Menilik Mesjid Tertua di Jakarta

Minggu, 24/03/2024 22:25 WIB
Mesjid Al Alam Cilincing, Jakarta Utara.

Mesjid Al Alam Cilincing, Jakarta Utara.

law-justice.co - Terletak di kawasan padat penduduk di Cilincing, Jakarta Utara, Mesjid Al Alam tercatat sebagai salah satu mesjid tertua di Jakarta. Dibangun pada tanggal 22 Juni 1527, yaitu bertepatan dengan ditaklukkannya Sunda Kelapa oleh pasukan Fatahillah, yang kemudian dijadikannya sebagai hari jadi kota Jakarta.

Kini, mesjid yang menjadi salah satu pusat persebaran Islam di Jakarta ini telah mengalami sejumlah pemigaran. Di era  Gubernur Ali Sadikin pernah mengalami pemugaran pada tahun 1972, karena pada saat itu bangunan masjid sudah banyak yang keropos dan rusak. Khawatir bangunan tersebut robohdan nilai sejarah yang ditinggalkannya hilang, maka pemerintah DKI Jakarta melakukan pemugaran pada bagian masjid yang rusak. Sekaligus menetapkan Masjid Al-Alam sebagai bangunan cagar budaya nasional yang harus dilindungi oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia.

Dinukil dari buku Akulturasi Arsitektur Masjid-Masjid Tua Di Jakarta karya Ashadi, pada saat pemugaran dilakukan, ada beberapa pergantian yang dilakukan pada bagian-bagian masjid yang sudah rusak, seperti dinding bata setinggi 1 meter. Namun kebanyakan bangunan ini dipertahankan seperti aslinya, seperti bagian atas dinding yang terbuat dari bambu. Ditambahkan pula tempat parkir yang berada di pelataran masjid.

Pemugaran kembali dilakukan pada tahun 1989 dengan menambah beberapa fasilitas seperti tempat wudhu dan toilet, serta dilakukan perluasan serambi timur dan utara.

Interior Mesjid Al Alam Cilincing.

Masjid Al Alam Cilincing terdiri dari dua bangunan, bangunan lama ada di sebelah barat bangunan baru. Bangunan lama merupakan bangunan utama, tempat ruang shalat utama. Bangunan baru sepertinya menjadi semacam serambi bangunan lama. Bangunan lama (kini sebagai ruang utama shalat) memiliki luas sekitar 10 m x 10 m. Dindingnya, satu meter di bawah berupa dinding tembok dilapis keramik warna putih.

Dinding bagian atas berupa dinding bilah bambu yang dicat warna coklat. Pada dinding bambo ini terdapat beberapa jendela kayu berukuran 50 cm x 100 cm (dengan lubang anginnya). Daun jendela berukuran 50 cm x 60 cm, dan dicat warna coklat tua. Tampilan bangunan lama memperlihatkan bentuk khas masjid tipe Jawa, yang didominasi oleh atap tajug tumpang dua dengan mustaka pada puncaknya. Penutup atap berupa genteng plentong. Bentuk atap ini ditopang oleh empat tiang saka guru yang terbuat dari kayu berdimensi 35 cm x 35 cm dicat warna coklat tua.

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar