Aturan Daftar Ulang Kartu SIM Diuji Materikan

Rabu, 08/11/2017 08:50 WIB
Foto: itwed.co.za

Foto: itwed.co.za

law-justice.co - Peraturan Menteri Kominfo No. 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi, yang kemudian diubah lewat Peraturan Menteri Kominfo Nomor 14 Tahun 2017 dinilai menyalahi aturan.

Atas dasar itu, Direktur Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Sahid, Wahyu Nugroho mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap peraturan menteri tersebut.

"Ada 5 undang-undang (UU) yang menjadi batu uji kami di MA," kata Wahyu saat dihubungi law-justice.co, Selasa (7/11/2017).

Pertama, ketentuan tersebut bertentangan dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dimana, permen (peraturan menteri) seharusnya dibuat karena ada aturan di atasnya.

"Ini tidak terpenuhi, karena tidak ada peraturan yang lebih tinggi menjadi acuan pembentukan permen tersebut," ujar dia.

Hal itu tertuang di Pasal 8 ayat (2) UU tersebut. Kemudian, permen juga bisa dibentuk berdasarkan asas kewenangan. Ia menilai, Permen Kominfo ini tak memenuhi ketentuan dari pasal UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Kedua, ujar Wahyu adalah UU No. 19 Tahun 2016 perubahan dari UU 11 Tahun 2008 tentan Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE). Dimana, ini berkaitan dengan data pribadi pengguna telepon selular sebagai warga negara Indonesia.

"Berkaitan dengan data pribadi seseorang ketika disampaikan ke pihak lain harus mendapatkan izin atau persetujuan," ujar dia.

Namun, dalam permen ini bukan persetujuan melainkan pengaturan secara langsung dari pemerintah. Adanya nota kesepahaman (MOU) dengan penyedia jasa telekomunikasi (korporasi swasta) ini dinilai akan timbulkan masalah.

Hal ini terkait juga dengan batu uji ketiga, yakni UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Data-data masyarakat sebagai WNI ini harus dilindungi. Permen ini tak sesuai dengan asas dan tujuan UU tersebut.

"Keempat adalah UU Keterbukaan Informas Publik. Data pribadi ini dikecualikan dalam pasal di dalamnya," tambah Wahyu.

Hal yang dimaksudnya adalah Pasal 19 huruf g dan h dimana informasi yang dikecualikan dalam UU No. 14 Tahun 2008 ini. Kartu keluarga (KK) adalah data pribadi, ini tak bisa begitu saja diketahui pihak lain.

"Kalau diketahui nomor KK, maka akan diketahui semua otomatis anggota keluarganya siapa saja di dalam KK," ujarnya.

Terakhir, kelima adalah UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli). Ini jelas meresahkan para pedagang kecil (konter pulsa).

"Apalagi sampai dibatasi satu orang hanya boleh maksimal memiliki 3 nomor kartu SIM. Bahkan mereka (pedagang) katanya mau unjuk rasa," tutur dia.

Wahyu menambahkan, Permen Kominfo ini tak ada urgensinya. Ia menyarankan, sebaiknya aturan tersebut dinaikan pangkatnya setingkat UU. Hal ini juga tertuang dalam permohonan Wahyu dalam uji materi ini.

"Menkominfo bisa ajukan RUU terkait perlindungan data pribadi, jadi perlu dibahas bersama DPR, juga mengatur soal ketentuan pidana," tambah dia.

Ini perlu diatur karena khawatir adanya pelanggaran atau penyalahgunaan aturan lantaran aturan tersebut berlaku bagi semua warga negara sebagai pengguna telepon selular.

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar