Hari H Pilpres 2019 (Tulisan-7)

Ketika Selebritas Politik menjadi Panglima Perang

Rabu, 17/04/2019 12:55 WIB
Anggota DPR RI, Budiman Sudjatmiko (Foto: Detik)

Anggota DPR RI, Budiman Sudjatmiko (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Ibarat pertempuran di medan perang, perseteruan dua kubu pendukung calon presiden dan wakil presiden di media sosial dipimpin oleh para penglima perang. Sebagian besar dari mereka adalah tokoh-tokoh partai politik, publik figur, dan juru bicara muda yang berafiliasi dengan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin atau Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno.

Melalui para panglima perang inilah isu-isu tertentu, terkait kepentingan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2019 dimunculkan, digelontorkan, dan kemudian didiskusikan oleh warganet. Seringkali, percakapan semacam ini menjadi perang argumen yang tidak saja terbatas di kalangan elit, hingga warga biasa yang mendukung salah satu pasangan calon. Berikut beberapa sosok panglima perang tersebut.

*Budiman Sujatmiko

Mulai dikenal publik sebagai aktifis di tahun-tahun terakhir pemerintahan Orde Baru. Ia ikut mendirikan Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan itu pula yang membuat dirinya divonis hukuman 13 tahun penjara.  Namun segera setelah kejatuhan Soeharto, pria kelahiran 10 Maret 1970 ini dibebaskan dan diberi amnesti oleh Presiden Abdurahman Wahid (Gusdur) pada 1999.

Setelah menamatkan pendidikan tinggi di Universitas Cambridge, Inggris, pada 2004 ia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI) hingga sekarang. Sebagai sosok politisi muda, ia sangat aktif di media sosial, terutama Twitter. Di sana, ia kerap terlibat diskusi dan debat soal pelbagai isu termasuk dengan lawan-lawan politik yang pemikirannya bersebrangan.

Selama masa kampanye Pilpres 2019, dia sempat berperang kicauan dengan politik muda PAN, Faldo Maldini soal people’s power.  Perseteruan ini bermula di acara Mata Najwa dan berlanjut di lini masa Twitter keduanya pada 5 Maret lalu. Dalam kesempatan itu, Budiman mengingatkan Faldo agar tidak bermain-main dengan istilah people’s power karena memiliki konsekunsi besar, yaitu memicu konflik horizontal dalam masyarakat.

*Nong Andah Darol Mahmada

Seperti Budiman, Nong Andah Darol Mahmada merupakan sosok aktifis mahasiswa 1998. Setelah tamat jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin, IAIN Jakarta, ia pernah bekerja di Institut Studi Arus Informasi (ISAI) dan Freedom Institute. Dia juga merupakan pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) dan terlibat dalam Aliansi  Kebangsaan untuk Kebebasan  Beragama dan Berkeyakinan, pada 2008.  

Keterlibatan Nong dalam dunia politik disebabkan karena sang suami, Guntur Romli,  yang bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sejak saat itu, ia aktif untuk mengampayekan partai yang dipimpin oleh Grace Natalie itu dan menyokong pasangan calon Jokowi-Maaruf Amin, terutama di media sosial.

Dalam masa kampanye Pilpres 2019 , cuitan Nong di Twitter tentang foto-foto menjelang kampanye akbar Prabowo-Sandi di Gelora Bung Karno. Dalam cuitannya ia menulis kekhawatirannya jika mantan Danjen Kopassus, Prabowo Subianto,  menjadi presiden, maka negeri ini akan beralih jauh dari kondisi saat ini.  Cuitan ini pun segera mendapat tanggapan menyerang  dari pendukung pasangan Prabowo-Sandi.  

*Tsamara Amamy Alatas

Sosok politisi muda ini mulai dikenal khalayak sejak terlibat perseteruan di media sosial  dengan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah pada pertengahan 2017. Ia sempat magang di kantor Gubenur Basuki Thajaja Purnama (Ahok) dan menjadi saksi dalam sidang uji materi persyaratan calon independent menjelang Pilkada DKI. Di luar itu, Tsamara telribat pendirian organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan, Komunitas Perempuan Politik.

Meskipun masih berstatus mahasiswa di Universitas Paramadina, ia memberanikan diri terjun ke dunia politik. Dia  memutuskan bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan menjabat sebagai ketua DPP bidang eksternal di partai itu.  Bersama beberapa politisi perempuan lainnya, ia menjadi ikon PSI, terutama untuk mengaet suara kaum muda.

Bintang PSI, Tsamara. (Foto: Robinsar Naimggolan/Law-justice.co)

Salah satu kiprah Tsamara selama kampanye Pemilu 2019 ialah saat memberikan piagam Kebohongan Award kepada beberapa politisi, termasuk Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief. Aksi ini, membuat seorang politisi partai yang sama, Taufik Hidayat, naik darah. Ia mengungah sebuah foto Tsamara di akun Twitter-nya dan menulis ingin menampar Tsamara. Alih-alih menciutkan nyali, politisi PSI malah menantang balik dengan menunggu kedatangan Taufik di kantor PSI.

*Ferdinand Hutahaean

Politisi Partai Demokrat, dia  saat ini menjabat sebagai  Kepala Divisi Advokasi dan Hukum. Ia menjadi salah satu politisi yang balik haluan dalam Piplres tahun ini. Pada 2014, Ferdinand menjadi salah satu orang yang berada di garda terdepan untuk mendukung Jokowi-Jusuf Kalla. Ia ikut dalah aksi membentangkan 1.161 spanduk dukungan kepada Jokowi.

Namun pada pemilu kali ini dia memilih untuk mengikuti arus partainya yang mendukung paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga Uno. Alasannya, ia kecewa dengan Jokowi yang dinilainya banyak melanggar janji-janji kampanye. Salah satu tindakan kontroversial Ferdinand adalah saat ia memutuskan walk out di acara rapat pimpinan nasional partai Demokrat, pada Sabtu (10/3/2019). Sontak dia ‘minggat’ saat Jokowi tengah berpidato.

Saat ini ia maju sebagai calon anggota DPR dari Partai Demokrat Dapil Jawa Barat V (Kabupaten Bogor). Ia merupakan salah satu jendral media sosial di kubu Prabowo-Sandi. Saking berpengaruhnya, akun Twitter-nya yang bernama @Ferdinand_Haean dihack seseorang pada 2 April lalu. Akun resmi yang sudah memiliki 103 ribu pengikut itu tiba-tiba saja mengunggah konten-konten pornografi. Tidak lama kemudian dia langsung mengonfirmasi bahwa akun twitter-nya dihack seseorang dan ia memastikan bahwa informasi yang diunggah adalah hoaks.

Sejak itu, dia kontan mengganti akun Twitter-nya menjadi @FerdinandHutah2, yang dalam sekejap saja sudah memiliki 19 ribu pengikut. Politisi yang lahir di Sumatera Utara, 42 tahun lalu, sangat aktif di Twitter. Dalam waktu 12 jam terakhir, ia sudah membuat 21 postingan di Twitter.

Salah satu yang paling pedas adalah postingannya tentang kegiatan umrah Jokowi yang ia sebut sebagai pencitraan. Hanya dalam waktu 4 jam, postingan tersebut sudah di retweet 86 kali dan dikomentari 65 kali oleh warganet.

Di Facerbook, Ferdinand tidak kalah populer karena memiliki 4.363 pengikut. Sama halnya dengan di Instagram, ia memiliki 98 ribu followers.

*Faldo Maldini

Faldo Maldini adalah politisi muda dari Partai Amanat Nasional. Di usianya yang baru 28 tahun, Faldo sudah menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jendral PAN. Pada pemilu kali ini, ia menjadi Caleg DPR RI dari Dapil Kabupaten Bogor.

Faldo sudah banyak dikenal sejak menjadi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI). Kemudian, ketika melanjutkan pendidikan pasca sarjana di luar negeri, ia juga diangkat sebagai Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK).

Faldo menjadi salah satu Juru Bicara BPN, menjadi sosok milenial yang diandalkan Prabowo-Sandi untuk menggaet pemilih muda. Karena itu, ia sangat aktif di semua media sosial. Akun twitter-nya yang bernama @FaldoMaldini memiliki 117 ribu pengikut. Begitu pula di Instagram, followersnya bahkan mencapai 315 ribu. Di Facebook, Faldo memiliki 14.483 followers.

Faldo berkali-kali perang argumen di twitter dengan para pendukung Jokowi. Ia pernah saling singgung dengan musisi Adie MS tentang isu poster mobil. Saat itu, Faldo menyebut Adie MS kalah beken dengan Rhoma Irama. Saat itu, sang komposer lebih memilih untuk mengalah dengan menyebut dirinya hanya seorang pengamen.

Selain itu, Faldo saling sahut menyahut dengan komika Arie Keriting tentang isu people’s power . Perdebatan itu dimulai ketika Arie Kriting menanggapi cuitan Faldo tentang makna people’s power. Sang komedian bertanya bagaimana konkretnya konsep itu bisa terwujud. Namun pertanyaan itu berujung pada perdebatan panjang dan saling balas komentar. Faldo dan Arie Kriting berbalas komentar hingga delapan kali, kemudian diakhiri dengan jawaban singkat Faldo, “Ya sudah, jangan dipaksakan.”

Faldo juga pernah bersitegang dengan Budiman Sujatmiko, lagi-lagi tentang people’s power. Perdebatan kedua poltisi lulusan Inggris beda generasi itu berlanjut dari sebuah acara diskusi ke media sosial. Budiman mengingatkan agar tidak memainkan isu itu di tengah kondisi politik yang memanas seperti saat ini. Ada konsekuensi besar atas penggunaannya, menurut Budiman.

Atas cuitan Budian, Faldo membalas, “Terima kasih nasehatnya Bang Bud. Saya bantu mention Pak @Jokowi yang juga tidak pernah berdarah dan diculik untuk demokrasi. Beliau tentu hanya amatiran yg jualan mabel ketika Abang masuk penjara.”

Kontributor berita: Teguh Vicky Andrew

(Januardi Husin\P. Hasudungan Sirait)

Share:




Berita Terkait

Komentar