Kongres KOI Rusuh, Akhir Jabatan Erick Thohir Tercoreng

Kamis, 10/10/2019 13:01 WIB
Pengusaha Erick Thohir (oufc.co.uk)

Pengusaha Erick Thohir (oufc.co.uk)

Jakarta, law-justice.co - Akhir masa jabatan Erick Thohir sebagai Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) tercoreng dengan kericuhan.

Kongres KOI 2019 yang seharusnya pesta Erick mengakhiri jabatannya berlangsung rusuh di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (9/10/2019). Kericuhan yang dipicu dualisme induk organisasi cabang olahraga ini menjadi pembuka pahit bagi pemilihan Ketua Umum KOI masa bakti 2019 – 2023 yang sudah pasti jatuh kepada Raja Sapta Oktohari karena menjadi calon tunggal.

Melansir dari SuaraKarya.id, suasana tegang dan panas yang sudah terasa sebelum dimulainya kongres akhirnya meledak. Kericuhan terjadi di depan pintu masuk usai agenda pembukaan kongres.

Perwakilan dari Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) yang terdiri dari tiga kubu merasa berhak untuk menjadi peserta kongres. Namun panitia hanya mengundang Pengurus Besar (PB) PTMSI pimpinan Ketua Umum Lukman Edy.  

Kehadiran perwakilan dari Lukman Edy di acara poembukaan mendapat protes dari perwakilan PB PTMSI pimpinan Ketua Umum Peter Layardilay dan juga Pengurus Pusat (PP) PTMSI pimpinan Ketua Umum Oegroseno. Perwakilan dari PB PTMSI kepemimpinan Peter Layardilay berdebat dengan petugas saat memaksa masuk ruangan kongres. Namun, pihak keamanan KOI melarang mereka untuk masuk dan menyebut tidak ada mandat bagi PB PTMSI.

Meskipun sudah memperlihatkan surat yang disebut mandat bagi PB PTMSI untuk masuk, tapi pihak keamanan tetap tak mengizinkan. Bahkan PB PTMSI ngotot mengaku sudah mendapatkan izin mengikuti kongres dari Ketua Umum KOI Erick Thohir.

"Kami mau masuk tapi ini tidak diberi izin. Kami ini punya mandat, jadi bohong kalau kami tidak diundang. Kami tidak mungkin tidak berdasar. Kami yang resmi, Pak Tono [Ketua KONI 2011-2019] yang lantik kami. Kami menuntut kebenaran," ujar Humas PB PTMSI Juhara.

Dalam empat tahun belakangan induk organisasi cabang olahraga tenis meja terpecah menjadi tiga. Ketiganya adalah PTMSI milik Oegroseno, Lukman Eddy, dan Tahir di periode 2018-2022. Tahir memilih mundur yang kemudian digantikan Peter Layardilay.

"Sejak awal kami ikuti aturan. Disuruh turun kami turun, tadi sempat bertemu Bapak Erick Thohir dan katanya nanti disampaikan, [agar] bisa masuk. Nah, sekarang? Tidak boleh masuk ternyata," ucap Komisi Pertandingan dan Perwasitan PB PTMSI, Mansur Lakoro.

Ditemui terpisah, Erick mengakui sempat bertemu dengan perwakilan PB PTMSI. Namun, KOI memutuskan untuk tidak memberikan akses masuk bagi ketiga pengurus federasi tenis meja supaya kongres berjalan adil.

"Saya memang ketemu mereka tetapi saya bilang tidak ada yang masuk [kongres]. Sekarang jika satu cabang terpecah menjadi tiga kepengurusan yang salah siapa? Cabornya dong. Jadi jika KOI mengambil kebijakan, kalau selama pecah tak boleh ada yang masuk, boleh dong?" ucap Erick.

"Kalau mereka tak puas lapor ke BAKI [Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia]. Nanti, BAKI yang memutuskan siapa yang sah. Kalau tak puas juga ke internasional, ada yang namanya CAS," ucap Erick menambahkan.

Perwakilan dari ketiga kepengurusan PTMSI ini datang  dalam kongres yang dihadiri seluruh anggota KOI ini. Namun yang diundang oleh KOI sebenarnya hanya satu kepengurusan saja yakni PB. PTMSI pimpinan Lukman Eddy. Sementara PB PTMSI pimpinan Peter Layardi, dan  PP PTMSI pimpinan Komjen Pol (Purn), Oegroseno, SH, MH, tidak diundang. Karena merasa sebagai Ketua Umum PB PTMSI yang syah, Peter Layardi bersuara kencang dalam kongres yang dihadiri juga oleh mantan Ketua KOI, Erick Thohir ini. Padahal, Peter Layardi tidak diundang. Peter Layardi lakukan protes keras.

Dia lakukan interupsi, untuk menyampaikan pendapatnya tentang keabsahannya sebagai anggota resmi KONI. Peter, ternyata tidak sendirian. Ia membawa serta sejumlah pendukungnya berbadan kekar  mondar-mandir seputar arena membuat suasana agak kacau bagi peserta kongres siang itu. Melihat suasana itu, penyelenggara tidak tinggal diam. Pihak kepolisian dipanggil untuk menjaga kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Beberapa wartawan yang meliput kongres tersebut sebagian menyayangkan mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi dalam kongres yang seharusnya bersih dari kekacauan yang tidak perlu ini.

Peter Layardi , usai peristiwa itu, kepada wartawan  mengatakan dirinyalah Ketua Umum PB PTMSI yang syah, bukan Lukman Eddy.  Lukman Eddy disebutkan sudah mengundurkan diri. Dia sudah resmi menyerahkan ke Pak Taher, dan semua itu, sebutnya,  sudah selesai. Atas interupsi itu Lukman Eddy mundur, lalu Peter Layardi, atas izin Ketua Umum KOI, Erick Thohir, memperbolehkan Peter Layardi untuk masuk dalam ruang kongres. Namun  pihak keamanan tetap melarangnya untuk masuk dalam kongres.

Kisruh Karena KOI

Semua kekisruhan ini menurut sejumlah wartawan senior menyebutkan berawal dari kesalahan KOI. Kesalahan itu ialah dari tiga kepengurusan PTMSI, hanya PP PTMSI pimpinan Komjen Pol (Purn) Oegroseno yang resmi diakui oleh KOI. Sedang PB PTMSI tidak diakui KOI, tetapi hanya diakui oleh KONI saja. Justru anehnya, meskipun PP PTMSI diakui oleh  KOI, akan tetapi anggota resmi KOI ini justru tidak diundang dalam kongres yang sangat penting itu.

Alasan PP PTMSI tidak diundang karena  KOI, seperti dijelaskan oleh Plt Sekjen KOI, Hellen, bahwa masih terjadi dualisme dalam tubuh PTMSI. Lebih aneh lagi karena ternyata dalam daftar hadir seluruh anggota KOI dari semua cabor, tidak ada nama cabor tenis meja (PTMSI). Akan tetapi ada surat undangan tertulis ditujukan ke Lukman Eddy sebagai Ketua PB PTMSI. Diharapkan untuk ke depannya hal seperti ini tidak boleh lagi.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar