Dampak La Nina Akan Membuat Harga Gabah Anjlok

Rabu, 27/03/2024 21:59 WIB
Petani sedang merontokkan gabah saat panen padi di Serang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (1/7).  Kementerian Pertanian mencegah alih fungsi lahan pertanian dengan naskah Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mengatur lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Indonesia. Robinsar Nainggolan

Petani sedang merontokkan gabah saat panen padi di Serang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (1/7). Kementerian Pertanian mencegah alih fungsi lahan pertanian dengan naskah Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mengatur lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Indonesia. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian menjelaskan La Nina akan menjadi tantangan bagi sektor pertanian, utamanya bagi komoditas hortikultura. 

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa La Nina diperkirakan akan muncul mulai Juli 2024. 

"Ketika banjir, tanaman padi yang terendam lebih dari 3 hari, kualitasnya akan turun. Rendemennya bisa hilang hingga separuhnya. Ini akan menurunkan harga gabah," kata Eliza.

Eliza juga memprediksi bahwa bakal terjadi penurunan produksi untuk komoditas beras. Karena sejumlah sentra produsen beras mengalami kebanjiran. "Namun, di sisi lain karena sejumlah sentra produksi beras mengalami banjir, maka diproyeksikan terjadi penurunan produksi," sambungnya.

Lebih lanjut, krisis produksi juga bakal berpengaruh terhadap komoditas cabai dan bawang merah yang pada musim hujan akan mudah terkena hama dan penyakit serta pembusukan. "Sehingga itu akan mengganggu supply," lanjutnya.

Menurutnya, sistem pertanian Indonesia kurang responsif terhadap perubahan iklim. Ia menyayangkan belum adanya strategi menyeluruh untuk mitigasi dampak perubahan iklim ini. "Beberapa daerah itu banjir karena irigasinya mengalami pendangkalan," ungkapnya.

Sejauh ini, kata dia, jika melihat dari sisi anggaran untuk pertanian cerdas iklim misalnya, kementerian pertanian dengan segala keterbatasan anggarannya hanya mampu menganggarkan rata-rata hanya Rp 241,73 miliar pada 2018-2020. 

"Kementerian Pertanian pun tidak masuk 10 besar K/L dengan anggaran terbesar. Anggaran dan fisik untuk irigasi pun tahun 2023 itu dikisaran Rp 1,69 triliun. Kecilnya anggaran yang harus terbagi di berbagai daerah ini tidak bisa mendongkrak perbaikan sistem irigasi yang sudah rusak," tegasnya dilansir dari Kontan.

Di sisi lain, Eliza membandingkan dampak yang akan terjadi ketika fenomena La Nina itu datang kembali seperti tahun 2011 silam.

Kata dia, tahun 2011 itu pernah terjadi La Nina yang kuat sehingga menyebabkan banjir dan merebaknya hama penyakit. 

"Kala itu turun produksi padi sebesar 10,5%. Kita mengimpor beras sebesar 2,75 juta ton. Namun La Nina saat ini tidak sekuat tahun 2011. Dan April nanti sudah memasuki fase awal kemarau," pungkasnya.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar