Dr. Roy T Pakpahan SH, Pemimpin Redaksi Law-Justice.co

Analisis Hukum Adanya UU BPI Danantara Terpasung Kekuatan Politik Lama

Sabtu, 08/02/2025 18:09 WIB
BP Danantara Dalam Cengkeraman Kekuatan Politik Lama (Istimewa).

BP Danantara Dalam Cengkeraman Kekuatan Politik Lama (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto, dalam upayanya memperkuat ekonomi Indonesia, telah merencanakan pembentukan Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), sebuah superholding yang akan mengelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pembentukan BPI Danantara merupakan implementasi dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa semua kekayaan bangsa Indonesia harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat.

Selain itu, Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraannya pada 20 Oktober 2024 menegaskan komitmennya untuk mengelola kekayaan negara demi kemakmuran rakyat, sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

Kebijakan untuk membentuk BPI Danantara bertujuan untuk menyatukan dan mengoptimalkan potensi sumber daya ekonomi nasional yang dimiliki oleh BUMN, serta menciptakan efisiensi dalam pengelolaan aset negara.

BPI Danantara akan memiliki peran strategis dalam memimpin investasi jangka panjang, meningkatkan daya saing perusahaan negara, serta memperkuat peran BUMN dalam mendukung pembangunan infrastruktur, energi, dan sektor-sektor vital lainnya.

Dengan adanya superholding ini, Presiden Prabowo berharap dapat mempercepat transformasi BUMN menjadi entitas bisnis yang lebih profesional, transparan, dan mampu bersaing di kancah global.

Kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi domestik dan asing, menciptakan lapangan kerja, serta memajukan sektor ekonomi strategis yang pada gilirannya akan membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Melalui BPI Danantara, pengelolaan BUMN akan dilakukan dengan lebih terintegrasi dan terkoordinasi, menghadirkan peluang baru untuk kemajuan ekonomi Indonesia yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Terkait dengan BPI Danantara ini, pada hari Selasa, 4 Pebruari 2025 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menggelar rapat paripurna pengambilan keputusan tingkat II atas Rancangan Undang-Undang tentang perubahan ketiga UU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu poin yang diatur dalam rancangan RUU ini berkaitan dengan landasan pendirian BPI Danantara.

Analisis Hukum

Sebelum dibentuknya BPI Danantara, pengelolaan investasi nasional di Indonesia diatur melalui beberapa peraturan, baik yang bersifat umum maupun yang lebih spesifik terkait dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berikut beberapa peraturan yang mengatur pengelolaan investasi nasional sebelum pembentukan BPI Danantara:

Pertama,Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. UU ini mengatur tentang penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, termasuk prinsip-prinsip dasar yang mengatur investasi, serta pembentukan dan pengelolaan badan yang terlibat dalam investasi.

Kedua, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). UU ini mengatur tentang keberadaan, tugas, dan pengelolaan BUMN. Dalam konteks ini, BUMN yang terlibat dalam investasi juga wajib mengikuti aturan ini.

Ketiga, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Usaha Milik Negara. PP ini mengatur tata kelola dan pengelolaan keuangan BUMN, yang mencakup alokasi investasi dan penggunaan dana.

Ke empat, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait Pengelolaan Investasi. Beberapa PMK terkait pengelolaan investasi oleh pemerintah dan BUMN, seperti PMK tentang pengelolaan dan penempatan dana investasi negara, serta pengelolaan aset negara.

Kelima, Peraturan Presiden (Perpres) terkait Pengelolaan Investasi dan BUMN. Terdapat berbagai Perpres yang mengatur mengenai investasi, pengelolaan kekayaan negara, dan restrukturisasi BUMN untuk efisiensi dan optimalisasi sumber daya.

Dengan disahkannya revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 4 Februari 2025 menandai pembentukan BPI Danantara. Sehingga diharapkan pengelolaan investasi nasional menjadi lebih terstruktur dan terfokus, menggantikan beberapa peraturan yang sebelumnya mengatur pengelolaan investasi di berbagai sektor BUMN.

Untuk diketahui, Revisi Undang-Undang BUMN yang disahkan pada 4 Februari 2025 sesungguhnya bukan hanya mengatur soal BPI Nusantaara saja melainkan bertujuan untuk memperkuat peran BUMN dalam perekonomian nasional melalui penyesuaian regulasi yang lebih adaptif dan responsif terhadap dinamika global.

Adapun point point revisi diantaranya menyangkut penyesuaian definisi BUMN, restrukturisasi dan privatisasi BUMN, Peningkatan Tata Kelola dan Transparansi, Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM. Sehingga pembentukan BPI Danantara hanya menjadi bagian yang diatur didalamnya.

Dengan demikian masuknya substansi terkait dengan BPI Danantara dalam RUU BUMN menjadi payung hukum untuk lahirnya lembaga anyar yang digadang-gadang bakal menjadi cikal bakal terbentuknya super holding BUMN Indonesia.

Adapun substansi yang diatur dalam UU tentang perubahan ketiga UU Nomor 19 Tahun 2023 tentang BUMN yang mengatur BPI Danantara, diantaranya tentang pengertian daripada BPI Danantara itu sendiri.

Bahwa “Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, selanjutnya disebut Badan adalah lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,” demikian bunyi Pasal 1 poin 23.

 Dengan adanya ketentuan ini maka BPI Danantara nantinya akan mendapat limpahan tugas dan wewenang pengelolaan BUMN dari Menteri. Dalam pelaksanaan tugasnya, BPI Danantara bertanggung jawab kepada Presiden.  

Sebagaimana diketahui, dalam UU BUMN yang baru yaitu dalam pasal 3A memberikan penegasan bahwa presiden sebagai kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan BUMN. Kekuasaan tersebut kemudian didelegasikan kepada Menteri. Namun, pasal 3A khususnya ayat 3 memberikan penjelasan bahwa tugas pengelolaan BUMN itu sebagian didelegasikan kepada BPI Danantara.

Adapun tugas dan peran Menteri BUMN diatur dalam Pasal 3B. Pasal itu menjelaskan nantinya menteri akan bertugas untuk menetapkan kebijakan, pengaturan, membina, mengoordinasikan, dan mengawasi penyelenggaraan kebijakan pengelolaan BUMN.Selain itu, menteri juga memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan, pengaturan dan pengawasan terhadap BPI Danantara.

Selanjutnya pasal 3D ayat (4) menyatakan bahwa BPI Danantara nantinya akan diawasi oleh Menteri dan melaporkan kepada Presiden. “Dalam rangka memastikan kontribusi dividen untuk pengelolaan investasi, Menteri dapat menempatkan perwakilannya di Badan,” demikian bunyi ayat (5) pasal 3D.  

Terkait dengan Struktur Danantara, diatur dalam BAB 1C pasal 3 D sampai dengan 3 Z. Disini diatur tentang struktur organisasi Danantara yang terdiri dari Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana.

Merujuk ayat (2) disebutkan bahwa Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh preisden untuk masa jabatan 5 tahun. Dalam melaksanakan tugas, Dewan Pengawas dibantu oleh sekretaris dan komite yang terdiri dari minimal komite etik, komite audit, dan komite  “Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Badan yang dilakukan oleh Badan Pelaksana,” tulis Pasal 3O ayat (1).  

Selanjutnya Badan Pelaksana Danantara berjumlah 2 orang dari unsur profesional dengan masa jabatan lima tahun. Dalam pelaksanaannya, Badan Pelaksana akan dibantu oleh maksimal 6 orang Direktur Eksekutif. Direktur Eksekutif diangkat oleh Kepala Badan setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri.

Dalam melaksanakan tugas, Badan Pelaksana juga akan dibantu oleh Komite yang terdiri dari minimal komite investasi dan komite manajemen risiko.  Struktur lain yang nantinya juga akan ada dalam Danantara adalah Dewan Penasihat. Dewan ini akan dibentuk oleh presiden dengan tugas memberikan masukan dan saran kepada Badan.

Secara keseluruhan dalam pelaksanaan tugasnya, UU BUMN yang baru memberi perlindungan kepada seluruh organ yang terlibat untuk menanggung ganti rugi kerugian apabila terjadi kegagalan dalam investasi sebagaimana termuat dalam pasal 3 Z.

Sebagai badan yang akan mengelola holding BUMN, UU BUMN yang baru ini juga memberikan ketentuan mengenai modal yang akan dikelola. Merujuk Pasal 3F disebutkan BPI Danantara akan memperoleh modal yang bersumber dari penyertaan modal negara dan sumber lainnya.  

Pasal 3 F, Pasal ini secara terperinci menjelaskan mengenai asal-usul modal BPI Danantara yakni dari penyertaan modal negara atau sumber lainnya. Pernyataan modal negara alias PMN bisa berupa dana tunai, barang milik negara, dan saham milik negara milik BUMN.

Adapun, modal BPI Danantara paling sedikit Rp1.000 triliun. Angka ini diperoleh berdasarkan laporan tentang modal konsolidasi BUMN tahun buku 2023 yang tercatat sebesar Rp1.135 triliun.Modal tersebut dapat dilakukan penambahan melalui penyertaan modal negara dan sumber pendanaan lainnya

Selanjutnya Pasal 3I mengatur soal asset  BPI Danantara. Bahwa aset BPI Danantara dapat berasal dari penyertaan modal seperti dimaksud dalam Pasal 3F, hasil pengembangan aset BPI Danantara, pemindahtanganan aset negara atau aset BUMN, hibah, atau sumber lain yang sah. Dalam pasal ini juga ditegaskan bahwa pihak menapun dilarang untuk melakukan penyitaan terhadap aset BPI Danantara.

Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang perubahan ketiga UU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), membawa implikasi hukum diantaranya :

Pertama, Harmonisasi Regulasi. Dengan adanya revisi ini akan mengharmonisasikan berbagai peraturan perundang-undangan terkait BUMN, termasuk pengaturan anak usaha, aksi korporasi, dan privatisasi, untuk menciptakan ekosistem bisnis yang modern dan kompetitif.

Kedua, Peningkatan Daya Saing. Dengan mempercepat proses restrukturisasi dan privatisasi, serta meningkatkan tata kelola, diharapkan BUMN dapat beroperasi lebih efisien dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun internasional.

Ketiga, Terwujudnya Kepastian Hukum. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam operasional BUMN memberikan kepastian hukum bagi investor dan pemangku kepentingan lainnya, yang pada gilirannya dapat menarik lebih banyak investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi

Secara keseluruhan, revisi ini diharapkan dapat menjawab tantangan yang dihadapi BUMN dalam era globalisasi dan digitalisasi, serta meningkatkan kontribusi BUMN terhadap perekonomian nasional.

Terpasung Kekuatan Politik

Presiden Prabowo Subianto mulai menggagas pembentukan BPI Danantara pada awal masa jabatannya, sekitar Oktober 2024. Dalam pidato kenegaraan pada 20 Oktober 2024, beliau menekankan pentingnya pengelolaan kekayaan negara untuk kemakmuran rakyat, yang menjadi dasar pembentukan BPI Danantara.

Namun perjalanan untuk mewujudkan pembentukan BPI Danantara itu tidak berjalan mulus. Rencana awal pembentukannya sudah di canangkan pada November 2024 namun terkendala karena belum adanya UU yang mengatur lembaga tersebut. Padahal, Presiden Prabowo Subianto telah melantik Muliaman D. Hadad sebagai Kepala BPI Danantara di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/10/2024).

Kini meskipun revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah diketok palu pada 4 Februari 2025 yang menjadi landasan lahirnya BPI Danantara, namun kelahiran lembaga ini masih menyisakan banyak pertanyaan, diantaranya:

Pertama, Menyangkut Independensi BPI Danantara. Pembentukan BPI Danantara berdasarkan Undang-Undang BUMN yang baru menimbulkan pertanyaan besar terkait independensinya sebagai entitas pengelola aset negara. Dalam regulasi terbaru, struktur dan mekanisme kerja BPI Danantara menunjukkan bahwa entitas ini tidak sepenuhnya berdiri sendiri, melainkan tetap berada dalam lingkup kendali pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Secara kelembagaan, BPI Danantara berada di bawah pengaruh Kementerian BUMN, dengan struktur organisasi dan mekanisme pengambilan keputusan yang masih mempertahankan keterkaitan erat dengan kebijakan pemerintah. Hal ini dapat terlihat dari proses penunjukan jajaran direksi dan komisaris yang sebagian besar ditentukan oleh pemerintah. Dengan demikian, independensi dalam pengelolaan aset negara menjadi dipertanyakan, terutama dalam pengambilan keputusan strategis yang seharusnya berbasis profesionalisme dan prinsip good corporate governance.

Selain itu, kebijakan investasi dan pengelolaan aset yang dijalankan oleh BPI Danantara kemungkinan besar akan tetap mengacu pada arahan pemerintah, bukan murni berdasarkan pertimbangan bisnis dan efisiensi ekonomi. Ketergantungan ini berpotensi menghambat fleksibilitas dan daya saing BPI Danantara dalam menjalankan perannya sebagai pengelola aset yang optimal dan berorientasi pada keuntungan jangka panjang.

Dengan demikian, meskipun BPI Danantara dibentuk sebagai entitas tersendiri, dalam praktiknya keberadaannya masih sangat terikat dengan kebijakan dan intervensi pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kerangka UU BUMN yang baru, independensi BPI Danantara sebagai pengelola aset negara masih jauh dari ideal.

Oleh karena itu jika BPI Danantara ini  benar-benar ingin sukses dan mampu bersaing dengan sovereign wealth fund global seperti Temasek atau GIC, ia harus diberikan keleluasaan dalam mengambil keputusan investasi tanpa terlalu banyak intervensi politik dan birokrasi. Jika tidak, BPI Danantara hanya akan menjadi institusi besar di atas kertas, tetapi tidak kompetitif di panggung internasional.

Kedua, Terjadinya Tarik Menarik Kekuatan Politik dalam Pemberian Landasan Hukum bagi BPI Danantara. Proses pemberian landasan hukum bagi lahirnya BPI Danantara bukanlah perjalanan yang mulus. Di Senayan, tarik-menarik kepentingan politik menjadi panggung utama dalam perdebatan mengenai masa depan lembaga ini.

Sejak wacana pembentukannya mengemuka, berbagai fraksi di parlemen memiliki pandangan yang berbeda, baik mengenai urgensi pembentukan, cakupan kewenangan, hingga mekanisme pengawasannya.

Sebagian pihak mendukung penuh keberadaan BPI Danantara sebagai instrumen strategis untuk mendorong investasi dan mengoptimalkan aset negara. Mereka melihatnya sebagai solusi inovatif untuk mempercepat pembangunan nasional, memperkuat daya saing ekonomi, serta meningkatkan kepercayaan investor dalam dan luar negeri.

Namun, di sisi lain, ada fraksi yang bersikap skeptis. Mereka mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas lembaga ini, khawatir akan adanya potensi penyalahgunaan wewenang atau tumpang tindih dengan institusi yang sudah ada.

Kekhawatiran mengenai mekanisme pengawasan yang efektif juga menjadi sorotan, mengingat BPI Danantara akan mengelola dana dalam jumlah besar yang berpotensi menimbulkan celah penyimpangan.

Menurut penilaian Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, proses pembentukan payung hukum BPI Danantara terhambat oleh kelompok-kelompok yang merasa terganggu dengan kehadirannya.

 "Pembegalan terlihat jelas dalam pembahasan RUU yang menjadi dasar hukum BPI Danantara. RUU tersebut terkatung-katung berbulan-bulan, sementara para korporasi dan oligarki yang berhubungan dengan penguasa lama tampaknya menggunakan `proxy` mereka di parlemen untuk menggagalkan proses ini," lanjut Yusri seperti dikutip media.

Pada akhirnya, setelah melalui perdebatan panjang dan negosiasi yang alot, landasan hukum bagi BPI Danantara berhasil disepakati. Namun, proses panjang ini mencerminkan bahwa dalam setiap kebijakan strategis, tarik-menarik kepentingan politik di Senayan selalu menjadi faktor penentu yang tidak bisa dihindari.

Kini, tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa lembaga ini benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik, sesuai dengan prinsip tata kelola yang bersih dan profesional.

Ketiga, Menteri BUMN Erick Thohir Terkesan Masih Ingin Dominan di BPI Danantara. Pengesahan Undang-Undang BUMN yang baru membawa perubahan signifikan terhadap struktur tata kelola BUMN. Salah satu perubahan yang mencolok adalah pembentukan dan penguatan peran BPI Danantara, sebuah badan yang kini memiliki kewenangan strategis dalam mengawasi serta memberikan arahan bagi BUMN.

Namun, di balik pembentukan dan perumusan tugas BPI Danantara, muncul indikasi bahwa Menteri BUMN tidak ingin sepenuhnya melepaskan pengaruhnya terhadap perusahaan-perusahaan negara, terutama BUMN besar yang mengelola aset bernilai triliunan rupiah.

Dengan struktur yang ada, BPI Danantara berpotensi menjadi instrumen kontrol yang tetap menghubungkan kebijakan kementerian dengan keputusan-keputusan strategis di BUMN, meskipun perusahaan-perusahaan tersebut seharusnya dikelola secara profesional dan independen sesuai dengan prinsip good corporate governance.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan kritis mengenai arah kebijakan pengelolaan BUMN ke depan: Apakah langkah ini benar-benar bertujuan untuk memperkuat daya saing BUMN, atau justru menjadi sarana untuk mempertahankan dominasi dan pengaruh kementerian terhadap aset-aset negara yang bernilai fantastis?

Ke empat, Pembentukan BPI Danantara Terkesan Ditumpangi Konsorsium Bandit Politik dengan OligarkiPembentukan Badan Perantara Investasi (BPI) Danantara yang baru-baru ini diumumkan, memberikan kesan kuat bahwa inisiatif tersebut tidak sepenuhnya bersih dari kepentingan politik dan ekonomi yang gelap.

Sebagai lembaga yang diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi di Indonesia, BPI Danantara justru memunculkan ketidakpercayaan publik karena terkesan sebagai sarana bagi konsorsium bandit politik dan oligarki untuk meraih keuntungan pribadi.

Lembaga yang mestinya berfokus pada pembangunan dan pemajuan ekonomi nasional, tampaknya malah menjadi wadah bagi kepentingan sejumlah kelompok yang telah lama mendominasi perekonomian Indonesia.

Berbagai nama besar yang terlibat di dalamnya mencuat ke permukaan, dan tak sedikit yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Mereka yang selama ini dikenal sebagai bagian dari kelompok oligarki atau jaringan politik tertentu, kini seolah diberikan ruang untuk mengendalikan aliran investasi dengan cara yang tidak transparan.

Keberadaan konsorsium ini menciptakan sebuah persepsi bahwa BPI Danantara lebih berfungsi sebagai proyek `tumpangan` bagi pihak-pihak yang memiliki koneksi kuat dalam lingkaran kekuasaan. Bukan hanya investasi yang dirugikan, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap niat tulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata.

Kritik semakin tajam ketika melihat potensi BPI Danantara yang bisa menjadi sumber pendanaan besar bagi proyek-proyek pemerintah, yang justru berisiko dimanfaatkan oleh elit-elit tertentu untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka.

Para pelaku politik dan oligarki ini seakan memanfaatkan momentum ini untuk memperluas jaringan kekuatan mereka, yang pada akhirnya menempatkan kepentingan rakyat di posisi kedua setelah ambisi mereka untuk menguasai sumber daya.

Dengan demikian, terbentuknya BPI Danantara seolah hanya menjadi alat politik yang menguntungkan segelintir pihak, mengorbankan transparansi dan akuntabilitas demi keuntungan elit yang telah lama merajai perekonomian negara ini.

Ke lima, BPI Danantara  Dinilai lebih mirip sebagai Lembaga Kajian daripada Lembaga Investasi. Merujuk ketentuan dalam UU BUMN yang baru disahkan, BPI Danantara diposisikan sebagai badan yang bertanggung jawab atas pengelolaan BUMN. Namun, sepertinya tanggung jawab ini lebih mengarah pada perumusan kebijakan, bukan pelaksanaan operasional.

Sebagai institusi pengelola investasi yang aktif menggerakkan modal untuk proyek-proyek strategis, Danantara dikhawatirkann nantinya akan lebih menyerupai lembaga kajian yang sibuk melakukan studi dan riset tanpa aksi konkret di lapangan. Pada hal BPI Danantara diharapkan menjadi motor penggerak investasi nasional, menarik modal domestik maupun asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pengamat ada menyoroti bahwa peran BPI Danantara dinilai masih kabur dalam ekosistem investasi nasional. Sebagai sebuah sovereign wealth fund atau pengelola dana investasi negara, seharusnya BPI Danantara memiliki strategi yang jelas dalam menanamkan modal di sektor-sektor potensial.

Kritik lainnya juga muncul terkait dengan soal  transparansi dan akuntabilitas dalam operasional Danantara nantinya. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah Danantara benar-benar bekerja sesuai mandatnya atau hanya menjadi birokrasi baru tanpa daya dorong ekonomi yang nyata?.

Terlepas dari kontroversi yang terjadi pasca pengesahan revisi ketiga Undang-Undang tentang BUMN yang melahirkan BPI Danantara, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto perlu mengambil langkah-langkah strategis agar BPI Danantara dapat berfungsi sesuai harapan, diantaranya :

Pertama,Penunjukan Kepemimpinan yang Profesional dan Berintegritas. Memilih pimpinan BPI Danantara yang memiliki rekam jejak profesionalisme dan integritas tinggi. Kepemimpinan yang kompeten akan memastikan pengelolaan aset negara yang optimal dan transparan.

Kedua, Pemisahan Fungsi Regulasi dan Operasional. Memastikan adanya pemisahan yang jelas antara fungsi regulasi yang dijalankan oleh pemerintah dan fungsi operasional yang dijalankan oleh BPI Danantara. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan dan memastikan efisiensi dalam pengelolaan BUMN.

Ketiga, Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance). Menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan dalam setiap aspek operasional BPI Danantara. Ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan investor.

Ke empat, Optimalisasi Aset dan Investasi: Mengidentifikasi dan mengonsolidasikan aset-aset BUMN yang potensial untuk meningkatkan nilai tambah. Selain itu, melakukan investasi strategis yang sejalan dengan visi pembangunan nasional dan memberikan keuntungan maksimal bagi negara.

Kelima,Pengelolaan Dividen yang Efisien.Mengelola dividen dari BUMN secara efisien dengan mempertimbangkan reinvestasi untuk proyek-proyek strategis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%.

Ke enam, Pengawasan dan Evaluasi Berkala.Melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap kinerja BPI Danantara untuk memastikan bahwa tujuan dan target yang ditetapkan tercapai. Ini juga penting untuk melakukan penyesuaian strategi jika diperlukan.

Ketujuh,Membangun Kepercayaan Investor. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan memastikan bahwa BPI Danantara bebas dari intervensi politik dan beroperasi secara profesional. Kepercayaan investor sangat penting untuk menarik investasi asing yang strategis.

Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, diharapkan BPI Danantara dapat berfungsi optimal sesuai dengan harapan Presiden Prabowo, yaitu sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi dan pengelola aset negara yang efisien dan transparan.

Sebagai penutup, meskipun pembentukan Undang-Undang BPI Danantara membawa angin perubahan dalam sistem hukum dan regulasi di Indonesia, realitasnya menunjukkan bahwa dinamika politik lama masih memegang kendali yang kuat dalam proses legislasi. Pembentukan undang-undang ini tak terlepas dari pengaruh kekuatan politik yang ada, yang seringkali mengarah pada keberpihakan pada kepentingan tertentu.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan sistem hukum yang lebih adil dan demokratis, dibutuhkan komitmen kuat dari semua pihak untuk meredefinisi peran politik dalam pembentukan undang-undang, sehingga keputusan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat dan negara, bukan hanya kelompok tertentu.

Ke depannya, diharapkan ada upaya bersama untuk memastikan proses legislasi lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari pengaruh kekuatan politik yang menghambat kemajuan hukum yang sesungguhnya.

 

 

(Editor\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar