Kejagung Sebut Kerugian Korupsi Timah Rp271 T, Ini Hitungannya

Sabtu, 06/04/2024 14:51 WIB
Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. (Foto: LAW JUSTICE/Amelia Rahima Sari).

Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. (Foto: LAW JUSTICE/Amelia Rahima Sari).

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung memberikan penjelasan mengenai kerugian besar akibat kasus dugaan korupsi tata niaga di PT Timah Tbk. (TINS). Kasus yang menyeret suami Sandra Dewi, Harvey Moeis disebut-sebut merugikan negara hingga Rp 271 triliun.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan, besaran angka tersebut belum pasti.

"Kemarin angka Rp 271 triliun itu masih kotor perhitungannya. Hasil konsultasi teman-teman penyidik dengan BPKP, dan ahli ekonomi, ekologi, dan lingkungan. (Angka kerugiannya) bisa lebih tinggi dan lebih rendah," ungkapnya saat ditemui di kantornya, dikutip Sabtu (6/4/2024).

Ketut menjelaskan, saat ini tim penyidik Kejagung sedang menghitung dan melakukan koordinasi dengan BPKP dan tim ahli terkait. Artinya, kerugian negara yang diakibatkan oleh hasil korupsi bisa lebih tinggi atau lebih rendah.

"Sedang dilakukan perhitungan, konsultasi dan diskusi dan formulasi seperti apa," jelasnya.

Ketut menjabarkan lebih jauh, kerugian sebesar Rp 271 triliun tersebut merupakan perhitungan kerugian ekosistem yang mengacu berbagai aspek. Sebab, para pelaku korupsi melakukan eksplorasi tambang timah secara ilegal. Angka tersebut juga memperhitungkan dampak kerusakan lingkungan yang begitu masif dan luas.

"Kemudian (ada) dampak sosial dan ekologinya seperti apa, (kerugian) masyarakat di sekitarnya juga kita pertimbangkan, karena sudah tidak bisa lagi melakukan upaya-upaya pertanian nelayan, itu diperhitungkan," sambungnya dilansir dari CNBC Indonesia.

Selain itu, juga mempertimbangkan dampak reboisasi. Sebab, untuk memperbaiki lahan yang sudah rusak memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang banyak.

"Ini juga kita jadi bahan pertimbangan. Enggak bisa melakukan reboisasi lingkungan 1-2 tahun enggak bisa. Ini butuh waktu yang panjang sehingga bisa ditempati kembali seperti habitat sebelumnya," ungkapnya

Ketut menegaskan, angka yang dikeluarkan oleh tim penyidik bukan hanya kerugian negara yang riil melainkan juga dampak kerugian perekonomian negara.

"Artinya bisa lebih dan bisa kurang, masih diformulasikan," pungkasnya.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar