OJK Beberkan Rencana Pajak Investasi Kripto

Selasa, 26/03/2024 19:50 WIB
 Angka inflasi AS ke 8,5% Malah Mendorong Prospek Kripto Foto:news.tokocrypto

Angka inflasi AS ke 8,5% Malah Mendorong Prospek Kripto Foto:news.tokocrypto

Jakarta, law-justice.co - Proses peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan terus bergulir hingga saat ini.

Salah satu yang menjadi fokus dari peralihan ini adalah ketentuan soal pajak kripto yang masih dalam pembahasan dan payung hukumnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan, pajak transaksi kripto memang menjadi salah satu topik yang tengah didiskusikan bersama dengan Bappebti, dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Nanti pada saatnya setelah itu beralih di OJK, tentu aspek perpajakan akan kita diskusikan. Jadi itu akan menjadi satu bahan diskusi untuk dikoordinasikan di dalam forum KSSK. Semoga ada jalan keluarnya ya," jelas Hasan kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 26 Maret 2024.

Sementara itu terkait peralihan, Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto, Moch. Ihsanuddin mengatakan, saat ini pihaknya tengah menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang paling lambat terbit pada 12 Januari 2025.

"Untuk saat ini, proses PP masih dalam diskusi atau harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kumham), dan akan proses ke Sekretariat Negara (Sesneg)," katanya dilansir dari Kontan.

Selain menunggu PP, OJK juga terus berkomunikasi dengan pelaku kripto, termasuk melakukan Focus Group Discussion (FGD) melalui izin dari Bappebti.

Sebelumnya diketahui, pajak yang dipungut untuk transaksi kripto di antaranya bagi penjual aset kripto yakni pajak penghasilan (PPh) dan bagi pembeli aset kripto dinamakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

PPh untuk penjual aset kripto terdaftar pajak yang harus dibayarkan sebesar 0,1% dari nilai transaksi, sementara PPN adalah 0,11% dari nilai transaksi. Sementara yang belum terdaftar di Bappebti, pungutan pajaknya lebih tinggi yakni PPh 0,2% dan PPN sebesar 0,22%.

Di sisi lain, pedagang aset kripto dalam hal ini Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) diketahui juga keberatan dengan adanya pungutan pajak tersebut. Bos Bappebti yang saat itu masih dijabat Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengungkapkan keberatan itu karena industri ini masih berkembang.

"Aspakrindo itu minta karena kripto suatu hal yang baru kalau bisa tolong jangan dipajaki dulu. Nah kami nggak setuju, dikenakan pajak lah. Tetapi tarifnya seperti apa, masalah tarifnya teman-teman Aspakrindo ini agar negosiasikan dengan DJP karena mereka menganggap industri kripto baru dan kondisinya lagi winter," tuturnya.

Sementara itu, permintaan evaluasi itu disampaikan Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Senjaya.

"Karena nanti kripto menjadi sektor keuangan, kami harapkan nanti komitmen dari Dirjen Pajak untuk evaluasi pajak ini. Evaluasinya karena [peraturan] ini sudah lebih dari satu tahun. Tentu saja biasanya pajak itu ada evaluasi tiap tahun," ujarnya Selasa 27 Februari 2024.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar