Ada Jejak Bima Arya di Kasus Korupsi Pasar Jambu Dua

Minggu, 21/01/2018 11:30 WIB
Bima Arya (tengah) saat sidak ke Katulampa (Foto: Adrian Syahalam)

Bima Arya (tengah) saat sidak ke Katulampa (Foto: Adrian Syahalam)

law-justice.co - Pasar Warung Jambu Dua, Kota Bogor, selama ini kerap menjadi tujuan warga sekitar untuk membeli berbagai kebutuhan dapur mereka. 

Pasar ini terletak di lokasi strategis dan diapit pusat perbelanjaan elektronik kelas lokal serta jajaran rukan (rumah kantor) dan ruko (rumah toko). Tak ayal, kawasan ini selalu dilirik pemodal besar untuk menancapkan investasinya. 

Walikota Bogor Bima Arya dan wakilnya Usmar Harimar saat itu, ingin untuk memindahkan alias merelokasi pasar itu. Namun, saat proses pelaksanaannya timbul perkara hukum. 

Saat dicecar pertanyaan ihwal perkara tersebut, saat melaporkan harta kekayaannya ke KPK (19/1) dirinya membantah terlibat dalam perkara korupsi pasar Jambu Dua tersebut. 

Bima berkilah, pembelian lahan itu umtuk memampung membanjirnya jumlah pedagang pada pasar itu. 

"Saya tidak terlibat. Kan perkaranya sudah diputus," katanya pada wartawan. 

Walaupun dia menyatakan tak terlibat perkara korupsi Pasar Jambu Dua, namun, dalam persidangan nama Bima Arya disebut dalam dakwaan jaksa penuntut Kejari Kota Bogor sebagai orang yang melakukan (pleger).

Pada perkara korupsi ini, ada tiga orang yang resmi jadi terpidana. Salah satunya dari pihak Pemkot Bogor, yakni, Kepala Dinas Koperasi dan UNKM Kota Bogor, Hidayat Yudha Prianta yang divonis empat tahun penjara serta denda 200 juta rupiah.

Awal Mula Pembelian

Pengadaan proyek tanah Pasar Jambu Dua, Kota Bogor terlihat mulus. Pada proses penganggaran yang dimulai dari APBD Perubahan Kota Bogor Tahun 2014 yang tadinya hanya disetujui DPRD Kota Bogor sebesar 17,5 milyar rupiah menjadi 49,2 milyar rupiah. 

Belakangan proyek ini terbukti sarat korupsi dan menyeret dua pejabat Pemkot Bogor sebagai terpidana. 

Amar vonis bagi ketiga terpidana perkara itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap alias inkracht lewat putusan kasasi pada Mahkamah Agung dengan nomor 994 K/PID.SUS/2017 jo. 996 K/PID.SUS/2017 jo. 1012 K/PID.SUS/2017.

Ketiga terpidana perkara itu yakni, Hidayat Yudha Priatna (mantan kepala kantor koperasi usaha mikro kecil dan menengah Kota Bogor), Irwan Gumelar (mantan camat Tanah Sareal) dan Ronny Nasrun Adnan (kepala kantor jasa penilai publik). 

Mereka sebelumnya sudah didakwa dan diputus bersalah dengan hukuman pidana 4 tahun dan denda Rp 200 juta berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 40/Pid.Sus/TPK/2016/PN BDG jo Nomor 41/Pid.Sus/TPK/2016/PN BDG jo Nomor 42/Pid.Sus/TPK/2016/PN BDG dan telah dikuatkan dengan putusan banding Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 33/Tipikor/2016/PT.BDG jo Nomor 34/Tipikor/2016/PT.BDG jo Nomor 35/Tipikor/2016/PT.BDG.

Dalam pertimbangan hukum majelis hakim pada putusan perkara itu, terdapat bukti petunjuk yang menyebutkan Wali Kota Bogor Bima Arya dan Sekda Kota Bogor Ade Sarip sebagai pleger atau pihak yang turut serta melakukan korupsi dalam perkara korupsi tersebut. 

Tapi hingga vonis atas ketiga terdakwa sudah diputus, tidak terdengar kabar adanya pemeriksaan atas nama Bima Arya. 

Pada kesaksian Kepala Bidang Fisik dan Prasaranan Bapeda Kota Bogor Lorina Damastuti, mengungkapkan, kasus itu berawal saat wali kota Bogor menertiban PKL. Dari situ muncul timbul ide relokasi dengan membeli lahan.

Sebelumnya dalam DIPA anggaran tidak ada anggaran pengadaan, namun setelah penertiban tiba-tiba ada anggaran pembelian lahan.

Dalam sidang juga terungkap, pihak yang memasukan usulan itu yakni, ketua tim TAPD  Sekda Ade Syarif Hidayat.

Selain nama Bima Arya dan Usmar Hariman pada perkara korupsi pengadaan lahan itu, disebut pula andil Ronny Nasrun Adnan, R. Irwan Gumelar, Kawidjaja Henricus Ang alias Angkahong (meninggal dunia 22 Oktober 2015) di kasus itu. 

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar