Benarkah Gatot Nurmantyo `Pembuat Masalah` Helikopter AW 101?

Rabu, 06/06/2018 23:10 WIB
Helikopter Agusta Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/2). KASAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah membentuk tim investigasi untuk meneliti proses perencanaan, pengadaan, dan menelisik pengiriman helikopter tersebut. ANTARA FOTO/POOL/Widodo

Helikopter Agusta Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/2). KASAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah membentuk tim investigasi untuk meneliti proses perencanaan, pengadaan, dan menelisik pengiriman helikopter tersebut. ANTARA FOTO/POOL/Widodo

Jakarta, law-justice.co - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna mengaku tidak ingin membuat kegaduhan dan ribut soal pembelian Helikopter Augusta Westland (AW) 101 yang diadakan TNI AU.

Namun pembelian itu kemudian menjadi gaduh sebab di cap sebagai kasus dugaan Korupsi di lingkungan TNI AU karena seseorang, yang disebut Agus seorang 'pembuat masalah'.  

"Karena AW-101 ini harusnya temen-temen juga tahu. Coba tanya kepada yang membuat masalah ini tahu enggak UU APBN. Tahu enggak mekanisme anggaran APBN itu seperti apa. Kalau tahu tidak mungkin melakukan hal ini," kata Agus usai diperiksa sebagai saksi, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/6).

Seperti dilansir antaranews, pensiunan perwira tinggi dari marta udara itu tak menyebut siapa yang dirinya maksud sebagai 'pembuat masalah' dalam mencuatnya kasus pembelian Heli AW-101.

"Yang kedua tahu enggak peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2011. Kalau tahu tidak mungkin juga melakukan ini. Dan ada juga Peraturan Panglima Nomor 23 Tahun 2012, itu peraturan Panglima loh Nomor 23 Tahun 2012," tutur Agus.

Agus menyebut permasalahan kasus dugaan korupsi pembelian Heli AW-101 bisa diselesaikan bila Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, serta dirinya yang kala itu menjabat sebagai KSAU.

"Sebenarnya ini semua tuh bisa (selesai dengan) duduk bersama. Duduk bersama level-level menteri pertahanan, panglima TNI yang sebelumnya, saya, kita duduk bersama," ujarnya.

"Kita pecahkan bersama di mana sebetulnya masalahnya ini. Begitu jangan masing-masing merasa hebat, merasa benar karena punya kekuasaan," kata Agus menambahkan.

Agus pun heran ketika dirinya masih aktif sebagai KSAU tak ada satu pun pihak yang bertanya kepada dirinya soal pembelian Heli pabrikan Inggris-Italia tersebut. Namun, ketika dirinya pensiun baru dinyatakan pembelian Heli AW-101 itu disebut bermasalah.

"Jadi saya ingin sampaikan itu. Saya berharap kita lebih baik duduk bersama, kita bicara blak-blakan," kata Agus.

Sementara itu kuasa hukum Agus, Teguh Samudra mengatakan bahwa kliennya sudah menjelaskan masalah pembelian Heli AW-101 itu kepada penyidik KPK. Teguh mengklaim penyidik KPK tak memahami proses pengadaan barang di TNI.

"Makanya dijelasin sampai lama ini. Karena dulu kan main hantam ada tipikor ini, padahal kan problem prosedurnya ada. Bahkan kontraknya pun belum selesai. Ini yang saya khawatirkan," tuturnya.

Kasus korupsi Heli AW-101 milik TNI AU ditangani KPK. CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati

Teguh menyebut seorang yang dimaksud kliennya membuat masalah soal pembelian Heli AW-101 ditetapkan sebagai tindak pidana korupsi adalah mantan panglima sebelumnya. Ketika pembelian Heli AW-101 dilakukan, Gatot menjabat sebagai Panglima TNI.

"Mestinya sudah tahu kan, pertama kali yang beritakan ini dan umumkan di KPK ada tipikor siapa? Kan mantan panglima (Gatot Nurmantyo). Padahal ada aturan panglima sendiri," tuturnya.

Kasus dugaan korupsi proyek pembelian Heli AW-101 itu diumumkan langsung Gatot Nurmantyo bersama Ketua KPK Agus Rahardjo tahun lalu di Gedung KPK.

Gatot mengatakan lembaganya dan KPK menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp220 miliar dalam pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101. Tiga pejabat TNI pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Gatot mengatakan, penetapan tiga tersangka ini merupakan hasil penyidikan dengan KPK selama tiga bulan terakhir. Nilai pengadaan helikopter itu sendiri mencapai Rp738 miliar.

"Kami sudah dapat info awal bahwa ada penggelembungan harga sekitar Rp220 miliar. Berarti pembelian helikopter ini bukan baru," kata Gatot di Gedung KPK pada Mei 2017.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar