Dirut Krakatau Steel Ungkap Masalah yang Dihadapi Perusahaan
Produk baja dari Krakatau Steel (Media Indonesia)
Jakarta, law-justice.co - Keuangan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) belum menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan dalam beberapa tahun ini.
Meski mengalami penyusutan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, KRAS masih mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 74,82 juta di tahun 2018.Baca juga : Ini Daftar Koalisi Terbaru Prabowo-Gibran
Dalam perkembangannya, tren ini terus berlanjut di semester i 2019. Berdasarkan data Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Juni 2019 Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor besi dan baja di semester I 2019 mengalami kenaikan sebesar 4,49% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari yang semula senilai US$ 4,67 miliar pada semester I 2018 menjadi 4,88 miliar di semester I 2019.Menurut Silmy, tingginya importasi baja yang masuk ke dalam negeri disebabkan oleh maraknya praktik dumping serta penghindaraan implementasi kebijakan antidumping (circumvention) dalam bentuk penyimpangan nomenklatur klasifikasi barang (harmonized system code/HS Code).Oleh karenanya, meski Indonesia saat ini telah memiliki kebijakan antidumping yang dituangkan dalam bentuk peraturan Bea Masuk Antidumping (BMAD) terhadap impor baja, Silmy menilai bahwa pengawasan perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan HS Code.InternalSementara itu dari sisi internal, kondisi keuangan perusahaan yang belum menggembirakan juga didorong oleh utang yang terlalu besar serta investasi di bidang bisnis baja pada 10 tahun terakhir yang dinilai belum memberikan manfaat besar bagi perseroan.Untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan, Silmy mengatakan bahwa KRAS akan berupaya meningkatkan volume bisnis dna penjualan serta memperkuat produk-produk hilir melalui berbagai kerja sama yang akan dilakukan dengan mitra-mitra bisnis maupun mitra industri yang selama ini telah menjadi pelanggan KRAS.Melalui strategi di atas, Silmy optimistis kondisi keuangan KRAS dapat kembali positif pada kuartal I 2020. “Kuartal IV 2019 akan kelihatan perbaikannya,“ ujar Silmy Karim, Sabtu (31/8/2019).Catatan saja, saat ini KRAS juga tengah melakukan upaya restrukturisasi utang melalui perjanjian kredit (PK). Berdasarkan publikasi Kontan yang dimuat secara daring pada 29 Agustus 2019, upaya restrukturisasi ini terdiri atas tiga skema, yaitu pembayaran menggunakan cashflow, penjualan aset dan convertible bond.Menurut keterangan Silmy, upaya restrukturisasi utang tersebut dilakukan terhadap sebanyak US$ 2,2 miliar pinjaman yang diperoleh dari sebanyak 10 kreditur yang meliputi Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, Bank CIMB Niaga, OCBC NISP, Bank DBS Indonesia, Bank BCA, Bank Danamon, Indonesia Exim Bank, dan Standard Chartered.Sayangnya, Silmy tidak menyebutkan secara rinci kapan penandatanganan PK skema restrukturisasi akan dilakukan. “Akan segera ditandatangani,“ tutur Silmy.
Share:
Tags:
Komentar