Baja China Murah, Keberlangsungan Industri Nasional Terancam

Jum'at, 06/09/2019 19:32 WIB
Industri baja (signal2forex.com)

Industri baja (signal2forex.com)

Jakarta, law-justice.co - Meski konsumsi baja di Indonesia sempat menempati peringkat pertama di Asean pada 2017, akan tetapi industri nasional tak banyak untung atas fenomena itu.

Adapun besarnya konsumsi dipicu permintaan sektor konstruksi dalam beberapa tahun belakangan.

Peningkatan permintaan sektor konstruksi tersebut diiringi juga oleh peningkatan kapasitas produksi. Sayangnya, peluang ini juga dibarengi oleh peningkatan masuknya barang impor terutama dari China dan Vietnam.

Berdasarkan data dari BPS, peningkatan ini sebenarnya terlihat dari tahun ke tahun sejak 2013, namun bertambah tinggi mulai 2017-2018. Pemicunya ditengarai karena harga barang impor adalah 30-40 persen di bawah harga domestik Indonesia.

Melansir dari Merdeka.com, Direktur Eksekutif Indonesia Zinc Aluminium Steel Industries (IZASI), Maharany Putri mengatakan, besarnya barang impor yang masuk ke Indonesia membuat industri dalam negeri terjepit. Sebab, harga yang ditawarkan oleh China lebih murah.

"Kalau barang impor ini, China dan Vietnam masuk deras, ini seperti tsunami bagi pengusaha dalam negeri. Harga produknya mungkin lebih murah tetapi non standar, ini yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah," ujarnya di Ibis Style, Jakarta, Kamis (5/9/2019).

Maharany mengatakan, harga produk China lebih murah karena banyaknya subsidi pemerintahnya serta pengalihan kode tarif barang yang berimbas kepada perbedaan bea masuk. Untuk diketahui, China memberikan subsidi 9-15 persen untuk pengusaha jika melakukan ekspor.

"Dan yang paling penting adalah karena bisa masuknya barang yang berkualitas di bawah apa yang sudah ditetapkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia) sebagai platform regulasi yang berlaku di Indonesia," jelasnya.

Sementara itu, Bendahara Umum IZASI Handaja Susanto mengatakan, situasi yang tidak menguntungkan diperburuk dengan diberlakukannya kebijakan Presiden Trump yang menambah tarif impor sebesar 25 persen untuk baja. Di mana pada saat yang sama Permendag 22/2017 tentang pelonggaran impor, diimplementasikan.

"Akibatnya tahun 2018, Indonesia menjadi tujuan terbesar di antara negara-negara ASEAN yang dibanjiri oleh produk baja RRT dan menjadikan baja berada di peringkat kedua untuk jenis barang impor yang kebanjiran setelah mesin," paparnya.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar