Larangan Pemabuk dan Pezina Maju Pilkada 2020 Ditolak Parpol

Kamis, 03/10/2019 11:00 WIB
KPU Palembang

KPU Palembang

Jakarta, law-justice.co - Beberapa partai politik (parpol) menolak aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal larangan terpidana kasus kesusilaan, termasuk perzinaan, mencalonkan diri pada Pilkada 2020.

Penolakan pertama datang dari Ketua Bidang Pemenangan PBB Sukmo Harsono. Sukmo berpendapat pasal ini karet atau tak ada aturan yang jelas.

"Saya minta ini disempurnakan, atau bilamana perlu di-delete terkait dengan mabuk dan berzina. Bagi saya penting karena kalau tidak ada petunjuk teknisnya, ini menjadi sesuatu yang sulit untuk diterapkan," kata Sukmo dalam Uji Publik PKPU Pilkada Serentak 2020 di Kantor KPU seperti melansir CNNIndonesia.com.

Sukmo menyebut tak ada aturan rinci di dalam pasal tersebut. Ia khawatir pasal itu dijadikan cara kandidat untuk mendiskualifikasi kandidat lain.

Dia mencontohkan ada seorang kandidat difoto saat memegang gelas bisa dituduh mabuk. Lalu ada kandidat yang sedang bertemu lawan jenis hanya berdua berpotensi dituduh zina.

"Jadi mabuk dan berzina menurut saya perlu penjelasan yang sangat-sangat teknis yang tidak menjebak kandidat. Apalagi kemudian kalau pasal ini berlaku juga untuk calon dari gabungan partai politik," tuturnya.

Penolakan juga datang dari Nasrullah, perwakilan Partai Nasdem. Selain soal zina, Nasrullah juga menyoroti perilaku kesusilaan yang juga dicantumkan KPU.

Menurut mantan anggota Bawaslu itu, makna kesusilaan akan berbeda-beda setiap orang. Sehingga akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Perbuatan melanggar kesusilaan ini, jadi maksud saya dihapuskan saja semuanya. Jadi cukup menyangkut tentang tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Jangan malah dibuat secara rinci akibatnya kita sendiri yang susah," kata Nasrullah.

Selain PBB dan Nasdem, keberatan ataa pasal tersebut juga datang dari perwakilan Kemenko Polhukam dan PKS. Mereka sama-sama beralasan KPU tak mencantumkan aturan jelas sehingga berpotensi menjadi pasal karet.

Pada kesempatan itu, Komisioner KPU Evi Novida Ginting mengatakan pihaknya merinci perbuatan tercela untuk menghindari salah tafsir para penegak hukum. Evi juga beralasan mereka hanya mencantumkan aturan yang sudah ada du UU Pilkada.

"Itu sebenarnya yang kita kutip, kita tidak keluar dari undang-undang, tetap. Malah kita lebih melakukan penjelasan dalam aturan kita supaya tidak ada perbedaan," ujarnya.

Sebelumnya, KPU menambahkan aturan dalam revisi Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang pencalonan kepala daerah. KPU merincikan syarat calon kepala daerah dalam pasal 4 poin j angka 1 hingga 5.

Bagian itu mengatur syarat calon kepala daerah tidak pernah melakukan perbuatan tercela, yaitu judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, zina, dan perbuatan kesusilaan lainnya.

Aturan itu diperjelas dalam Pasal 42 ayat (1) huruf h, calon kepala daerah harus membuktikan diri mereka tak melakukan hal-hal itu dengan SKCK dari polisi.

Calon gubernur dan wakil gubernur harus meminta SKCK ke Polda. Sementara calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota harus mendapat SKCK dari polres.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar