Rupiah Anjlok, BI Diprediksi Gelontorkan USD 10 Miliar

Rabu, 17/04/2024 20:37 WIB
Nilai tukar rupiah di pasar spot masih melanjutkan pelemahan pada hari ini. Rabu (17/4), rupiah spot ditutup di level Rp 16.220 per dolar Amerika Serikat (AS). Pergerakan rupiah sepanjang hari ini masih melemah. Bahkan, rupiah sempat mencapai titik terendah dalam 4 tahun usai berada di level Rp 16.265 per dolar AS. Robinsar Nainggolan

Nilai tukar rupiah di pasar spot masih melanjutkan pelemahan pada hari ini. Rabu (17/4), rupiah spot ditutup di level Rp 16.220 per dolar Amerika Serikat (AS). Pergerakan rupiah sepanjang hari ini masih melemah. Bahkan, rupiah sempat mencapai titik terendah dalam 4 tahun usai berada di level Rp 16.265 per dolar AS. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Implikasi geopolitik yang terjadi antara Iran dengan Israel menjadi satu di antara sentimen yang membuat nilai tukar rupiah anjlok. Per Rabu (17/4/2024) sore, nilai tukar rupiah melemah melemah 0,28 persen ke Rp16.220 per dolar AS. Kata Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, Bank Indonesia (BI) diprediksi bakal menggelontorkan USD 10 miliar dari cadangan devisa untuk intervensi rupiah sebagai kebijakan moneter.

"Kalau menggunakan cadev itu bisa USD 10 miliar untuk melakukan stabilisasi kurs agar berada di bawah Rp 15.700 per USD," kata Bhima, sebagaimana dikutip Kumparan pada Rabu (17/4).

Bima menjelaskan, intervensi moneter tersebut sangat berat. Untuk itu, Bhima menyarankan pemerintah membuat kebijakan dan stimulus guna menjaga fundamental rupiah.

Pertama, memperbesar porsi Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang dikonversi ke dalam rupiah. Sebab, ada tiga komoditas unggulan yang dimiliki Indonesia saat ini.

"Saya melihat tiga komoditas yang paling diuntungkan saat ini sawit, karet, dan minyak. Hasil ekspor tadi harus lebih banyak dikonversi ke rupiah untuk memperbaiki kurs karena harga internasional mereka naik," tutur Bhima.

Kedua, Bhima menyarankan pemerintah mengurangi impor bahan pangan, elektronik, dan bahan konsumsi. "Kemudian, kebijakan stimulus fiskal pada usaha berorientasi ekspor. Nah dengan cara itu jadi bisa stabil rupiahnya," ujar Bhima.

Sedangkan, Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pelemahan rupiah terjadi karena tensi geopolitik Iran-Israel yang memanas, serta informasi tentang Bank Sentral AS, The Fed yang menunda penurunan suku bunga.

Kedua sentimen tersebut membuat rupiah melemah dan indeks dolar menguat. Hal itu semakin diperparah dengan adanya libur nasional Idul Fitri.

"Nah, pas dolar menguat, kita lagi libur nasional Idul Fitri 2 minggu. Akhirnya Indonesia tidak bisa menekan penguatan indeks dolar. Jadi wajar kalau rupiah di saat libur nasional sudah di Rp 16.200 per USD," ungkap Ibrahim.

"Nah barulah di Selasa, Rabu ini BI melakukan intervensi. Kemungkinan rupiah akan menguat di bawah Rp 16 ribu pada Jumat," tambahnya.

Ibrahim melanjutkan, BI memiliki anggaran sebesar USD 12 miliar per tahun untuk melakukan intervensi di pasar.

"BI sendiri menyiapkan dana USD 12 miliar untuk melakukan intervensi di pasar," kata Ibrahim.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Edi Susianto, menjelaskan anjloknya rupiah dipengaruhi oleh memanasnya konflik antara Iran dan Israel.

Selama periode libur lebaran, terdapat perkembangan di global salah satunya rilis data fundamental US makin menunjukkan bahwa ekonomi US masih cukup kuat seperti data inflasi dan retail sales yang berada di atas ekspektasi pasar.

"(Rupiah melemah karena) memanasnya konflik di timur tengah khususnya konflik Iran-Israel," kata Edi.

Edi menjelaskan, kedua sentimen global tersebut menyebabkan menguatnya potensi risk off atau perubahan dalam aktivitas investasi dalam merespons pola ekonomi global. Sehingga mata uang negara berkembang khususnya Asia mengalami pelemahan terhadap USD.

Katanya, BI akan melakukan tiga langkah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pertama, menjaga keseimbangan supply dan demand valas di market melalui triple intervention, khususnya di spot dan DNDF.

Kedua, meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong capital inflow. Misalnya melalui daya tarik SRBI dan hedging cost.

"Terakhir, kami akan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder terkait, seperti dengan pemerintah, Pertamina dan lainnya," kata Edi.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar