Pernyataan klarifikasi dan/atau penjelasan atas pernyataan sebelumnya, kedudukannya tidak dapat dinilai sebagai bentuk lepas tanggung jawab. Dikarenakan yang bersangkutan adalah orang yang cakap hukum atau subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban kecuali anak kecil atau orang yang lepas akal pikirannya," kata praktisi hukum Chandra Purna Irawan melalui pesan elektornik.

Kemudian, kata ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, sebagai seorang guru besar, Yudian pasti sadar akan makna dan maksud pernyataan itu (opzet als oogmerk).

Selain itu, Yudian diduga sadar wartawan, sadar kamera dan sadar akan dipublikasikan oleh media akan pernyataannya tersebut (opzet met zekerheidsbewustzijn).

"Pernyataan pertama mengandung penegasan dan lebih dapat dipercaya karena memuat ungkapan kata "sejujurnya...." Sehingga dapat dipahami pernyataan awallah yang dikuatkan ketimbang pernyataan klarifikasi yang menyusul kemudian," ungkap Chandra.

Sekjen LBH Pelita Umat itu menerangkan bahwa apabila pernyataan klarifikasi dapat menghilangkan tanggungjawab hukum, alangkah "indahnya" hukum yang berlaku di Indonesia.

Dengan begitu, apabila ada rakyat yang mengkritik kebijakan dan pernyataan Pemerintah, kemudian diproses hukum dengan tuduhan ujaran kebencian dan perbuatan melawan penguasa, cukup dengan klarifikasi maka selesai dan terlepas dari proses hukum.

"Oleh karenanya untuk menjamin kepastian dan kedudukan yang sama dimuka hukum, dugaan delik penodaan agama dan penyebaran kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA ini wajib diproses secara hukum. Selanjutnya, biarlah hakim yang mengadili dan mengambil keputusan yang seadil-adilnya," demikian kata Chandra Purna Irawan.

Delik penodaan agama diatur Pasal 156(a) KUHP. Dalam pasal ini disebutkan pelaku bisa dipidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Selain delik penodaan agama, menurut Chandra, Kepala BPIP Yudian Wahyudi juga dapat dijerat delik ujaran kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA sebagaimana Pasal 28 ayat (2) UU ITE dengan ancamana pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. (katta.id).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar