Menyingkap Tabir 2 Penyidik Polri Penghapus Barang Bukti KPK

Selasa, 19/12/2017 01:55 WIB
Nama AKBP Roland Ronaldy Sebagai Penyidik Kasus Korupsi di KPK (Ist)

Nama AKBP Roland Ronaldy Sebagai Penyidik Kasus Korupsi di KPK (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Sudah beberapa hari ini wartawan Law-Justice.co bergerilya di Bareskrim Mabes Polri dan Polda Metro Jaya, menelusuri jejak 2 pamen polisi yang dikembalikan KPK ke Polri, karena tertangkap tangan menghapus dan merobek data perkara kasus korupsi yang sedang ditangani KPK.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, kepada Law-Justice.co di Jakarta, Senin (18/12), mengatakan AKBP Roland Ronaldy tidak dipromosikan ke Polda Metro Jaya, melainkan masih bertugas di Unit Jatanras Bareskrim Mabes Polri.

Lebih lanjut Argo mengatakan yang sudah dipromosikan ke Polda Metro hanya Komisaris Harun. Itu pun menurutnya belum ditugaskan atau bekerja di Polda Metro, karena surat telegram promosi dan penunjukkannya belum dikeluarkan oleh Kapolri.  . 

Berdasarkan informasi yang beredar di kalangan wartawan Polda Metro Jaya, Komisaris Harun ditempatkan di bagian Reserse Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Metro Jaya.  Ketika dikonfirmasi kepada Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Adi Deriyan Jayamarta, Senin (18/12/), terkait hal tersebut, hingga berita ini diturunkan, pesan singkat dan sambungan telfon yang dilayangkan law-justice.co, tidak direspon. 

Beberapa pejabat polri baik di Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya, yang ditemui wartawan Law-justice.co, enggan menjawab soal jabatan dan status dua pamen Polri yang bermasalah tersebut. Saat dicari di ruang kerjanya, dua pamen ini seperti raib ditelan bumi. 

Harun bersama Roland diduga merusak barang bukti milik KPK, disaksikan dua penyidik polisi lain, yaitu Ardian Rahayudi dan Rufriyanto Maulana Yusuf. Pengawas internal KPK sempat memeriksa Roland dan Harun, tapi belakangan keduanya dikembalikan ke kepolisian.

‎Roland dan Harun diduga menyobek dan menyetip beberapa halaman buku catatan keuangan perusahaan Basuki Hariman periode 2015-2016. Basuki merupakan narapidana kasus suap hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, yang telah divonis bersalah.

Harun dan Roland diduga telah memanipulasi barang bukti perkara Basuki Hariman. Kedua polisi itu diduga merobek beberapa lembar dokumen keuangan yang disinyalir mencantumkan sejumlah nama yang menerima duit dari Basuki. Beberapa nama dalam dokumen itu juga diduga disetip.

Barang bukti itu berupa catatan pengeluaran keuangan dua perusahaan Basuki Hariman, penyuap Patrialis, untuk memenangkan gugatan uji materi Undang-Undang Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi. Catatan tersebut memuat sejumlah pejabat yang diduga menerima aliran duit dari perusahaan Basuki. Berikut rincian barang buktinya ;

  1. Barang bukti  berupa buku bank dan cek bersampul merah PT Impexindo Pratama. Berisi catatan pengeluaran perusahaan pada 2015-2016 dengan jumlah transaksi keuangan senilai Rp 4,337 miliar dan US$ 206,1 ribu.
  2. Barang bukti berupa buku bank sampul hitam PT Aman Abadi Nusa Makmur. Berisi catatan pengeluaran perusahaan periode 2010-2013 dengan jumlah US$ 1,256 juta.

Dalam kedua barang bukti itu, Harun dan Ronald bekerjasama untuk ;
-Membubuhkan tip-ex pada catatan keuangan.
-Merobek 15  halaman dalam catatan lembar keuangan.
-Mencabut BAP Kumala Dewi dari berkas perkara kasus suap mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar.

Yang dirobek dan di tip ex itu adalah halaman lembar keuangan yang menyatakan adanya setoran dari perusahaan Basuki  melalui Kumala Dewi kepada tiga petinggi Polri yaitu TK, BG dan MI. Selain itu setoran kepada oknum pejabat Bea Cukai dan Ditjen Peternakan. Basuki dikenal dekat dengan pengusaha besar di Indonesia dan menanam orang-orangnya di instansi penegak hukum yang ada di Indonesia. Basuki dikenal dekat dengan grup pengusaha besar  AS yang ikut menanam saham di grup usaha Basuki.

Perbuatan kedua polisi ini terekam dalam rekaman kamera pengawas kerja KPK di lantai 9 gedung KPK dan barang bukti yang telah dirusak, masih disimpan oleh KPK. Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Brigadir Jenderal Aris Budiman diduga mengetahui soal perusakan barang bukti kasus Basuki Hariman dan tidak mengambil tindakan.

Perusahaan impor daging PT Impexindo Pratama selama ini dikenal dekat dengan aparat Polri karena sering membantu memasok daging kepada satuan wilayah Polri di pusat dan daerah yang menggelar operasi daging murah dalam memperingati HUT Bhayangkara pada setiap tanggal 1 Juli.
 

Melacak Karier Roland dan Harun

Dua polisi lulusan Akademi Kepolisian pada 2001 itu mendapat tugas menjadi penyidik KPK pada 2009. Bedanya, Roland melanjutkan pendidikannya setingkat sarjana di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) angkatan 48, kemudian mengambil magister di Australia.

Harun sebelumnya merupakan perwira menengah Badan Reserse Kriminal yang baru saja menjalani pendidikan Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah Polri, angkatan reguler ke-57.

Saat bertugas di KPK, Roland dan Harun banyak menangani perkara besar. Salah satu kasus yang pernah diusut Harun adalah korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan dengan tersangka pengusaha Anggoro Widjojo. Dia juga ikut dalam operasi pemulangan Anggoro yang tertangkap di Shenzhen, Cina, pada 29 Januari 2014 setelah bertahun-tahun menjadi buron.

Kasus suap terhadap bekas hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, juga ditangani Harun dan Roland bersama beberapa penyidik lainnya dengan ketua satuan tugas, Hendri N. Christian. Pengusutan keduanya membuat Patrialis divonis 8 tahun bui. Patrialis dianggap terbukti menerima suap dari importir daging sapi dan pengusaha Basuki Hariman, yang divonis 7 tahun bui.


Harus Ada Sangsi Hukum

Majelis Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM (PBHI), Dedi Ahmad mengatakan integritas orang-orang yang bekerja di KPK harus dijaga. Ia meminta KPK bekerja sama dengan penegak hukum lain agar tetap memproses dugaan pelanggaran ini. “Ketika bekerja di KPK dan melanggar ketentuan, dia harus mendapat sanksi hukum sebagaimana aturan main di KPK,” ujarnya kepada Law-Justice.co di Jakarta, Senin (18/12).

Keduanya bisa dijerat Pasal 21 UU Tipikor jika terbukti sengaja merusak barang bukti suatu proses hukum. Mekanisme peminjaman penyidik Polri kepada KPK berdasar UU KPK. Dalam UU KPK disebutkan, penyidik KPK yang diamanatkan masuk dalam barisan KPK ditentukan dari Polri dan memiliki masa kerja sebagaimana ditentukan. Polri tak berwenang menarik sebelum masa kerja dinyatakan selesai.

"Tidak ada istilah Polri menarik penyidik dari KPK sebelum masa kerjanya habis. KPK bisa memulangkan penyidik ke Polri tanpa menunggu masa kerja habis jika ditemukan indikasi pelanggaran," lanjutnya.

Berkaca dari kasus ini,  bagaimana rakyat mau mendukung Mabes Polri untuk membentuk satuan khusus densus tipikor, jika di rumahnya sendiri masih banyak hal yang harus dibersihkan dan itupun dengan sapu kotor...

(Tim Liputan Investigasi\Roy T Pakpahan)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar