Menkeu Sri Mulyani Kecewa Pengelolaan Anggaran Pendidikan

Rabu, 13/03/2019 11:27 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (infonitas)

Menteri Keuangan Sri Mulyani (infonitas)

law-justice.co - Anggaran pendidikan yang besar rupanya tidak membawa perubahan bagi pendidikan di tanah air. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dirinya kecewa dengan pemanfaatan dana pendidikan selama ini.

Menurut dia, negara dalam sepuluh tahun belakangan ini telah menganggarkan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memperbaiki pendidikan di dalam negeri.

Tapi yang didapat, kualitas pendidikan yang dihasilkan masih belum sebanding dengan uang yang dikeluarkan pemerintah. Kualitas tersebut tercermin dari skor The Program for International Student Assessment (PISA) yang diterbitkan oleh organisasi negara-negara maju (Organization for Economic Co-operation and Development/OECD).

Sebagai gambaran, skor PISA digunakan untuk mengukur tiga indikator kualitas pendidikan, yakni; kemampuan matematika, ilmu sains, dan membaca. Sri Mulyani mengatakan skor PISA Indonesia masih rendah.

Di 2018, Indonesia menempati posisi 62 dengan skor PISA sebesar 395,3. Angka ini jauh dibanding negara tetangga seperti Singapura dengan skor 556, Thailand dengan skor 415. Skor tersebut bahkan tertinggal dengan Vietnam yang bisa mencapai 495.

"Indonesia masih berada di belakang beberapa negara Asia dari segi pendidikan, padahal kami telah mengeluarkan anggaran 20 persen dari APBN untuk edukasi selama 10 tahun terakhir. Ini masih belum memuaskan, bahkan mungkin kami kecewa karena lulusan pendidikan Indonesia tidak mencapai level yang diinginkan," jelas Sri Mulyani, Selasa (12/3), seperti dikutip CNN Indonesia.

Ia mengatakan sejatinya permasalahan pendidikan ini bukan hanya disebabkan anggaran yang masih kurang. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, pemerintah sudah punya keinginan politik dan anggaran yang kuat agar kualitas pendidikan di dalam negeri membaik.

Hanya, keinginan politik dan dukungan anggaran tersebut tidak dieksekusi dengan baik. Agar permasalahan tersebut tidak terus berlanjut, ia meminta kepada pemangku kepentingan di sektor pendidikan untuk membuat desain pengembangan sumber daya manusia yang baik demi memastikan agar anggaran pendidikan benar-benar efektif dan mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia.

"Ini bukan sesuatu yang populis, tapi bagaimana kami mempersiapkan generasi muda agar mendapat pendidikan baik dan bisa bersaing secara global. Kami sudah punya political intention, punya budget, namun masalahnya adalah bagaimana eksekusinya berjalan dengan baik," jelas dia.

Menurut dia, penyakit pengelolaan anggaran tidak hanya terjadi di bidang pendidikan. Masalah juga terjadi dalam pengelolaan anggaran kesehatan yang jumlahnya mencapai 5 persen dari APBN.

Meskipun `berpenyakit` Sri Mulyani mengatakan anggaran tersebut tak boleh dihilangkan. Menurutnya, anggaran tersebut merupakan amanat undang-undang.

Selain itu, anggaran tersebut juga penting untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. "Solusi untuk masalah seperti ini memang terbilang gampang untuk dibicarakan, namun sulit untuk dilakukan," pungkas dia.

Di dalam APBN 2019, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp492,5 triliun. Angka ini meningkat 12 persen ketimbang tahun lalu sebesar Rp435 triliun.

Adapun belanja ini digelontorkan melalui belanja pusat seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian riset dan Teknologi, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kemudian, anggaran itu juga disalurkan melalui Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam bentuk Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar