Tabrak Kapal Nelayan RI, China Langgar Hukum Internasional

Jum'at, 10/01/2020 17:30 WIB
Menurut Pak Kail (55 tagun) salah seorang nelayan di Muara Angke mengatakan bahwa Anies Baswedan telah membohongi ia dan nelayan tradisional yang ada di pesisir jakarta, karena Anies pernah berjanji tidak akan meneruskan reklamasi. Robinsar Nainggolan

Menurut Pak Kail (55 tagun) salah seorang nelayan di Muara Angke mengatakan bahwa Anies Baswedan telah membohongi ia dan nelayan tradisional yang ada di pesisir jakarta, karena Anies pernah berjanji tidak akan meneruskan reklamasi. Robinsar Nainggolan

law-justice.co - Klaim China atas Perairan Natuna Utara yang dianggap masuk dalam wilayah 9 garis putus–putus (nine dash line) semakin menjadi–jadi.

Selain mengiringi kapal nelayan menangkap ikan, cross guard China juga mengancam akan menabrak kapal RI yang menangkap ikan di sana bila berpapasan.

Menanggapi hal itu, Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengganggap China telah melanggar hukum internasional bila penabrakan kapal benar–benar terjadi.

Setidaknya, ada 2 hukum internasional yang dilanggar. Pertama, International Regulations for Preventing Collisions at Sea (COLREGS) 1972 tentang Peraturan Internasional untuk Mencegah Tabrakan di Laut.

Kedua, International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974 tentang Konvensi Internasional untuk Keselamatan Kehidupan di Laut.

"Kalau berdasarkan hukum internasional yang ada sekarang, apa yang dilakukan oleh cost guardnya china melanggar hukum internasional. Kalau dia menabrak atau melakukan tindakan–tindakan yang merugikan nelayan kita, itu melanggar. Itu jelas," kata Dani di Jakarta, Kamis (9/1/2020).

Dani menuturkan, boleh–boleh saja kapal asing melintas di perairan Natuna Utara, mengingat Natuna merupakan wilayah yang padat lalu lalang kapal.

Perairan Natuna yang boleh dilintasi ini juga tertuang dalam hukum internasional United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982. Namun, hanya Indonesia memiliki hak eksklusif untuk memanfaatkan hasil laut.

"Jadi selama mereka melintasi daerah itu, itu sih enggak ada masalah. Tapi kalau cost guard itu mengiringi kapal penangkap ikannya menangkap, dan menabrak, itu yang masalah. Itu yang melanggar hukum internasional," jelas Dani.

Bila kapal Indonesia benar ditabrak, Dani menyarankan pemerintah untuk mengusut tuntas hal tersebut. Pemerintah punyak hak kuat untuk mengadukan kepada PBB.

"Pemerintah bisa mengadukan Tiongkok atas pelanggaran itu," pungkasnya.

Sebagai informasi, sejumlah kapal penangkap ikan milik China memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau. Kapal asing itu terlihat masuk pertama kali pada 19 Desember 2019.

Kapal–kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing. Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.

Makin berani, kapal–kapal itu mengancam akan menabrak kapal asal RI saat berpapasan dengan cross guard China. Akibatnya, banyak nelayan yang tidak berani melaut.

(Hidayat G\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar