Membedah Daftar Kecurangan Capres 01, Temuan Pengacara Capres 02

Minggu, 16/06/2019 13:02 WIB
Temuan Pengacara Capres 02, Bambang Widjojanto Tentang Fakta Kecurangan Capres 02 di Sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6). Robinsar N

Temuan Pengacara Capres 02, Bambang Widjojanto Tentang Fakta Kecurangan Capres 02 di Sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6). Robinsar N

[INTRO]

Kuasa hukum Capres 02 Prabowo-Sandiaga, menyebut daftar berbagai kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) oleh Capres 01 dan tim suksesnya. Mulai dari pemberian gaji ke-13 dan kenaikan gaji PNS yang diusulkan petahana merupakan bentuk nyata dari kecurangan Pilpres 2019 yang dilakukan petahana. “Jika gaji bukanlah kebijakan jangka panjang pemerintahan tapi program jangka pendek pragmatis dari Capres Joko Widodo sebagai petahana untuk pengaruhi penerima manfaat dari penerima gaji tersebut yaitu para pemilih Pilpres dan keluarganya,” kata pengacara Capres 02, Bambang Widjojanto dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK), di Jakarta, Jumat (14/6).

Dalam soal penyalahgunaan birokrasi dan BUMN oleh Capres 01, Bambang menyebut beberapa menteri kabinet Presiden sekaligus petahana Jokowi aktif dalam mengkampanyekan Capres 01. Misalnya saja saat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang meminta ASN untuk masif menginfokan program-program petahana. Tapi anehnya menurut Bawaslu hal ini tidak melanggar aturan pemilu.

Lalu Polri membentuk tim buzzer di media sosial yang mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 01 yang terlihat dari bocoran informasi yang diungkap oleh akun twitter @Opposite6890. Bambang menyebut akun tersebut mengunggah beberapa video dengan narasi `Polisi membentuk tim buzzer 100 orang per Polres di seluruh Indonesia yang terorganisir dari Polres hingga Mabes`.

Untuk akun induk buzzer Polisi bernama `Alumni Shambar`, Bambang mengatakan beralamat di Mabes Polri. Selain itu, akun Instagram @AlumniShambar juga hanya memfollow akun Instagram milik Presiden Jokowi. Tim hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah dalam persidangan menyebut media kritis dibungkam, sementara media yang pemiliknya berafiliasi kepada kekuasaan, dijadikan media propaganda untuk kepentingan kekuasaan.

Nasrullah mengatakan, pada kenyataannya, dalam Pilpres 2019 akses kepada media tidak seimbang antara paslon 01 dengan paslon 02. "Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat paling tidak 3 bos media besar yang menjadi bagian dari tim pemenangan paslon 01, yaitu Surya Paloh yang membawahi Media Group, Hary Tanoe pemilik group MNC dan Erick Thohir pemilik Mahaka Group," kata Nasrullah.

BPN Capres 02 merasa ada diskriminasi dalam perlakuan para penegak hukum terhadap kedua paslon. Penegak hukum disebut bersikap tebang pilih dengan tegas kepada pihak Prabowo - Sandi dan tumpul ke Jokowi - Maruf Amin. "Perbedaan perlakuan penegakan hukum yang demikian di samping merusak prinsip dasar hukum yang berkeadilan tetapi juga melanggar HAM dan tindakan sewenang-wenang," ujar Bambang.

Ada beberapa bukti yang diajukan BPN dalam poin tuduhan ini. Misalnya ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpose dua jari dalam acara Partai Gerindra. Tindakan Anies dinilai melanggar UU Pemilu dan menguntungkan salah satu paslon. Namun sebelumnya terjadi kasus dua menteri Jokowi, Luhut Binsar Panjaitan dan Sri Mulyani, berpose satu jari bersama Direktur IMF. Tetapi Bawaslu memutuskan kejadian itu bukan termasuk pelanggaran pemilu. BPN menulis contoh diskriminasi lain terjadi dalam bentuk kriminalisasi kepada pendukung paslon 02 dari mulai ulama hingga artis.

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar