Tahap Banding, Rafael Alun Tetap Divonis Hukuman 14 Tahun Penjara

Kamis, 14/03/2024 12:28 WIB
Rafael Alun masuk rutan kpk (Tribun)

Rafael Alun masuk rutan kpk (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan hukuman terhadap mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dengan pidana 14 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Vonis tersebut menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat nomor: 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt Pst tanggal 8 Januari 2024.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo dengan pidana penjara selama 14 tahun dan pidana denda sebesar Rp500.000.000 jika tidak dibayar diganti pidana penjara selama tiga bulan," demikian amar putusan poin ke-2 dilansir dari laman PT DKI Jakarta, Kamis (14/3).

Rafael Alun juga dihukum dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp10.079.095.519 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama tiga tahun.

"Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," kata hakim dalam amar putusannya.

"Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," lanjut hakim.

Putusan perkara nomor: 8/Pid.Sus-TPK/2024/PT DKI diadili oleh Hakim Ketua Majelis Tjokorda Rai Suamba, Tony Pribadi dan Erwan Munawar selaku hakim-hakim tinggi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, serta Margareta Yulie Bartin Setyaningsih dan Gatut Sulistyo selaku hakim-hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Panitera Pengganti Effendi P. Tampubolon.

Putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada Kamis, 7 Maret 2024.

Rafael dinilai terbukti menerima gratifikasi dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 25/2003 tentang TPPU Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dalam surat dakwaan jaksa KPK, Rafael disebut bersama-sama dengan istrinya Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sejumlah Rp16,6 miliar.

Penerimaan gratifikasi tersebut melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo. Hal tersebut berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Rafael.

Selain gratifikasi, Rafael bersama-sama Ernie juga didakwa melakukan TPPU dalam periode 2003-2010 sebesar Rp5,1 miliar dan penerimaan lain sejumlah Rp31,7 miliar.

Berikutnya periode 2011-2023 sebesar Rp11,5 miliar dan penerimaan lain berupa Sin$2.098.365 dan US$937.900 serta sejumlah Rp14,5 miliar.

Rafael menempatkan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan. Ia juga membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, kendaraan roda dua dan empat, hingga perhiasan.

Berikut pertimbangan majelis hakim tingkat banding:

Menimbang bahwa setelah dicermati dan dipelajari alasan-alasan yang dikemukakan dalam memori banding dan kontra memori banding dari penasihat hukum terdakwa mengenai keberatan penasihat hukum terdakwa dalam memorinya, majelis hakim tingkat banding akan mempertimbangkan mengenai status barang bukti nomor 552 perkara gratifikasi atau barang bukti nomor 412 perkara TPPU. Menurut majelis hakim tingkat banding perlu dilakukan perbaikan terhadap redaksi status barang bukti tersebut agar eksekusi terhadap barang bukti dapat dilaksanakan, dengan demikian memori banding penasihat hukum dapat dikabulkan sebagian.

Menimbang bahwa mengenai alasan-alasan yang dikemukakan dalam memori banding dan kontra memori banding dari penasihat hukum terdakwa selebihnya tidak sepenuhnya dapat dikabulkan kerena sebagian hanya pengulangan dan bukan mengenai hal-hal yang baru yang kesemuanya telah dipertimbangan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan terhadap memori banding dan kontra banding penuntut umum pada pokoknya hanya pengulangan dari tuntutan penuntut umum dan kesemuanya telah dipertimbangan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sehingga dengan demikian tidak perlu dipertimbangkan lagi dan dikesampingkan.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt Pst tanggal 08 Januari 2024 yang dimintakan banding dapat dipertahankan dan dikuatkan dengan tambahan pertimbangan hukum sepanjang perubahan mengenai redaksi status barang bukti nomor 552 sampai dengan nomor 558 dalam perkara gratifikasi, barang bukti nomor 412 sampai dengan nomor 418 dalam perkara TPPU pada putusan halaman 812, diubah menjadi "Barang bukti perkara gratifikasi nomor 552 atau barang bukti perkara TPPU nomor 412 dikembalikan kepada darimana benda disita, sedangkan barang bukti perkara gratifikasi nomor 553 sampai dengan nomor 558 atau barang bukti perkara TPPU nomor 413 sampai dengan 418 dirampas untuk negara."

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar