Suap Garuda-Rolls Royce (Tulisan-2)

Jejak Jaringan Lama Dalam Skandal Garuda Terkini

Minggu, 21/07/2019 18:02 WIB
Logo Rolls-Royce (foto: Tempo)

Logo Rolls-Royce (foto: Tempo)

Jakarta, law-justice.co - Sempat mangkrak selama lebih dari dua tahun, kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat untuk PT Garuda Indonesia, kembali dikebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setidaknya dalam dua pekan terakhir KPK telah memanggil Soetikno Soedarjo, pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) yang juga pemilik sebenarnya (beneficial owner) perusahaan berbasis di Singapura Connaught International Pte. Ltd., dan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar.

Setelah diperiksa pada Rabu 10 Juli 2019, Emirsyah kembali datang ke KPK pada pekan berikutnya, Rabu 17 Juli 2019. Emirsyah dan Soetikno telah dinyatakan sebagai tersangka terkait dugaan suap yang dilakukan produsen mobil terkenal Inggris yang juga memproduksi mesin pesawat, Rolls Royce, pada 16 Januari 2017.

Seperti disampaikan Wakil Ketua KPK Laode Syarif kepada Law-justice.co penyidikan kasus ini diharapkan selesai bulan ini juga. KPK menargetkan perkara suap yang cukup lama mangkrak ini bisa segera naik ke meja hijau pada Agustus 2019. Dalam kasus ini, Emirsyah diduga menerima suap dari Rolls Royce berupa uang dan aset yang diberikan melalui perantara Soetikno. Suap tersebut diberikan terkait pengadaan pesawat dan 50 mesin pesawat Airbus A330-300 untuk Garuda pada periode 2004-2015.

“Rolls-Royce, Insya Allah (penyidikannya) minggu depan selesai,” kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman juga optimis kasus ini bakal selesai dalam waktu dekat. “Kalau sebelum ini, aku ngomong-nya ya karena KPK pemalas. Wong udah dapat data dari KPK Inggris kok, alasannya masih menterjemahkan. Enggak lah itu. Kan KPK punya anggaran, tinggal melempar ke penerjemah tersumpah, seminggu aja pasti selesai.”

 

KPK temukan aliran dana lintas negara (foto: Istimewa)

Seperti diketahui, pada Mei lalu LSM yang bergerak di bidang pemberantasan korupsi ini pernah mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK karena dianggap tak kunjung menuntaskan tiga kasus besar, termasuk korupsi Garuda. Dua perkara lainnya yakni kasus korupsi pengadaan quay container crane (QCC) di PT Pelindo II yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino serta perkara Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Keseriusan KPK menuntaskan kasus korupsi Garuda nampak dari serangkaian pemanggilan maraton sejumlah saksi dan tersangka. Pada pemanggilan Emirsyah yang terakhir Rabu (17/7), KPK mengatakan tengah fokus pada temuan terkini soal aliran dana lintas negara dan puluhan rekening bank di luar negeri yang diduga terkait perkara ini.

“Soal dugaan aliran dana, nanti minggu depan akan dikonfirmasi karena dia enggak ingat persis,” kata Luhut Pangaribuan, kuasa Hukum Emirsyah kepada awak media termasuk Law-justice.co (10/7).

Temuan tersebut diperoleh dari hasil kerjasama internasional dengan sejumlah negara. KPK seperti dijelaskan juru bicaranya Febri Diansyah, akan melakukan tracing satu per satu,” melihat mana saja aliran dana pada rekening trsebut yang terkait dengan perkara ini.”

Selesai menjalani pemeriksaan yang terakhir di KPK, Emirsyah yang menjabat Dirut Garuda selama 8 tahun ini kepada awak media termasuk Law-justice.co mengatakan dirinya perlu waktu untuk mengingat dokumen-dokumen lawas. “Jadi saya tadi dimintai konfirmasi tentang dokumen-dokumen lama. Karena sudah cukup lama, jadi saya butuh waktu untuk mengingatnya lagi,” kata Emirsyah Rabu (17/7).

Kuasa hukum Emirsyah, Luhut Pangaribuan pun mengamini keterangan klien-nya. “Dia sampaikan beberapa informasi surat menyurat yang dia tidak ingat. Oleh karena itu dia akan coba mengingat kembali dan nanti akan disampaikan pada pemeriksaan berikutnya.” Menurut Luhut dokumen-dokumen itu bertahun 2011 dan 2012.

 

Soetikno Soedarjo, tersangka suap Garuda Indonesia (foto: Merdeka)

Salah satu dokumen yang disebut Luhut adalah surat menyurat Emirsyah dengan tersangka lain Soetikno Soedarjo, Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA). “Karena memang Pak Tikno (Soetikno Soedarjo. Red) ini kan hubungannya dekat dari dulu. Sepeda-an sama-sama. Jadi banyak informasi yang berhubungan dengan pertemanan.” Itu sebabnya menurut Luhut perlu dipilah-pilah, mana yang merupakan dokumen terkait dengan perkara yang disangkakan saat ini dan mana yang bukan.

Dulu Humpuss, Kini Rolls-Royce Gandeng Orang Dalam

Modus suap Rolls-Royce di Garuda sebenarnya bukan hal baru. Praktek suap di sektor penerbangan komersial ini sudah ada bahkan sejak era 1980-an. Menurut hasil investigasi kantor penyidik kejahatan keuangan atau Serious Fraud Office (SFO) Inggris selama 4 tahun, diketahui bahwa uang suap biasanya mengalir ke para perantara yang merupakan orang-orang dekat di lingkaran kekuasaan, termasuk petinggi TNI Angkatan Udara. Suap juga kerap mengalir ke perusahaan yang dikendalikan para perantara tersebut. Tujuannya jelas, agar para perantara ini bisa memuluskan penjualan mesin produksi Rolls-Royce untuk dipakai pada pesawat-pesawat yang dipesan Garuda Indonesia.

Menurut Samudra Sukardi, eks Dirut PT Abacus, anak perusahaan Garuda, modus suap Rolls-Royce kepada Garuda bisa ditelusuri ke belakang sejak zaman Humpuss, perusahaan milik putra bungsu mendiang Persiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, masih menjadi agent Rolls-Royce. Keterlibatan sejumlah nama termasuk Soetikno Soedarjo menunjukkan pelakunya masih orang lama. Hanya saja Soetikno kini nampaknya bergerak sendiri dengan memanfaatkan orang nomor satu di Garuda.

Meski KPK mengakui belum memperoleh informasi soal sistem pengadaan mesin pesawat Garuda. Yang pasti, saat Emirsyah menjabat sebagai Direktur Utama Garuda pada kurun waktu 2004 – 2015, ada 50 pesawat Airbus yang dibeli perusahaan itu.

“Soetikno itu direktur Humpuss. Rolls-Royce itu, agennya di Indonesia kan Humpuss dari zaman dulu. Sekarang Humpuss-nya enggak ada, Soetikno masih tetap. Dia gandeng orang dalam,” kata Samudra Sukardi yang pernah menjadi calon Dirut Garuda pada 2004, kepada Law-justice.co.

 

Lingkaran suap Garuda-Rolls Royce (foto: okezone)

Samudra menjelaskan bahwa sejak lama Rolls-Royce telah melakukan suap para petinggi dari berbagai instansi, termasuk yang mereka juluki sebagai ‘Grup Istana’. Mereka adalah para perantara yang memiliki kedekatan dengan penguasa sehingga diharapkan dapat membantu mengamankan order penjualan mesin baru beserta suku cadangannya bagi pesawat-pesawat yang akan dipesan Garuda Indonesia.

Rolls-Royce akan menjanjikan ‘sesuatu’ atau komisi jika para perantara tersebut berhasil mengupayakan pembelian mesin pesawat dari mereka. “Zaman dulu sudah main begitu terus, komisinya dulu masuk ke Humpuss,” kata Samudra Sukardi.

Pada 2012 Tommy Soeharto, pendiri Humpuss, pernah dituding menerima suap dari Rolls-Royce terkait pembelian pesawat Garuda. Informasi soal suap tersebut datang dari mantan technical liaison manager Rolls-Royce untuk Indonesia, Dick Taylor. Namun kasus tersebut tak berlanjut. Elza Syarief, kuasa hukum Tommy pada kasus ini, menyangkal keterlibatan kliennya. Elza mengatakan telah mengklarifikasi seluruh tuduhan kepada badan antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office. Ia menyebut tuduhan kepada Tommy itu telah tutup buku.

"Tahun 2013 saya sudah bikin surat ke Serious Fraud di London. Saya sudah menggelar konferensi pers di sana, menyatakan isu itu tidak benar," kata Elza, seperti dilansir dari CNN.

Soetikno, sang perantara Rolls-Royce

Kini, modus suap Rolls-Royce pun tak banyak berubah. Uang pelicin dari Rolls-Royce disalurkan melalui perantara Soetikno yang kemudian dimasukkannya kembali ke rekening perusahaan miliknya, Mugi Rekso Abadi (MRA) Group. Dana tersebut lalu ditransfer ke sejumlah rekening milik Emirsyah Satar. Sayang, hingga kini pihak Rolls-Royce belum mau merespons permohonan wawancara Law-justice.co untuk mengklarifikasi masalah ini.

Soetikno tercatat sebagai beneficial owner atau pengendali dari Connaught International Pte Ltd., sebuah perusahaan konsultan penjualan pesawat dan mesin pesawat di Indonesia yang berbasis di Singapura. Connaught merupakan perusahaan perantara yang digunakan untuk memberikan suap kepada Emirsyah. Dalam aksinya, Soetikno memanfaatkan perusahaannya itu guna menampung uang suap untuk Emirsyah yang diduga menerima 1,2 juta euro dan US$180 ribu. Emirsyah juga disangkakan menerima sejumlah barang dengan total nilai hingga US$ 2 juta di Singapura dan Indonesia.

KPK sendiri masih menelusuri dugaan aliran dana lintas negara yang baru-baru ini ditemukan. Meski demikian Emirsyah lewat kuasa hukumnya, Luhut Pangaribuan, mengakui memiliki rekening bank di luar negeri. "Ada satu rekening di luar negeri, dan itu sudah diterangkan. Rekening itu ada di Singapura," ucap Luhut seperti dilansir dari Kompas.

 

Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar (foto: Deni Herdiansyah/Law-justice.co)

Tentang MRA, perusahaan ini didirikan Soetikno, putra alm Soedarjo, pemilik koran sore Sinar Harapan, bersama sejumlah putra petinggi negeri ini termasuk, Adiguna Sutowo (anak mendiang Ibnu Sutowo, dirut pertama PT Pertamina), Tommy Soeharto, Onky Soemarno yang menjabat Direktur Eksekutif Grup Humpuss juga kakak laki-laki Menteri BUMN Rini Soemarno dan Yapto Suryosumarno, tokoh ormas Pemuda Pancasila. Bersama Adiguna Sutowo, Soetikno menguasai 70% saham MRA Group.

Ayah Soetikno, Soedarjo, tercatat sebagai pemilik perusahaan publik PT Jaya Agra (JA) Wattie yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, karet, kopi dan teh. Soetikno, pria kelahiran 22 Agustus 1957 dan lulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat ini juga menjabat sebagai Presiden Komisaris PT J.A. Wattie.

MRA sendiri banyak bergerak di bisnis lifestyle, media, food and beverages, hotel serta otomotif yang khusus menyasar konsumen kelas atas. Di bidang media, misalnya, perusahaan ini banyak memegang lisensi penerbitan majalah lifestyle kelas atas sepertii FHM, Harper’s Bazaar dan Esquire. Kelompok usaha ini juga mengelola Hard Rock Café, radio Hard Rock FM, Bulgari Hotel di Bali serta memegang lisensi merek-merek mewah seperti mobil super cepat Ferrari dan brand asal Denmark Bang & Olufsen, rajanya dalam urusan audio.

Soetikno pernah menikah dengan Dian Muljadi, putri konglomerat Kartini Muljadi dan pendiri firma hukum terkemuka Kartini Muljadi & Rekan. Mereka dikaruniai tiga anak yang setelah perceraian kedua orangtuanya, mereka semua tinggal bersama Soetikno di kawasan elit Brawijaya, Kebayoran Baru.

Nama Soetikno sendiri pernah muncul dalam dokumen Offshore Leaks hasil penelusuran The International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) pada 2013 lalu. ICIJ menyebut Soetikno memiliki kaitan dengan shell company (perusahaan cangkang) Summerville Pacific Inc. Perusahaan cangkang yang didirikan pada 2003 itu terdaftar di British Virgin Islands, sebuah negara suaka pajak di kawasan Pasifik. Umumnya, perusahaan cangkang ini didirikan untuk menghindari kewajiban pajak atau sebagai penyimpanan aset hasil kegiatan ilegal di luar negeri.

Meski tak diketahui kapan persisnya Soetikno mengenal Emirsyah, Kuasa Hukum Emirsyah, Luhut Pangaribuan mengatakan, kliennya telah mengenal lama Soetikno. Keduanya bahkan kerap bersepeda bareng. Emirsyah sendiri memang tercatat sebagai salah satu anggota pembina komuntias sepeda yang diketuai aktor senior Leroy Osmani. Usai diperiksa KPK pada Maret 2018 lalu, Leroy mengaku memiliki hubungan dengan Emirsyah di dalam komunitas sepeda. "Saya sebagai ketua sepeda, Pak Emirsyah sebagai anggota pembina. Maka itu hubungannya, urusan yang lain enggak ada," ujar Leroy.

-0-

Kontribusi laporan: Januardi Husin, Nikolaus Tolen, Winna Widjaja, Teguh Vicky Andrew

(Rin Hindryati\Rin Hindryati)

Share:




Berita Terkait

Komentar