50 Tokoh Desak DPR Gunakan Hak Angket Demi Lawan Kecurangan Pemilu

Minggu, 10/03/2024 19:23 WIB
Dua massa dari aksi yang pro dan kontra terhadap kecurangan Pemilu 2024 melakukan aksi unjuk rasa secara bersamaan di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/3/2024). Dua kubu massa menggelar demonstrasi di depan DPR, yakni massa dari Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia dan massa Forum Rakyat Semesta (FRS). FRS menuntut mendukung hak angket, sementara Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia menolak hak angket. Robinsar Nainggolan

Dua massa dari aksi yang pro dan kontra terhadap kecurangan Pemilu 2024 melakukan aksi unjuk rasa secara bersamaan di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/3/2024). Dua kubu massa menggelar demonstrasi di depan DPR, yakni massa dari Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia dan massa Forum Rakyat Semesta (FRS). FRS menuntut mendukung hak angket, sementara Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia menolak hak angket. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang kini dipersoalkan publik terjadi bukan hanya pada saat hari pencoblosan 14 Fabruari 2024, tetapi juga sejak awal proses penyelenggaraan Pemilu hingga pasca pelaksanaan proses penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparatur kekuasaan lainnya. Demikian narasi yang diungkap oleh 50 tokoh masyarakat, yang menekan wakil rakyat di DPR untuk menggunakan hak angket demi mengusut kecurangan Pemilu.

Novel Baswedan, bagian dari puluhan tokoh masyarakat tersebut, mengatakan bahwa kecurangan Pemilu tidak hanya menyakiti hati nurani rakyat tetapi juga menimbulkan keresahan yang makin meluas di tengah publik. Eks penyidik KPK yang kini aktif di IM57+ Instiute mewanti-wanti ada banyak diskursus dengan berbagai ekspresi di kalangan masyarakat maupun di media sosial serta muncul dan meluasnya, pernyataan sikap dari guru besar dan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

“Kini ekspresi itu sudah bermetamorposa menjadi berbagai bentuk aksi demonstrasi berupa toal kecurangan pemilu,” kata Novel dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (10/3/2024).

“Antusiasme rakyat untuk memilih dan menyambut pemimpin baru (presiden dan wakil presiden) serta anggota dewan seolah menjadi runtuh, ambruk dan roboh karena dugaan kecurangan makin sempurna hingga menimbulkan masifitas kecurigaan disebagian besar tahapan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024,” ia menambahkan.

Menurutnya, jika dilakukan pembiaran atas fakta kecurangan Pemilu, maka hal itu akan membuat hukum dan penegakannya dihinakan serta demokrasi makin terjungkal dan menjadi terperosok hingga tidak lagi dari untuk dan oleh rakyat. Tapi, ungkap Novel, kecurangan pemilu yang diduga dilakukan aktor politik yang berkelindan dengan aparat negara dibiarkan begitu saja.

“Pelaku kecurangan pemilu terus bersimaharajalela dan menjadi kian bengis. Tak lagi sekedar menghidupkan preseden busuk dan bejat di dalam suatu proses pemilu. Kesemuanya itu meninggikan keburukan kekuasaan karena berpijak pada sifat durjana serta sekaligus mendekonstruksi dan mendelegitimasi kehormatan presiden selaku pemimpin negara maupun anggota dewan selaku wakil rakyat,” tutur dia.

Dia dan puluhan tokoh masyarakat lantas mendesak DPR menggunakan hak politiknya melaui mekanisme hak angket untuk melawan kecurangan pemilu. Novel merujuk beleid hukum yang memungkinkan legislator menggunakan hak angket untuk mencecar dugaan kesalahan di rumpun eksekutif.

Sebagaimana diatur secara jelas di dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (UU MD3). Itu artinya. partai politik memiliki kekuasaan terhadap para politisi yang menjadi anggota DPR. Anggota DPR menurut Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan Pasal 79 ayat (1) huruf b jo. Ayat (3) UU MD3.

Novel menambahkan bahwa dalam konteks pelaksanaan pemilu, hak penyelidikan ditujukan pada pelaksanaan terhadap Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota DPR selaku wakil rakyat pada pelaksanaan Pemilu 2024.  

Hak DPR sesuai beleid hukum tersebut, kata Novel, merupakan sesuatu yang penting, strategis, dan berdampak pada kehidupan masyarakat luas dalam konteks bernegara karena rangkaian orkestrasi kecurangan terhadap proses dan tahapan pemilu merupakan perbuatan yang sanagt bertentangan dengan UU Pemilu dan tidak dapat ditenggang, dibenarkan dan dibiarkan.

“Fakta orkestrasi dugaan kecurangan pemilu yang begitu kasat mata, vulgar dan ketara sangat jelas telah menghadirkan keresahan di seantero labirin masyarakat dan juga dapat menimbulkan histeria yang potensial memicu terjadinya huru hara dan kekacauan didalam sistem sosial kemasyarakatan,” katanya.

Oleh karena itu, kata dia, parpol sebagai institusi yang mengorganisasikan wakil rakyat sudah seharusnya menggerakkan dan mendorong DPR untuk menggunakan hak angket guna melakukan penyelidikan fakta masifitas kecurangan pemilu. “Kami sangat meyakini dan mempunyai harapan yang sangat besar, para partai politik akan menyelematkan bangsa ini sehingga dengan sengaja terlibat intensif untuk menjaga hukum, penegakan hukum dan demokrasi serta demokratisisi di Indonesia dengan menyelamatkan Pemilu 2024,” tukas Novel.

Adapun selain Novel, puluhan tokoh lain yang mendesak DPR ini beberapa di antaranya adalah Herlambang P. Wiratraman (Akademisi UGM), Bivitri Susanti (Akademisi STHI Jentera), Feri Amsari (Akademisi Universitas Andalas) hingga Pandji Pragiwaksono (Komika). Desakan mereka ditujukan untuk sejumlah fraksi yang belakangan gencar menggulirkan isu penggunaan hak angket; PDI, PKB, NasDem, PKS dan PPP.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar