Nawaitu Redaksi

Menakar Nasib "Koalisi Kekecewaan" Pasca Gencarnya Aksi Penggembosan

Sabtu, 16/03/2024 00:04 WIB
Dua kubu berbeda menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada waktu bersamaan, Selasa, (5/3/2024). Aksi mereka sama-sama membahas hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024. Namun, satu kubu melakukan aksi itu untuk mendukung hak angket, sementara kubu yang lain menolaknya. Robinsar Nainggolan

Dua kubu berbeda menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada waktu bersamaan, Selasa, (5/3/2024). Aksi mereka sama-sama membahas hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024. Namun, satu kubu melakukan aksi itu untuk mendukung hak angket, sementara kubu yang lain menolaknya. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Dalam  pemilu 2024, koalisi partai-partai politik terbentuk dalam tiga kubu koalisi, yakni koalisi pengusung Anis-Amin, Koalisi pengusung Prabowo-Gibran Rakabuming Raka dan Koalisi pengusung Ganjar-Mafhud.Koalisi partai politik pengusung Anies-Muhaimin di Pilpres 2024 diusung oleh Partai NasDem, PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) , Partai Ummat dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Koalisi ini mendapatkan nomor urut satu atau pertama.

Sementara itu, koalisi partai politik pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memiliki dukungan yang sangat gemuk, dibandingkan paslon lainnya. Selain disokong sejumlah parpol besar seperti Golkar, PAN, dan Demokrat, beberapa parpol kecil juga turut merapat seperti  PBB, Garuda, Prima, PSI  dan partai Gelora. Koalisi ini mendapatkan nomor urut kedua

Sedangkan koalisi partai politik pengusung Ganjar dan Mahfud diusung oleh gabungan partai politik parlemen dan non parlemen, seperti partai Perindo, Hanura dan PPP dimana partai penguasa PDIP menjadi partai utama yang mengusungnya. Koalisi ini mendapatkan nomor urut ketiga.

Dalam penghelatan Pilpres kali ini, koalisi partai yang mendukung Anis-Cak Imin mendeklarasikan dirinya sebagai Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) sementara koalisi yang mengusung Prabowo-Gibran dan Koalisi pengusung Ganjar Mahfud MD sepakat untuk melabeli koalisinya dengan Koalisi Keberlanjutan.

Dengan label seperti itu, publik bisa langsung membaca bahwa sesungguhnya kubu 02 dan 03 itu satu kolam alias satu warna. Kedua kubu sama sama ingin melanjutkan program dan kebijakan pemerintah yang sekarang berkuasa namun dalam kemasan yang berbeda. Sementara kubu paslon nomor 1 yang mengusung perubahan adalah rival yang sebenarnya.

Tapi yang namanya politik itu selalu dinamis sehingga bisa berubah kapan saja. Saat ini setelah selesai tahapan pencoblosan, ada kecenderungan bersatunya kubu 01 dan 03. Kedua kubu ini rupanya sama sama merasa menjadi korban kecurangan pemilu 2024 sehingga kompak untuk bisa “berjalan bersama” melawan kecurangan yang mereka rasakan bersama.

Kedua kubu kemudian sepakat untuk menggulirkan hak angket untuk menyelidiki kecurangan pemilu lewat jalur politis karena dirasakan solusi melalui upaya hukum lewat lembaga formal seperti Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi tidak bakal mungkin menguntungkan mereka. Ada Paman Gibran di MK seperti sementara kalau mengandalkan Bawaslu sudah terbukti tidak ada tajinya sehingga sudah dianggap menjadi bagian dari skenario pemilu curang yang dirancang oleh penguasa.

Karena kesamaan nasib antara kubu 01 dan 03 ini, pada akhirnya kubu 03 yang awalnya getol mengusung isu keberlanjutan saat ini lebih cenderung ingin memperjuangkan perubahan dan berjuang bersama mereka kubu 01. Dalam beberapa statemen kubu 03 sudah sepakat dengan kubu 01 untuk berjuang bersama mencari keadilan atas dugaan kecurangan yang menimpanya.

Karena alasan tersebut maka dalam tulisan ini gabungan antara kubu 01 dan 03 tersebut kita labeli dengan “koalisi kekecewaan” saja.Karena faktanya kedua kubu sedang dirundung duka akibat dinyatakan kalah oleh quick count dan real count (meskipun masih hasil sementara). Resminya menunggu pengumuman KPU yang sebentar lagi akan tiba.

Sejauh ini antara kubu 01 dan 03 terlihat kompak karena kesamaan nasib diantara keduanya. Kekompakan mereka paling tidak tergambar dari upaya keduanya untuk mengumpulkan bukti bukti kecurangan yang nanti akan dihidangkan pada saat hak angket yang akan digelar di Senayan sana. Kekompaka yang dibangun untuk mencapai tujuan bersama demi kepentingan politik mereka sekaligus demi pelaksanaan pemilu yang lebih baik kedepannya.

Tetapi rupanya “kekompakan” antara “koalisi kekecewaan” dalam memperjuangkan nasibnya ini tidak disukai oleh pemerintah yang sedang berkuasa. Karena memang kalau mereka kompak dan hak angket yang mereka usung berhasil mencapai tujuannya hingga dinyatakan pemilu benar benar curang atau salah satu kubu masuk putaran kedua, akan sangat merugikan kubu 02.

Dengan alasan itulah pihak penguasa sekuat tenaga berusaha menggagalkan kekompakan yang terjalin antara “koalisi kekecewaan” yaitu kubu 01 dan 03. Jangan sampai mereka bersatu kemudian membangun kekuatan untuk melawan kubu 02.  Lalu seperti apa upaya penggembosan itu dilakukan oleh penguasa ?, Apakah partai partai yang tergabung dalam “koalisi kekecewaan”  itu tahan godaan sehingga bisa mencapai tujuannya ?. Benarkah pelaksanaan hak angket pemilu curang sebagai penentunya ? 

Upaya Penggembosan

Kekompakan yang terjadi di “koalisi kekecewaan” memang sangat membahayakan eksistensi pemerintah yang sekarang berkuasa sebagai pendukung pasangan 02. Karena kalau mereka kompak akan menjadi kekuatan dasyat salah satunya akan berhasil  mengusung hak angket untuk menyelidiki pemilu curang yang diduga disponsori oleh penguasa.

Wajar kalau kemudian pemerintah yang sekarang berkuasa dengan sekuat tenaga berusaha untuk membuat kekompakan diantara “koalisi kekecewaan” ini bisa buyar agar tidak bisa mencapai tujuannya. Sejauh ini sudah terlihat berbagai modus dilakukan untuk menggerogoti kekuatannya dimana diantaranya adalah :

Pertama,Memainkan lagi lembaga hukum (seperti KPK, Kejaksaan, dll.) untuk menjerat mereka.  Salah satunya adalah pelaporan Ganjar Pranowo ke KPK yang disebut sebut sebagai bentuk penggembosan hak angket sekaligus memecah kekompakan koalisi 01 dan 03. Modus seperti ini sebenarnya sudah lama dilakukan jauh sebelum terbentuknya koalisisi KKP yang menjadikan partai partai pembangkang sebagai targetnya.

Masih segar dalam ingatan kita ketika  Johny G Plate dan  Syahrul Yasin Limpo dari partai Nasdem yang mengusung Anies Baswedan tiba tiba saja dijadikan tersangka.  Mereka dijadikan tersangka karena diduga  Pimpinan partainya yaitu Surya Paloh tidak manut pada penguasa untuk tidak mengusung Anies yang dianggap sebagai rivalnya.

Penggunaan hukum sebagai sarana untuk menjinakkan orang orang bermasalah secara hukum ini diduga juga menimpa Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan juga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang diduga terjerat masalah hukum sehingga menjadi tersandera untuk merapat ke penguasa.

Kedua, Membujuk para anggota DPR dari partai “ koalisi kekecewaan” sebagai pengusung Hak Angket untuk mundur dari tim Angket. Desas desus adanya gerilya penggembosan dengan menyasar anggota DPR dari partai pengusung hak angket terutama anggota DPR yang tidak terpilih lagi ini sempat beredar di media sosial diantaranya seperti yang diungkap dalam channel Edy Mulyadi meskipun belum bisa dibuktikan kebenarannya. Namun banyak orang percaya kebenarannya. Adapun nilai rupiah yang ditawarkan kepada para anggota dewan yang tidak jadi itu konon luar biasa besarnya, kabarnya  sangat fantastis hingga 10 milyar jumlahnya

Pola pola penggembosan melalui bujukan dengan pemberian sejumlah uang seperti ini sebenarnya bukan hal yang baru karena konon pernah pula terjadi pada saat pembentukan hak angket untuk kasus bank century pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa.

Ketiga, Membujuk Ketum Partai Koalisi Kekecewaan untuk bergabung dengan Prabowo. Diduga salah satu partai yang akan dijinakkan adalah partai Nasdem yang akhir akhir ini sepertinya sedang melakukan penjajakan untuk berkoalisi dengan kubu 02.

Adalah pertemuan antara Jokowi dan Surya Paloh yang menjadi salah satu indikatornya. Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di Istana Negara pada Minggu (18/2/2024).

Pertemuan tersebut berlangsung di tengah upaya kubu calon presiden nomor urut 01 dan 03 untuk membongkar dugaan kecurangan dalam Pemilihan Umum alias Pemilu 2024. Tak pelak pertemuan antara dua tokoh politik itu memunculkan spekulasi tentang kemungkinan merapatnya NasDem ke kubu Prabowo Subianto yang secara de facto merupakan representasi keberlanjutan dari pemerintahan Presiden yang sekarang berkuasa.

Indikasi itu menguat karena Surya Paloh juga tidak melakukan koordinasi dengan partai politik di Koalisi Perubahan yang pada pemungutan suara beberapa waktu lalu mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai jagoannya.  Kencang juga beredar kabar bahwa Nasdem akan mendapatkan jatah dua Menteri kalau bersedia bergabung dengan kubu 02 yang saat ini menjadi rivalnya.

Diduga upaya untuk merayu ketum Partaim menyasar juga PDIP yang menjadi kekuatan utama partai pengusung paslon 03. Sebagaimana diberitakan oleh media, upaya merayu PDIP ke dalam gerbong pemerintahan Prabowo-Gibran nampak nyata ketika Jokowi meminta bantuan Sultan Hamengku Buwono X untuk menjembatani pertemuan dirinya dengan pendiri PDIP Perjuangan Megawati Soekarno Putri.

Upaya penggembosan kekuatan kubu 01 dan 03 diduga juga sedang menyasar Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Karena, baik Partai NasDem maupun PPP, kompak tak menyuarakan hak angket saat rapat paripurna masa sidang ke-13 masa persidangan IV tahun 2023-2024.  Padahal, PDI Perjuangan, PKB dan PKS melakukan interupsi dan menyerukan adanya hak angket untuk mengusut adanya kecurangan Pemilu 2024.

Operasi senyap diduga memang sedang dilancarkan untuk memporak-porandakan koalisi 01 dan 03. Terutama parpol yang berada di posisi margin threshold parlemennya masih belum aman sehingga mengharapkan adanya “pertolongan” dari pemerintah yang sekarang berkuasa.

Selain ambang batas parlemen, tawaran posisi menteri di kabinet yang baru nantinya sedikit banyak juga menggoyahkan iman dari para elit pengambil keputusan dari kubu 01 dan 03 sehingga diharapkan bisa menggoyahkan iman mereka.

Tahan Godaan ?

Sudah jamak dijumpai dalam dunia politik bahwa kehausan akan kekuasaan, ditambah kuatnya aji mumpung yang begitu mengakar telah menggoyahkan pertahanan iman mereka. Bukan tidak mungkin kekuatan “koalisi kekecewaan” akan melemah dengan meloncatnya salah satu partai pengusung ke pihak yang awalnya menjadi lawannya.

Fenomena tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa partai partai di Indonesia itu umumnya sangat pragmatis sifatnya. Di Indonesia, berdasarkan studi para sarjana menunjukan bahwa dalam praktik politik kepartaian, model koalisi partai-partai politik cenderung bersifat office-seeking dimana partai-partai politik membentuk koalisi berdasarkan pertimbangan pragmatis seperti memburu jabatan, uang dan kekuasaan, tidak memperhatikan kesamaan ideologi ataupun platform partai (Ekawati, 2019; Hendrawan et al., 2021; Nadir, 2013; Romli, 2017; Tjahjoko, 2015).

Selain itu, koalisi model office-seeking cenderung bersifat incidental (adh occoalition) serta bersifat jangka pendek, yang pembentukannya terikat pada suatu agenda politik tertentu saja. Koalisi model ini dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama jika terdapat keselarasan kepentingan di antara anggotanya. Namun, jika terjadi perbedaan kepentingan, koalisi tersebut bisa cepat berakhir (Nadir, 2013; Suryani & Hanafi, 2018).

Model koalisi office-seeking kemudian membentuk partai-partai politik berada dalam relasi kerjasama antagonistis. Artinya partai politik senantiasa berusaha untuk mengakhiri rivalitas (konflik) dan menciptakan konsensus jika memiliki persamaan kepentingan, begitupun sebaliknya partai politik akan menciptakan konsensus melalui kerja sama meskipun telah melalui rivalitas (konflik) di antara partai yang bersinggungan sebelumnya.

Model koalisi pragmatis sebagaimana digambarkan diatas, cukup sulit untuk memprediksi dinamika partai-partai yang sangat beragam orientasi politiknya. Karena mayoritas partai politik di Indonesia cenderung memiliki ideologi dan karakternya yang moderat serta bersifat pragmatis, sehingga antara satu partai dengan yang lain hampir tidak terlihat jelas perbedaannya.

Dengan melihat kecenderungan seperti itu nampaknya partai Nasdem, PKB  dan PPP menjadi barisan partai yang sangat rawan untuk bisa bertahan dikoalisinya. Karena saat ini sudah terbaca sepertinya ketiga partai itu tengah memberi sinyal untuk bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka

Mungkin hanya  PKS dan PDI Perjuangan yang  disinyalir masih teguh pendirian untuk berada dalam barisan “koalisi kekecewaan”, sampai terbentuknya pemerintah baru yang dimenangkan oleh kubu 02. Posisi PKS yang bepeluang menjadi oposisi, karena memiliki pengelaman menjadi parpol di luar pemerintahan pada masa dua periode (2014-2024). PDIP walaupun sebagai kontestan yang gagal di Pilpres, namun memperoleh suara terbesar di Parlemen (16,51%), sehingga peran oposisi bisa menjadi kekuatan penyeimbang untuk pemerintah yang akan berkuasa nantinya.

Hak Angket Penentunya

Apakah nantinya “koalisi kekecewaan” itu akan buyar atau tetap bertahan dengan misi perjuangannya, nampaknya realisasi hak angket pemilu curang menjadi penentunya. Saat ini publik masih bertanya tanya apakah hak angket pemilu curang itu akan benar benar direalisasikan atau hanya gertak sambal saja.

Karena meskipun hak Angket DPR sebagai instrumen kontrol parlementer, memiliki peran krusial dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi, terutama dalam konteks pemilihan umum, namun sangat berat tantangannya.

Meskipun disadari bahwa kecurangan dalam pemilihan umum adalah ancaman serius terhadap legitimasi pemerintahan yang terpilih dan kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi dan oleh karena itu, langkah-langkah untuk mengungkap dan menindak kecurangan tersebut penting untuk menjaga integritas sistem demokrasi, namun banyak sekali kendala untuk mewujudkannya.

Sungguhpun demikian, keraguan keraguan tersebut nampaknya perlu dihilangkan dan optimism perlu terus dibangun untuk mewujudkan hak angket yang saat ini masih menjadi tanda tanya. Dalam kaitan ini ada angin segar yang dilontarkan oleh Mahfud MD,Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 3. Ia  meyakini, tidak akan ada penggembosan dalam menggulirkan hak angket."Saya pastikan hak angket itu jalan. Enggak ada itu digemboskan, malah makin keras pompanya nih," kata Mahfud kepada wartawan, Minggu (3/3/24).

Menurut Mahmud MD, kesan seolah-olah pengajuan hak angket dan gugatan ke MK terkait hasil Pemilu 2024 hanya gertakan sambal belaka dan dan prosesnya mandek di MK tidak benar adanya. Dia menjelaskan, untuk mengajukan gugatan atas hasil Pemilu 2024 ke MK harus menunggu putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai hasil penghitungan suara pada 20 Maret 2024.

Dia pun menyayangkan, banyak pihak yang tidak mengerti tentang jadwal dan tahapan pemilu justru beropini seolah-olah TPN diam saja menunggu putusan KPU. "Dari TPN, tim hukum kami sudah siap, sudah lengkap bukti-buktinya. Begitu MK buka kita langsung daftar, jadi jangan dibilang loh kok diam aja. Enggak diam, memang harus nunggu keputusan resmi KPU. Keputusannya siapa yang angkanya terbanyak, nah baru 3 hari sesudah itu sidang MK dibuka, jadi jangan dibilang diam kami bergerak terus," ungkap Mahfud seperti dikutip media.

Optimisme bahwa hak angket akan tetap jalan juga disampaikan oleh mantan Presiden Jusuf Kalla.Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia Jusuf Kalla (JK) minta publik tak meragukan realisasi dari wacana hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 (Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden).Nanti kita lihat prosesnya saja. Jangan ragu, belum apa-apa sudah ragu,” kata Jusuf Kalla kepada awak media di Jakarta, Rabu (6/3/2024) seperti dikutip media.

Menurutnya hak angket DPR juga merupakan hal yang bagus, sehingga dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024 bisa terjawab nantinya.“Ini kan bagus, mengklarifikasi, bertanya, sehingga tanda tanya masyarakat kekhawatiran masyarakat ataupun kecurigaan masyarakat bisa terjawab. Sehingga negeri ini pemerintah yang akan datang akan mulus setelah diketahui semuanya. Kalau tidak nanti curiga terus,” tandasnya.

Lontaran semangat dan optimisme memang harus dibangun meskipun kita masih belum tahu seperti apa endingnya. Karena sekali lagi penentunya adalah partai partai politik di Senayan melalui wakil rakyat yang ada disana. Apakah mereka yang berjuang menggolkan hak angket itu akan tetap istiqomah dengan pendiriannya dengan kemampuannya menepis segala godaan atau sebaliknya masuk angin sehingga gagal misi yang di embannya. Sehingga momen implementasi hak angket kecurangan pemilu ini benar benar menjadi wahana untuk menguji “iman” mereka. Langkah mereka sekaligus menentukan nasib “koalisi kekecewaan” kedepannya.

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar