Terus Mangkir Panggilan KPK, Cak Imin: Sibuk Sampai Desember

Rabu, 27/11/2019 10:20 WIB
Presiden Jokowi dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Monitor)

Presiden Jokowi dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Monitor)

Jakarta, law-justice.co - Pemanggilan ulang terhadap Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin belum dianggedakan kembali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyebut, Wakil Ketua DPR itu telah mengirim surat ke KPK tak bisa hadir karena alasan sibuk, mengingat padatnya jadwal kegiatan Dewan hingga akhir Desember 2019.

"Nanti akan dipanggil lagi. Surat yang terakhir disampaikan itu yang bersangkutan mengirimkan daftar kegiatan sebagai pimpinan DPR dan daftar kegiatan itu full sampai tanggal 23 Desember (2019)," kata Febri di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019) seperti melansir teropongsenayan.com.

Febri mengatakan, KPK pun tengah mempelajari surat tersebut untuk mempertimbangkan pemanggilan terhadap Cak Imin.

Namun, Febri memastikan pemanggilan terhadap saksi akan disesuaikan dengan kebutuhan penyidik.

"Kita pelajari karena semua anggota DPR kalau dipanggil pasti ada kegiatan setiap hari. Yang terpenting bagi KPK itu pemanggilan dan penjadwalan itu tergantung kebutuhan penyidikan," sebutnya.

Pemanggilan Cak Imin dibutuhkan sebagai saksi terkait kasus dugaan suap proyek Kementerian PUPR.

Cak Imin pernah dipanggil KPK pada Selasa (9/11) namun saat itu tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.

Kasus dugaan suap proyek Kementerian PUPR ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2016.

KPK saat itu menangkap Damayanti Wisnu Putranti, yang masih menjadi anggota DPR dari Fraksi PDIP.

Damayanti diduga menerima suap terkait pengerjaan proyek jalan yang ditangani Kementerian PUPR. KPK pun terus mengembangkan kasus ini.

Total sudah ada 12 orang yang terlibat, termasuk yang teranyar pengusaha Hong Arta John Alfred.

Hong Arta merupakan Direktur dan Komisaris PT SR (PT Sharleen Raya JECO Group).

Dia diduga memberi suap kepada eks Kepala Balai Pelaksana Jalan dan Jembatan Nasional (BPJJN) Wilayah IX Amran Mustary dan Damayanti.

KPK menduga Hong Arta memberi suap Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar kepada Amran.

Dia juga diduga memberi suap serta Rp 1 miliar kepada Damayanti. Suap kepada Amran dan Damayanti itu diduga diberikan secara bertahap pada 2015.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar