Menilik Jasindo, BUMN yang Dihajar Virus Korupsi Hingga Nyaris Tumbang
Bancakan Komisi Agen Fiktif Jasindo Rugikan Negara Rp45 M
Ilustrasi: Kantor Pusat Jasindo. (Idxchannel)
law-justice.co - Dampak buruk korupsi nyata merusak perekonomian dan usaha di Indonesia. Salah satu BUMN Asuransi terpuruk hingga nyaris kolaps akibat praktik lancung di dalam korporasinya. PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) alias Jasindo mengalami kesulitan keuangan pada 2020-2021 karena korupsi hingga menjadi pasien OJK. Kini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus-kasus korupsi di Jasindo, setelah sebelumnya mantan Dirut dan Direksinya dibui untuk kasus serupa.
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Budi Tjahjono diganjar vonis lima tahun penjara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan Tindak Pidana Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) saat masih menjadi pejabat di PT Jasindo. Budi terbukti melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Tjahjono tersebut dengan pidana penjara selama lima tahun,” kata ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/7/2023).
Dalam perkara ini, eks Direktur Keuangan PT Jasindo Solihah, dan Direktur Utama PT Ayodya Multi Sarana, Kiagus Emil Fahmy Cornain juga menjadi terdakwa. Keduanya hanya terjerat kasus gratifikasi dan divonis empat tahun penjara. Adapun seluruh uang yang diterima tiga terdakwa berjumlah 4.783.951,38 dollar Amerika Serikat (AS) dan Rp 6,521 miliar atau serata dengan Rp 50,4 miliar. Selain pidana badan, Budi Tjahjono juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara. “Menghukum terdakwa dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 50.431.743.437 yang dikurangi dengan pengembalian uang sejumlah Rp 750.000.00,” kata Hakim Rianto Adam.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) mantan Dirut PT Jasindo, Budi Tjahjono. Alhasil, Budi tetap harus meringkuk di LP Sukamiskin untuk 7 tahun lamanya karena korupsi premi fiktif. "Tolak," demikian bunyi putusan singkat PK sebagaimana dilansir website MA, Jumat (23/7/2021).
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Budi Tjahjono terpidana dalam kasus korupsi dan pencucian uang. (Tribunnews)
Tak henti di kasus itu, awal Juli lalu, KPK lagi-lagi mengumumkan tengah melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi di PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo. Ada dua kasus dugaan korupsi yang sedang diusut. "Untuk perkara Jasindo ada dua," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Selasa (2/7/2024). Tessa mengatakan kedua kasus korupsi itu menimbulkan kerugian negara. Total, negara merugi sekitar Rp 45 miliar. Dia mengatakan korupsi terkait PT Jasindo yang sedang diusut berkaitan dengan pembayaran komisi agen. Dalam penghitungan awal, KPK menyebut ada kerugian negara mencapai Rp 36 miliar dalam kasus tersebut.
"Tindak pidana korupsi terkait pembayaran komisi agen oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2017-2020. Taksiran kerugian negara Rp 36 miliar," jelas Tessa. Sementara itu, kasus kedua berkaitan dengan pembayaran komisi terhadap asuransi perkapalan milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (PT Pelni). Kerugian negara di kasus ini mencapai Rp 9 miliar.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari Laporan Pelaksanaan Kegiatan Penyidikan 2023, diketahui sejumlah nama sudah dijadikan tersangka dalam kasus ini. Dalam kasus dugaan korupsi pembayaran komisi terhadap asuransi perkapalan milik PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) oleh PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) Tahun 2015 s.d. 2020 disebutkan tersangka atas nama Untung Hadi Santosa selaku Direktur Pemasaran dan Korporasi PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) periode Desember 2013 s.d. Oktober 2018 dan kawan-kawan sesuai Sprin.Dik/112/DIK.00/01/09/2023 tanggal 13 September 2023.
Sementara dalam kasus dugaan koruspi terkait dengan pembayaran komisi terhadap asuransi perkapalan milik PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) oleh PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) Tahun 2015 s.d. 2020 disebutkan tersangka atas nama Eko Yuni Triyanto selaku Manajer Manajemen Resiko Biro Enterprise Risk Management & Litbang PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) periode Agustus 2012 s.d. Mei 2015 bersama-sama dengan Untung Hadi Santosa selaku Direktur Pemasaran dan Korporasi PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) periode Desember 2013 s.d. Oktober 2018 dan kawan-kawan sesuai Sprin.Dik/113/DIK.00/01/09/2023 tanggal 13 September 2023.
Dalam perkembangan penyidikan berikutnya, KPK juga menetapkan tersangka tambahan dalam kasusini. Terkait dengan pembayaran komisi terhadap asuransi perkapalan milik PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) oleh PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) Tahun 2015 s.d. 2020 disbeutkan ada tersangka atas nama Yohanes Priyo Iriantono selaku Direktur PT. Inovasi Vahana Indonesia periode 2015 s.d. 2020 sesuai Sprin.Dik/114/DIK.00/01/09/2023 tanggal 13 September 2023.
Kemudian ada juga tersangka atas nama Zulchaibar selaku Komisaris PT. Nusantara Proteksi Mandiri sebagaimana disbeutkan dalam Sprin.Dik/115/DIK.00/01/09/2023 tanggal 13 September 2023. Sementara itu, terkait kasus dugaan korupsi pembayaran komisi agen oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2017-2020 yang dapat merugikan keuangan negara terdapat tersangka atas nama Toras Sotarduga Panggabean (Ketua KSP Dana Karya Penyedia dana PT mitra bina selaras). Sprin.Dik/09/DIK.00/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023.
Dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran komisi agen oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2017-2020 telah ditetapkan tersangka atas nama Sahata Lumbantobing (Direktur Operasi Ritel PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2013-2019. Direktur Pengembangan Bisnis Jasindo tahun 2019-2020. Penetapan ini termaktub dalam Sprin.Dik/10/DIK.00/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika. (Detik)
Menanggapi kasus yang terjadi di Jasindo dan Pelni, Anggota Komisi XI DPR RI Fauzi Amro turut menyoroti hal yang terjadi di PT Pelni dan PT Jasindo. Fauzi juga mempertanyakan soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas dugaan kasus korupsi yang terjadi di PT Pelni tersebut. "Karena kita ini bermitra dengan BPK, ada beberapa catatan kami tentang temuan BPK ini saya mempertanyakan apakah sudah selesaikan apa belum tentang dugaan korupsi asuransi perkapalan ini," kata Fauzi ketika dikonfirmasi, Kamis (08/08/2024).
Fauzi menyatakan bahwa dugaan korupsi asuransi fiktif yang merambah PT Pelni itu sudah terjadi sejak tahun 2015-2022. "Tentang dugaan korupsi asuransi perkapalan ini, temuan BPK di tahun 2015-2022 dan kasus ini juga belum selesai," ungkapnya.
Dalam RDP sebelumnya, Fauzi sempat mempertanyakan kepada Dirut PT Pelni, apakah dugaan kasus korupsi yang tengah diusut oleh KPK itu akan berdampak pada Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT Pelni. "Nah apakah ini akan berimplikasi terhadap PMN ke depan bisa dijawab oleh pihak Pelni sendiri Tapi kalau dari komisi XI dari sisi keuangannya, temuan BPK wajib untuk diselesaikan apapun ceritanya kalau gak segera dibereskan ini akan berurusan dengan APH," tegasnya.
Tiki-taka Bancakan Agent Fee
Zulchaibar, salah seorang tersangka yang ditemui law-justice menceritakan sejumlah fakta menarik di balik kasus yang dialaminya. Zulchaibar yang menjabat komisaris di perusahaannya mengaku ditawari menjadi agen asuransi perkapalan milik Pelni dengan durasi lima tahun (2015-2020). Dia menerima kesepakatan pengalihan asuransi dengan fee agen sebesar 5% dari total komisi yang diterima Jasindo dari Pelni. “Jadi saya dapat fee Rp 350 juta. Kalau dihitung cuma Rp 2 jutaan per bulan dari fee asuransi ini,” kata dia.
Relasi bisnis proyek asuransi ini dilanjutkan dengan percakapan di email seusai pertemuan awal 45 menit itu. Zulchaibar masih ingat sejumlah cek keluar dari Jasindo dengan total lebih dari Rp5 miliar atau lebih besar dari fee yang dia terima. Dia masih mempertanyakan komisi yang diterima Jasindo dan sejumlah uang yang diterima direktur Nusantara Proteksi Mandiri. “Sisa (dari fee saya dalam Rp5 M) dipegang oleh direktur kami dan dibawa kemana-kemana uangnya,” ujarnya.
Pembayaran fee agen ini lah yang sedang disidik KPK. Dalam surat perintah penyidikan yang diterbitkan KPK pada Januari dan September 2023.
Zulchaibar berkisah, dia bersama Direktur Utama PT Nusantara Proteksi Mandiri mendatangi kantor Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) pada 2015 silam. Kedatangan mereka seusai Zulchaibar menerima instruksi melalui telepon dari teman lamanya yang menjabat Kepala Keuangan Jasindo yang ingin bicarakan pengalihan asuransi BUMN PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Pertemuan yang berlangsung 45 menit itu dan segala kesepakatannya menjadi awal kronologi sebagai titik masuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus korupsi yang diduga melibatkan petinggi Jasindo, Pelni dan pihak agen dalam penanganan asuransi di Pelni.
Selain Zulchaibar dan Dirut Nusantara Proteksi, pertemuan puluhan menit itu dihadiri pula oleh Eko Yuni Triyanto, Manajer Manajemen Resiko Biro Enterprise Risk Management dan Litbang PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) dan Yohanes Priyo Irianto yang berstatus Direktur PT Inovasi Vahana Indonesia. Zulchaibar mengatakan, setibanya di kantor Jasindo, dia disodorkan lembar cek dan akta notaris soal pengalihan penanganan asuransi untuk Pelni, yang semulanya digarap PT Catur sebagai agen.
“Karena sebelumnya ada PT Catur sebagai agen juga, tapi karena direkturnya sakit, lalu dialihkan kepada kami. Inisiatornya dari Jasindo semuanya. Saya hanya tanda tangan cek uang keluar. Karena alurnya dari Pelni masuk Jasindo dan dari Jasindo--fee masuk ke kami,” kata Zulchaibar kepada Law-justice, Jumat (9/8/2024).
Zulchaibar tak menyangka pertemuan dengan Kepala Keuangan Jasindo dan kerja sama penanganan asuransi Pelni dengan fee ratusan juta itu membuat dirinya menjadi tersangka dalam kasus ini. Zulchaibar mengaku sudah empat kali diperiksa KPK setelah berstatus tersangka. Kantornya yang berlokasi di kawasan Gandaria, juga telah digeledah. Penyidik menyita sejumlah dokumen terkait asuransi Pelni dan ponsel Zulchaibar. “Saya enggak merasa bersalah, kok hanya begitu saja saya jadi tersangka. Dikatakan (penyidik KPK) korupsi karena fiktif. Saya heran juga fiktif karena ada PKS (perjanjian kerja sama) dengan Jasindo,” tuturnya.
Zulchaibar mengklaim tidak ikut merencanakan proyek pengalihan asuransi Pelni. Sebab semua diatur sedemikian oleh Jasindo termasuk soal pembagian komisi dan fee perusahaannya sebagai agen. “Kami seolah-olah dipinjam benderanya saja oleh Jasindo. Baru tahu sekarang saya salah itu bisnisnya. Saya tanya ke KPK, apa dasarnya. Saya dituding ikut terlibat membantu korupsi,” katanya.
Membaca Modus Agen Fiktif
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, pola dari tindak pidana korupsi terkait asuransi di Jasindo ialah dengan membukukan penutupan asuransi secara langsung tanpa perantara dengan menggunakan agen fiktif. “Agen fiktif itu seolah-olah penutupan asuransi melalui agen kemudian dalam pos keagenan itu lah komisi timbul dan kemudian dibagi ke petinggi Jasindo dan pihak-pihak yang memberikan bisnis itu kepada Jasindo,” kata Irvan kepada Law-justice, Jumat.
Kata Irvan, kerja sama melibatkan antara pihak direksi dan kepala divisi atau cabang Jasindo dengan pihak ketiga atau pemberi bisnis ke Jasindo yang juga melibatkan agen. Keterlibatan agen ini yang menurutnya tidak perlu dilakukan karena dalam UU Asuransi agen hanya mewakili perusahaan asuransi. “Namun kemudian dibuat seolah-olah ada wadah berupa agen untuk bisa mengeluarkan komisi itu. Sejatinya agen itu mewakili perusahaan asuransi bukan untuk mewakili nasabah. Namun demi mendapatkan komisi kepada pihak yang bekerjasama memberi bisnis, maka dibuatlah agen fiktif,” katanya.
“Karena agen itu kan penghasilannya dari komisi dan komisi itu bisa diberikan kalau ada wadah atau bentuk bisnis melalui agen. Jadi kerja samanya antara pihak asuransi dan pihak pemberi bisnis dan membentuk agen siluman,” ia menambahkan.
Irvan mengatakan, celah korupsi dalam sektor asuransi memanfaatkan kelemahan sisi administrasi dan regulasi. “Mereka direksi melihat ada peluang untuk membuat suatu penutupan tidak secara langsung sehingga melalui agen. Celah itu kalau ada peluang dari peraturan. Kan sampai sekarang aturannya bahwa agent harus terdaftar di OJK, tapi agen banyak yang belum terdaftar. Misconduct dan misselling yang dilakukan oleh agen belum ada hukuman dan itu salah satu celah yang dimanfaatkan,” katanya.
Lain itu, katanya, potensi fraud bisa terjadi dalam proses pembauatan premi. Pembukuan premi dan asuransi kredit dengan tenor panjang yang biasanya menjadi lahan basah di level direksi. “Fraud dan moral hazard dalam bentuk lain yang ada di Jasindo misalnya membukukan premi dari pos asuransi kredit yang bersifat jangka panjang namun dibukukan sekaligus di depan dan tidak dibentuk cadangan atau tidak dibentuk reasuransi. Motifnya premi ini sangat besar sehingga menghasilkan keuntungan besar kepada direksi. Jadi di Jasindo juga terjadi penggelembungan premi tanpa membentuk cadangan atau reasuransi sehingga menghasilkan laba besar bagi direksi,” katanya.
Menurutnya, kinerja keuangan Jasindo sedang tidak baik-baik saja jika melihat tren risk based capital (RBC) yang sempat minus. Meski teranyar sudah positif, Irvan mewanti-wanti perbaikan RBC lantaran aksi korporasi yang bersifat anorganik. “RBC jasindo minus dan sekarang plus tapi itu bukan karena suntikan modal tapi aksi korporasi yang sifatnya anorganik yaitu menjual aset aset perusahaan dan divestasi besar di anak perusahaan,” kata mantan Dirut Jasindo periode 2001 ini.
Minusnya RBC Jasindo, diyakini Irvan karena dampak korupsi direksinya yang memanfaatkan pengalihan asuransi dengan menggunakan agen. Menurutnya penggunaan agen dalam penutupan asuransi BUMN, misalnya, tidak diperlukan karena sejak 2005 telah ada sinergi antar-BUMN. “Antara BUMN sudah ada sinergi. Seharusnya tidak diperlukan agent karena agent itu jadi beban biaya,” katanya.
Irvan Rahardjo, Pengamat Asuransi. (Wahananews)
Dalam informasi yang dihimpun law-justice, salah seorang yang telah dimintai keterangan oleh KPK dalam kasus ini adalah Direktur Pengembangan Bisnis, Diwe Novara. Saat dikonfirmasi soal kasus ini, Diwe enggan berkomentar dan lebih memilih mengalihkannya ke humas korporasi. Sekretars Perusahaan Jasindo, Brellian Gema pun menjawab secara normatif soal keterlibatan direksi Jasindo dalam kasus korupsi ini. Dia tak menjawab jelas bagaimana penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam tata kelola manajemen perusahaan.
“Perusahaan dipastikan sangat kooperatif dan juga terus berkoordinasi dengan pihak berwajib terkait proses hukum tersebut. Ini bagian dari komitmen perusahaan terkait antikorupsi. Perlu diketahui, perusahaan telah menerapkan ISO 37001:2016 terkait Sistem Manajemen Anti-Suap,” kata dia kepada Law-justice, Kamis (8/8/2024).
“Perusahaan telah melakukan transformasi sejak 2021 di segala lini, baik bisnis maupun tata kelola. Sehingga, perusahaan juga memastikan bahwa proses hukum ini tidak akan menganggu operasional dan kegiatan perusahaan,” imbuhnya.
Senada, Indonesia Financial Group (IFG), selaku holding dari Jasindo, juga tidak banyak komentar soal kasus korupsi ini. “IFG selalu mendorong anggota holding untuk mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang prudent sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan mandat IFG untuk melakukan penguatan dan perbaikan di sektor asuransi, termasuk membenahi fokus dan model bisnis anggota holding demi pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan,” kata Sekper IFG, Oktarina Sistha kepada Law-justice, Kamis (8/8/2024).
PMN Jangan Jadi Penambal Dosa (Korupsi) Masa Lalu
Di penghujung masa kekuasaan Presiden Joko Widodo publik disuguhi pemandangan di mana sejumlah BUMN berbondong-bondong mengusulkan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk tahun 2024 dan 2025 kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu RI). Alasannya, PMN diperlukan untuk menjalankan penugasan dari pemerintah. Adapun PMN yang diusulkan Kementerian BUMN untuk beberapa BUMN tersebut nominalnya mencapai Rp 44,24 triliun. Dari usulan nominal tersebut beberapa BUMN yang diusulkan untuk mendapatkan PMN salah satunya adalah PT Pelni (Persero) yang mengajukan PMN sebesar Rp2,5 triliun.
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit beberapa BUMN yang sedang dalam masalah salah satunya adalah PT Pelni dan Jasindo. Setelah pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN) tunai dan non tunai pada APBN tahun anggaran 2024 disetujui oleh Komisi XI DPR RI, Hendrawan menyebut bila ada dorongan untuk dilakukan audit pada BUMN merupakan hal yang wajar.
Menurutnya hal tersebut adalah sebuah harapan supaya PMN bisa digunakan lebih akuntabel dan berdaya guna. Sehingga permasalahan yang terjadi di kedua BUMN tersebut bisa segera diselesaikan. Hendrawan mengatakan permasalahan yang ada saat ini sebenarnya sederhana, jangan sampai PMN ini digunakan untuk menutupi kesalahan manajemen di masa lalu. Hal tersebut sangat berbahaya karena ada dugaan potensi munculnya kongkalikong yang ujungnya merugikan kinerja perusahaan.
“Jangan sampai PMN digunakan untuk menutupi mismanajemen di masa lalu, atau praktik kongkalikong yang ujungnya merugikan kinerja perusahaan dan keuangan negara,” kata Hendrawan kepada Law-Justice, Selasa (06/08/2024).
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno. (DPR)
Menyikapi fenomena tersebut Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengatakan, pemberian PMN sesungguhnya tidak membuat kinerja BUMN jadi lebih baik dalam prakteknya. Berkaca pada kasus Pelni dan Jasindo, Darmadi menyebut bila PMN pada hakikatnya justru menghambat tumbuh kembangnya ruang kreasi dan inovasi di tubuh BUMN-BUMN itu sendiri.
Darmadi juga menilai jika BUMN terus mengiba untuk mendapatkan PMN dengan alasan untuk ekspansi bisa dipastikan kondisi tersebut justru akan kontraproduktif. “Kebiasaan demikian sebenarnya justru menutup peluang BUMN itu sendiri dalam mendapatkan ceruk pasar yang justru terbuka lebar di era globalisasi seperti saat ini. Yang jelas BUMN akan stagnan karena tidak punya keinginan masuk dalam arena kompetisi pasar karena terus dimanjakan dengan adanya PMN. Jika mental ini terus hidup di tubuh BUMN pasti kinerja mereka akan terus merosot,” kata Darmadi ketika dikonfirmasi, Jumat (09/08/2024).
Selain itu, kata dia, tata kelola manajemen yang kurang kredibel juga menjadi salah satu faktor di mana penggunaan PMN kerap mengalami inefisiensi dalam prakteknya. Kasus yang terjadi pada Pelni dan Jasindo, menurutnya harus menjadi contoh bila alokasi PMN harus sesuai dengan peruntukannya supaya tidak merugikan keuangan negara. “Berdasarkan catatan kami, dana PMN yang digelontorkan selama ini banyak yang tidak sesuai dengan peruntukannya, bahkan cenderung merugikan keuangan negara. Ini semua terjadi imbas tidak adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan PMN selama ini,” urainya.
Darmadi juga mengungkapkan, selama ini keterbukaan dan akuntabilitas belum menjadi pedoman yang jelas bagi BUMN-BUMN yang ada utamanya pasca mereka mendapatkan PMN. “Ketika mereka mendapatkan PMN biasanya mereka enggan mengungkap secara transparan kepada publik terkait untuk apa saja penggunaan PMN itu. Wajar jika publik ragu, distrust dan sinis tentang efektivitas penggunaan dana PMN oleh BUMN. Publik juga meragukan apakah PMN yang digelontorkan bisa berkontribusi terhadap perekonomian nasional di tengah masih banyaknya penyakit moral hazard di tubuh BUMN selama ini,” sindir Politikus PDIP itu.
Selain sejumlah persoalan di atas, Darmadi juga tak memungkiri, penggunaan PMN jadi tidak efisien selama ini karena adanya pengaruh atau cawe-cawe kepentingan politik tertentu. “Dan ini tak bisa dipungkiri. Kepentingan politik tertentu yang ikut cawe-cawe tersebut biasanya menyelundupkan sejumlah kepentingan mereka dengan dibungkus program untuk kemudian program selundupan itu mereka salurkan ke spot-spot di mana mereka punya kekuasaan dominan di spot-spot itu. Ini yang membuat penggunaan PMN jadi runyam karena banyak terjadi conflict of interest di dalamnya,” ungkap dia.
Padahal, kata dia, praktek semacam itu (jika kepentingan politik ikut cawe-cawe) bisa mengaburkan penggunaan PMN untuk BUMN nantinya. “Alokasi PMN jadi bancakan semata ujungnya. Karena kebijakan yang dibuat tidak base on pada kriteria bisnis yang terukur dan memadai. PMN hanya sekedar bagi-bagi kue antara kepentingan politik tertentu dengan eksekutor (BUMN penerima PMN),” sindirnya.
Darmadi mengingatkan, sebelum PMN diberikan kepada BUMN yang mengusulkan, alangkah baiknya kinerja operasional mereka dipastikan dalam kondisi optimal. “Sebab jika penggunaan PMN tidak dibarengi dengan keinginan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional, uang milik rakyat tersebut dipastikan akan menguap begitu saja,” tandasnya.
Oleh karenanya, menurut dia, perlu pendekatan yang komprehensif agar PMN yang diberikan berdampak positif terhadap pembangunan dan perekonomian nasional. “Salah satu pendekatan yang perlu dilakukan di antaranya soal transparansi tata kelola BUMN dan akuntabilitas dalam penggunaan PMN,” ucapnya.
Selain itu, kata dia lagi, BUMN juga perlu didorong untuk melakukan terobosan-terobosan dalam mencari sumber-sumber pembiayaan dari pasar agar tidak terus bergantung kepada skema pembiayaan dari keuangan negara. “Bukankah BUMN dirancang untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan memberikan manfaat kesejahteraan bagi rakyat. Buat apa ada BUMN jika dalam prakteknya hanya merengek dan memberatkan keuangan negara yang bersumber dari rakyat,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pelni Tri Andayani mengungkapkan ada 12 kapal Pelni, yang telah melewati batas usia operasi. Perusahaan membutuhkan dana Penyertaan Modal Nasional (PMN) sekitar Rp1,5 triliun untuk pengadaan satu kapal penumpang baru. Karenanya, PMN yang diberikan disebut bakal mendukung pengadaan kapal baru. Tri juga memastikan Pelni terbuka melakukan pengadaan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Rencananya, PMN usulan pemerintah sebesar Rp500 miliar akan digunakan untuk pengadaan satu kapal baru, menggantikan satu kapal yang telah melewati batas usia operasi. Total kapal yang telah melewati usia operasi itu setara 46% dari total kapal yang dimiliki Pelni, yakni sebanyak 26 kapal penumpang. Penggantian kapal tua itu, kata Tri, dinilai perlu untuk meningkatkan efisiensi serta meningkatkan keamanan dan kenyamanan penumpang.
"Makin bertambah umur teknis kapal, tentu akan memberikan dampak risiko yang semakin meningkat pada aspek keselamatan dan dampak inefisiensi yang semakin meningkat pada aspek operasional dan aspek teknis yang pada akhirnya meningkatkan beban PSO (Public Service Obligation) bagi pemerintah" kata Tri melalui keterangan yang diterima Law-Justice, Rabu (07/08/2024).
Terkait dengan kasus Pelni dan Jasindo yang sedang ditangani KPK, Kepala Kesekretariatan Perusahaan Pelni Evan Eryanto mengatakan pihaknya siap mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK. "Kami sepenuhnya mendukung dan siap bekerja sama dengan KPK untuk menegakkan hukum sebagaimana yang berlaku di negara ini," kata Evan dalam keterangannya yang diterima Law-Justice, Rabu (07/08/2024).
Evan menambahkan PELNI sebagai BUMN mengedepankan integritas dan profesionalisme dalam menjalankan bisnis. Karenanya, diharapkan seluruh pegawai PELNI memiliki mental yang positif dan menghindari praktik negatif yang bertentangan dengan hukum. "Untuk menegakkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), PELNI telah memiliki pedoman pencegahan korupsi, antara lain pedoman pelaporan pelanggaran (whistleblowing system), pedoman pengendalian gratifikasi dan unit pengendalian gratifikasi," tutupnya.
Penegakan hukum yang dilakukan KPK terhadap dugaan kpru[psi dengan modus agen fiktif ini mesti tuntas. Sebab, tak menutup kemungkinan praktik ini masih berlangsung, mengingat modus ini tergolong klasik, hanya saja para pelakunya lebih canggih memodifikasinya. Selain itu, industri asuransi di BUMN juga tecatat sebagai salah satu ladang emas korupsi dengan sejumlah kasus mega korupsi. Ambil saja contoh kasus Jowasyara yang merugikan negara Rp 23 triliun.
Lebih-lebih, dalam catatan law-justice, kejahatan korupsi di BUMN sektor asuransi merupakan kasus kambuhan. Dalam interval waktu tertentu, kejadiannya berulang. dengan nilai, lagi-lagi, yang tidak kecil. Beban pengawasan kini semakin berat, sebab sejumlah BUMN Asuransi kini bernaung dalam entitas holding Indonesia Finance Group (IFG). IFG menjadi holding asuransi sejak tahun 2020 dengan lead holding BPUI (PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia). Dalam proses holding yang tergolong sangat singkat ini, publik minim informasi tentang prosesnya. Termasuk, tidak ditemukan informasi publik terkait due dilligent dari masing-masing BUMN Asuransi yang bergabung dalam IFG.
Di akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo, BUMN sektor asuransi mesti berani bersih-bersih untuk memastikan tidak lagi menjadi sarang korupsi. Di sisi lain, pemerintah selayaknya meminta BPKP untuk mengaudit secara komprehensif industri ini.
Rohman Wibowo
Ghivary Apriman
Komentar