Presiden Trump Tawarkan Investasi Rp.706 Triliun ke Palestina

Senin, 24/06/2019 10:32 WIB
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas (Foto: The New Yorker)

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas (Foto: The New Yorker)

Washington, law-justice.co - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menawarkan paket investasi dan infrastruktur ke Palestina senilai US$ 50 miliar atau sekitar RP 706 triliun.

Investasi ini dimaksudkan menjadi mesin ekonomi dalam menjalankan rencana perdamaian "Timur Tengah" yang telah dinantikan, namun masih belum terjadi hingga hari ini.

Jumlah dana untuk perencanaan itu diperkirakan lebih dari dua kali lipat produk domestik bruto (PDB) Palestina dan akan mengurangi tingkat kemiskinan Palestina hingga 50%. Nilai itu juga diproyeksi bisa memangkas tingkat pengangguran Palestina maksimal menjadi hampir satu digit.

Namun, dalam proposal tidak disebutkan bagaimana proyek-proyek itu akan didanai.

"Generasi Palestina telah hidup di bawah kesulitan dan kehilangan, tetapi yang berikutnya dapat didefinisikan dengan kebebasan dan martabat," kata Gedung Putih, menyebut rencana itu sebagai "upaya internasional paling ambisius untuk rakyat Palestina hingga saat ini".

Investasi campuran publik dan swasta itu diharapkan akan mampu menciptakan setidaknya satu juta pekerjaan baru untuk Palestina. Kabar ini telah dimuat di situs resmi Gedung Putih, menjelang diadakannya konferensi Peace to Prosperity di Bahrain selama dua hari, yaitu pada Selasa dan Rabu (25 dan 26 Juni).

Proposal yang berisi rencana pendanaan selama 10 tahun itu mencakup pendanaan proyek di Tepi Barat dan Gaza senilai US$ 27,5 miliar, dan US$ 9,1 miliar untuk Mesir, US$ 7,4 miliar untuk Yordania, dan US$ 6,3 miliar untuk Lebanon. Proyek-proyek yang akan digarap termasuk di sektor perawatan kesehatan, pendidikan, listrik, air, teknologi tinggi, pariwisata, dan pertanian.

Proposal ini mensyaratkan untuk membuat program "pendanaan master/master fund" untuk mengelola keuangan dan implementasi proyek. Namun, banyak pihak menyebut master fund mirip program Marshall Plan untuk membangun kembali Eropa setelah Perang Dunia II.

Proyek ini juga termasuk membangun jaringan transportasi modern untuk menghubungkan Tepi Barat dan Gaza, termasuk membangun layanan kereta api berkecepatan tinggi.

Namun Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak tawaran AS tersebut, dikutip dari AP. Bahkan perwakilan resmi Israel pun dipastikan tidak akan hadir dalam konferensi tersebut, membuat kelangsungannya dipertanyakan.

"Rencananya tidak dapat disetujui karena itu mengakhiri perjuangan Palestina," kata Abbas. "Kami tidak akan menghadiri ini, alasannya adalah bahwa situasi ekonomi tidak boleh dibahas sebelum situasi politik, selama tidak ada (kesepakatan dalam) situasi politik, kami tidak berurusan dengan situasi ekonomi apa pun."

Penolakan itu terjadi karena Palestina menganggap AS berpihak kepada Israel. Trump dan para pejabatnya juga telah menolak untuk mendukung solusi dua negara (two-state solution) untuk mengakhiri konflik yang telah lama terjadi. Palestina melihat two-state solution sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi.

Palestina juga mengatakan AS mendukung aneksasi Israel secara sepihak atas wilayah pendudukan di Tepi Barat. Sebagaimana yang dilansir dari CNBC, seorang penasihat ekonomi untuk Abbas mengatakan proyek-proyek yang dipertimbangkan dalam proposal AS dapat diterima, tetapi hanya setelah masalah politik terselesaikan.

"Ya, kita perlu membangun infrastruktur, investasi, sektor pariwisata ... tetapi itu tidak dapat terjadi sebelum mengakhiri pendudukan Israel," kata Mohammed Mustafa, kepala Dana Investasi Palestina, kepada The Associated Press.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar