Jika Kredit KPR Macet, Apakah Debitur Bisa Dipidanakan oleh Bank

Minggu, 31/03/2024 00:07 WIB
Ilustrasi rumah subsidi Kredit Rumah KPR BTN. Robinsar Nainggolan

Ilustrasi rumah subsidi Kredit Rumah KPR BTN. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Banyak cara model pembayaran membeli rumah, dari tunai hingga kredit dengan tenor sesuai kemampuan. Namun, bagaimana bila kredit macet? Apakah konsumen bisa dipidana oleh bank? Apakah urusan saya dengan bank bisa selesai dan apakah bank bisa melakukan tuntutan pidana kepada saya?

Sehubungan dengan ketidakmampuan pembayaran cicilan KPR (kredit macet) Saudara sebagaimana pertanyaan di atas, akan kami sandarkan kepada pendapat Drs Muhamad Djumhana, SH, dalam bukunya berjudul `Hukum Perbankan di Indonesia`, yang mengatakan bahwa mengenai kredit bermasalah dapat dilakukan penyelesaian secara administrasi perkreditan dan terhadap kredit yang sudah pada tahap kualitas macet, maka penanganannya lebih ditekankan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian kelembagaan hukum (penyelesaian melalui jalur hukum).

Yang dimaksud dengan pemakaian kelembagaan hukum (penyelesaian melalui jalur hukum), yaitu bahwa prosedur hukum atas barang jaminan berupa tanah mengacu kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UU 4/1996).

Pasal 1 Ayat (1) (UU 4/1996) menyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Bank selaku pemegang Hak Tanggungan berhak menjual obyek Hak Tanggungan untuk mengambil pelunasan piutang apabila debitur (Saudara) cedera janji. Hal ini sesuai sebagaimana ketentuan Pasal 6 UU 4/1996 yang menyatakan bahwa apabila debitur cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Tanah yang dibebankan oleh Hak Tanggungan, akan mendapat Sertipikat Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dengan irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Dengan demikian, Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial, yang berarti tidak diperlukan adanya gugatan ke Pengadilan terlebih dahulu untuk mengeksekusinya apabila debitur cedera janji.

Sehubungan dengan eksekusi Hak Tanggungan, hal tersebut diatur di dalam ketentuan Pasal 20 UU 4/1996, yang menentukan cara-cara eksekusi Hak Tanggungan yaitu:

1. Pelelangan Umum dengan Parate Eksekusi, yakni dilaksanakan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan dan memiliki kekuatan yang dipersamakan dengan putusan Pengadilan;

2. Pelelangan Umum dengan Fiat Pengadilan, yakni melalui permohonan eksekusi ke Pengadilan yang nantinya Pengadilan akan mengeluarkan penetapan guna menjadi alas hak untuk dapat melakukan eksekusi;

3. Penjualan di bawah tangan, yakni penjualan berdasarkan kesepakatan para pihak (pemberi dan pemegang Hak Tanggungan) dengan tujuan untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi yang dapat menguntungkan semua pihak.

Apabila Saudara sudah dinyatakan wanprestasi oleh Bank karena tidak melaksanakan pembayaran kredit sebagaimana yang diperjanjikan (kredit macet), maka kreditur mempunyai hak untuk melakukan eksekusi atas barang jaminan yang diberikan, yaitu melalui proses lelang. Sepanjang sudah dinyatakan lalai (wanprestasi) melalui sutau surat peringatan tertulis (somasi), maka tanpa perlu menunggu sekian waktu tertentu, kreditur dapat langsung mengajukan permohonan lelang sebagai bagian dari tahap eksekusi barang jaminan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.06/2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PMK 213/2020), yang dimaksud dengan lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.

Menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (5), (6), (7), dan (8) PMK 213/2020, terdapat beberapa jenis lelang, yaitu :

• Lelang Eksekusi adalah Lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/ atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan;
• Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan melalui Lelang;
• Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela;
• Lelang Noneksekusi Sukarela Terjadwal Khusus yang selanjutnya disebut dengan Lelang Terjadwal Khusus adalah Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak yang waktu pelaksanaannya ditentukan oleh Penyelenggara Lelang secara tertentu, rutin, dan terencana.

Sepanjang semua prosedur hukum atas kredit kepemilikan rumah beserta barang jaminan yang dilaksanakan antara bank dengan Saudara sudah dilangsungkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pertanggungjawaban Saudara selaku debitur hanya sebatas keperdataan saja tanpa ada pertanggungjawaban secara pidana di dalamnya.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar