Haris Azhar Bongkar Modus `Maling` Aset di Kejaksaan Agung

Sabtu, 30/11/2019 10:55 WIB
Kantor Kejaksaan Agung. (Foto: Kejaksaanagung.go.id)

Kantor Kejaksaan Agung. (Foto: Kejaksaanagung.go.id)

law-justice.co - Direktur Eksekutif Kantor Hukum Lokataru Haris Azhar membeberkan lima modus oknum jaksa dalam “memainkan” aset-aset negara hasil sitaan atas suatu tindak pidana di Kejaksaan. Ia mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin mengevalusi kinerja Pusat Pemulihan Aset (PPA).

Haris menilai, penanganan pemulihan aset (Asset Recovery) selama lima tahun era kepemimpinan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengalami banyak penurunan. Kinerja PPA dianggap tidak optimal karena pendapatan negara dari hasil pemulihan aset tergolong rendah dan minimnya akses publik untuk mengetahui data penanganan aset di kejaksaan.

“Kami menemukan masalah tentang penanganan pemulihan aset di Kejaksaan Agung. Pertama, kurangnya pemahaman terkait proses penanganan aset. Kedua, banyaknya aset-aset terpidana yang disalah gunakan oleh Jaksa sebagai eksekutor putusan,” kata Haris, dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis (28/11/2019).

Haris mengatakan, setidaknya ada lima modus jaksa-jaksa nakal dalam memainkan aset terpidana yang sudah divonis oleh pengadilan.

Pertama, pasca putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum, para oknum Jaksa Penuntut Umum tidak melaporkan daftar barang maupun nominal barang rampasan dan sita eksekusi kepada institusi yang berwenang untuk mengurus kekayaan negara seperti Bank Indonesia maupun Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Kedua, aset-aset yang dikuasai oleh Kejaksaan dijual secara diam-diam kepada pihak ketiga tanpa proses-proses sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang penanganan aset.

Ketiga, aset Terpidana yang dirampas oleh Penuntut Umum melebihi aset yang di rampas dan disita berdasarkan putusan.

Keempat, pemalsuan dokumen-dokumen yang dilakukan oleh oknum Penuntut Umum guna kepentingan pengalihan kepemilikan aset yang berupa tanah kepada pihak ketiga.

Kelima, penggunaan pihak ketiga sebagai pihak yang seolah-olah akan mengurus, melunasi, atau membayar uang pengganti atas nama Terpidana.

“Lima modus di atas sering digunakan oleh oknum jaksa untuk menguasai aset terpidana demi kepentingan pribadi,” kata Haris.

Sebagai contoh, terang Haris, modus-modus tersebut dapat dilihat dalam proses penanganan aset terhadap terpidana Lee Darmawan oleh Kejaksaan. Dimana terdapat indikasi keterlibatan oknum Kejaksaan dalam menjual aset Lee Darmawan kepada pengembang secara tidak transparan dan melawan hukum.

“Kejaksaan juga terganjal banyak masalah terkait pengurusan aset berupa tanah milik terpidana Hendra Rahardja. Salah satunya yang di Kragilan, Banten,” ucap Haris.

Haris mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin memberi perhatian khusus pada proses pemulihan aset di Korps Adhyaksa. Kinerja PPA bisa dioptimalkan dengan penguatan dalam bentuk pengawasan serta penyusunan dasar hukum yang holistik.

“Keterlibatan publik dengan cara penyediaan informasi yang memadai terkait penanganan aset juga wajib dilakukan,” tegas Haris.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar