Tim Hukum Amin: Pengkhianatan Konstitusi Pilpres Terbukti di MK

Selasa, 16/04/2024 18:55 WIB
Ari Yusuf Amir -  Ketua Tim Hukum Nasional AMIN. (ist)

Ari Yusuf Amir - Ketua Tim Hukum Nasional AMIN. (ist)

law-justice.co - Sidang Perselisihan Hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dihujani berbagai pembuktian yang menguatkan seluruh dalil yang diajukan oleh Tim Hukum Amin (Anies - Muhaimin) pasangan capres No. 01. Hal itu membuktikan bahwa dugaan kecurangan yang dilakukan paslon 02 dalam bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi jelas terbukti.

Hal tersbeut disampaikan  Ari Yusuf Amir, Ketua Umum Tim Hukum AMIN. Dia menilai pengkhianatan tersebut membuat asas-asas pemilu khususnya asas bebas, jujur dan adil sebagai amanat Pasal 22E ayat (1) terberangus dalam pilpres 2024. Demokrasi di Indonesia pun terancam diujung tanduk.

Dalam persidangan di MK, Ari menyatakan timnya mampu membuktikan secara gamblang berbagai kecurangan. “Mulai dari tidak sahnya pendaftaran Paslon 02, lumpuhnya independensi penyelenggara Pemilu di hadapan penguasa, terjadinya sikap & perilaku nepotisme dari lembaga kepresidenan yang menguntungkan Pasangan Calon 02,” ungkap Ari dalam keterangan tertulis, Selasa (16/4/2024). Dia menambahkan, pengangkatan penjabat kepala daerah secara masif dan ditujukan untuk pemenangan Paslon 02, penjabat kepala daerah yang menggerakkan struktur di bawahnya, keterlibatan aparat negara, pengerahan kepala desa dan perangkat desa, dan politisasi Bansos serta beberapa pelanggaran prosedur dan kecurangan melalui sistem IT Pemilu.

Kemampuan Tim Hukum Amin membuktikan seluruh dalil yang diajukan dihadapan persidangan, akan memudahkan MK sebagai the safeguard of democracy untuk memutus mata rantai kecurangan yang bersifat terukur dan spesifik tersebut agar daulat rakyat dalam proses demokrasi dimuliakan dalam Pilpres. MK tentu akan bertindak melalui putusannya untuk menegakkan keadilan substantif (substantive justice) yang diirobek-robek oleh Paslon 02.

Ari juga mengungkapkan, dalam beberapa putusan MK pada pemilukada, terhadap calon yang tidak sah/atau tidak memenuhi syarat, MK secara tegas mendiskualifikasi dan membatalkan keputusan KPU yang memenangkan calon tersebut. MK kemudian memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang, tanpa diikuti calon yang tidak memenuhi syarat tersebut.

Sebagaimana dalam putusan No. 145/PHP.BUP-XIX/2021 pada pemilukada Kabupaten Yalimo, Putusan No. 132/PHP.BUP-XIX/2020 pada Pemilukada Boven Digoel, Putusan No. 57/PHPU.D-VI/2008 pada pemilukada Bengkulu Selatan, Putusan No. 12/PHPU.D-VIII/2010 pada Pemilukada Tebing Tinggi. Keempat putusan tersebut secara tegas menyatakan, tidak terpenuhinya syarat pencalonan mengakibatkan dibatalkannya pencalonan meskipun proses pemungutan suara sudah selesai.

Beberapa putusan tersebut, sejatinya menjadi yurisprudensi MK dalam menangani perselisihan hasil Pemilu. Mengingat keduanya (pilpres dan pilkada) sama-sama bagian dari rezim pemilu.

Sebagaimana Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022 yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara rezim pemilihan umum kepala daerah dengan pemilihan umum anggota legislatif serta pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

“Kini, di Pundak MK pengkhianatan terhadap konstitusi dalam pilpres 2024 ini akan diputus,” pungkasnya.

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar