Konflik Papua

Terkait Konflik Papua, Pemerintah Jangan Batasi Akses Internet

Selasa, 20/08/2019 15:00 WIB
Kerusuhan di Manokwari, Papua Barat Senin (19/8/2019) (Foto: Liputan6.com)

Kerusuhan di Manokwari, Papua Barat Senin (19/8/2019) (Foto: Liputan6.com)

law-justice.co - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan SAFEnet menyerukan agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tidak kembali melakukan perlambatan akses internet (throttling) dalam menyikapi konflik yang terjadi Papua. Throttling dianggap sebagai tindakan yang melanggar hak publik untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi.

“Kami menilai langkah ini tidak sesuai semangat Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi,” kata ketua AJI Indonesia Abdul Manan dalam siaran pers yang diterima redaksi, Selasa (20/8/2019).

Manan mengatakan, pihaknya memahami niat pemerintah untuk mencegah beredarnya informasi hoaks pasca penangkapan 43 mahasiswa asal Papua di Asrama Papua, Surabaya, Jawa Timur yang diwarnai dengan isu rasisme. Namun throttling juga menghambat akses masyarakat, khususnya di Papua, dalam mencari informasi yang benar.

“Pelambatan juga membuat publik kesulitan saling bertukar kabar dengan kerabat dan keluarga. Kebijakan ini juga menghambat kerja-kerja jurnalis dan pemantau HAM dalam melakukan pemantauan peristiwa di Papua,” ujar Manan.

“AJI Menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya. Kami menolak segala macam tindakan provokasi dan tindakan rasis yang bisa memicu perpecahan dan kekerasan yang bisa membahayakan kepentingan umum dan demokrasi,” tambah dia.

Hal serupa juga diserukan oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Lembaga advokasi kebebasan berekspresi itu memprotes langkah Kominfo yang melakukan praktik sensor/internet shutdown.

“Salah satu bukti yang disodorkan sebagai hoaks ternyata tidak terverifikasi dengan benar sehingga langkah pembatasan tersebut tanpa dasar yang jelas,” Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto.

Selain itu, SAFEnet menilai, tindakan tersebut malah membuat masyarakat di luar Papua tidak bisa mencari kebenaran atas peristiwa yang terjadi, termasuk mendapatkan informasi tentang keselamatan sanak saudara mereka.

"Tindakan pembatasan informasi ini harus berhenti cukup sampai hari ini. Tidak perlu dilanjutkan dan diulangi kembali di kemudian hari karena prasyarat terukur dan terkendali yang sempat diucapkan Menkopolhukam tidak bisa dipertanggungjawabkan secara transparan ke publik," tambah Kepala Divisi Akses Informasi SAFENet Unggul Sagena.

Sebelumnya, pada Senin (19/8/2019), Kominfo melakukan pelambatan akses internet di Manokwari, Jayapura, dan di sejumlah wilayah lainnya di Papua secara bertahap mulai dari pukul 13.00 WIT hingga sekitar pukul 20.30 WIT.

Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu mengatakan, pelambatan akses internet bertujuan untuk mencegah penyebaran hoaks yang dapat memicu demonstrasi lebih besar.

Kominfo mendeteksi dua hoaks yang berkaitan dengan demonstrasi di Papua dan Papua Barat, yaitu soal "foto warga Papua yang tewas dipukul aparat di Surabaya", dan "Polres Surabaya menculik dua pengantar makanan untuk mahasiswa Papua".

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar