Menelisik Penggelembungan Suara Ajaib di `Partai Jokowi`

Bongkar Dugaan Begal Suara Demi Lolosnya `Partai Putra Jokowi`

Sabtu, 09/03/2024 13:58 WIB
Ilustrasi: Partai PSI dituding menggunakan segala cara demi memuluskan jalannya ke Senayan. PSI mengklaim kenaikan suara partainya akibat kinerja kader dan Jokowi-Kaesang Effect. (Bing)

Ilustrasi: Partai PSI dituding menggunakan segala cara demi memuluskan jalannya ke Senayan. PSI mengklaim kenaikan suara partainya akibat kinerja kader dan Jokowi-Kaesang Effect. (Bing)

law-justice.co - Kerap mengusung slogan sebagai Partainya Jokowi di Pemilu 2024, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berulang kali memberikan kejutan kepada publik melalui sejumlah manuver politiknya. Termasuk, saat partai yang dipimpin Kaesang Pangarepa - anak bontot Presiden Joko Widodo- mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2024. Laju perolehan suara yang melesat menuju ambang batas parlemen 4 persen pun mengejutkan publik. Aneka tudingan pun dilontarkan, termasuk tudingan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif. Menyikapi itu PSI berkilah, itu merupakan capaian kinerja partainya dan Jokowi-Kaesang Effect.

Tudingan penggelembungan suara PSI dalam Pemilu 2024 menyeruak seiring kenaikan cukup drastis yang terjadi dalam waktu yang begitu cepat. Tudingan ini mengemuka saat awal Maret lalu. Di perhitungan real-count, suara PSI melonjak. Dari kisaran 2,7-2,9 persen, melonjak hingga 3,13 persen saat suara masuk lebih dari 65 persen.

lustrasi: Billboard kampanye PSI selama masa kampanye Pemilu 2024. (JPNN)

Sehari setelah pemilu 14 Februari 2024, suara PSI berada di kisaran 2,68%. Ini data yang ditampilkan KPU dalam Sirekap. Dua pekan kemudian, PSI menunjukkan tanda-tanda kenaikan yang terbilang signifikan untuk parpol non-parlemen. Pada Jumat (1/3/2024) pukul 15.00 WIB, PSI meraih 2.310.431 atau 3,02%. 19 jam kemudian, suara terus berangkat naik. Hingga pukul 10.00 WIB, PSI sudah meraih suara 2.393.774. Artinya bertambah 83.343. Pada Sabtu (2/3/2024), PSI sudah meraih 3,12% suara nasional untuk Pileg DPR RI.

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menekankan kenaikan suara PSI yang tembus 3 persen lebih merupakan suatu hal yang tidak wajar. Halili Hasan, Direktur Eksekutif Setara Institute, yang juga bagian dari koalisi mengatakan bahwa dinamika data tidak akan berubah secara signifikan ketika penghitungan data sudah memasuki persentase 70 persen.

Sedangkan, perolehan suara PSI berdasarkan real count KPU saat data masuk sudah 60 persen lebih berada di angka 2,68 persen pada 26 Februari pagi. Suara PSI lalu merangkak ke angka 2,7 persen hingga menembus 3,13 persen pada awal Maret ini. Kenaikan suara PSI, kata Halili, juga semacam anomali lantaran di saat yang sama kenaikan drastis perolehan elektoral tidak terjadi di partai lain. Dia menekankan, jika memang ada dinamika dalam tren kenaikan suara, maka bakal terjadi juga di partai lain.

“Maka ketika terjadi perubahan dan lonjakannya drastis, pasti ada permasalahan penggelembungan. (Karena) begitu angka persentase sudah 60 menuju 70 persen itu ada semacam sudah ketahuan arah hasilnya, (karena) densitas data itu sudah bisa dipastikan bahwa trennya tidak akan banyak berubah.” kata Halili kepada Law-justice, Kamis (7/3/2023).

Dari hasil pantauannya, Halili mewanti-wanti tren kenaikan suara PSI selalu menyentuh angka 70 persen lebih di sejumlah TPS di banyak provinsi. Dengan kata lain, mayoritas suara masuk ke partai besutan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep itu. Menurutnya, hal tersebut begitu janggal. “Kan enggak mungkin 70 persen diraih oleh PSI, kemudian sisanya direbutkan belasan partai lain. Tapi begitu polanya di banyak TPS,” kata Halili.

Ihwal darimana suara PSI, Halili menekankan berasal dari dua sumber. Pertama, diperoleh dari suara tidak sah yang ada di setiap TPS, yang biasanya surat suara yang rusak. Atau surat suara yang berasal dari pemilih yang golput dengan merusak atau mencoblos tidak sesuai ketentuan. Kedua, katanya, bersumber dari akumulasi partai peserta pemilu yang tidak hanya berstatus partai baru atau partai yang langganan tidak lolos ambang batas parlemen.

“Di beberapa tempat ada suara tidak sah dan dijadikan suara PSI. Sementara suara caleg tidak bertambah. Juga ada PPP yang berkurang suaranya, sepanjang PSI naik,” kata dia.

Bicara soal suara PPP, sebelumnya suara partai bercorak nasionalis-islam ini sempat di bawah angka 4 persen, meski kini sudah terkerek naik kembali di atas ambang batas parlemen. Ketika suara PPP anjlok, Ketua Majelis Pertimbangan PPP M. Romahurmuziy (Romy) secara terang-terangan menduga adanya penggelembungan suara PSI yang menggerus suara dari partai lain dan mengambil suara dari suara tidak sah. Romy menyebut dugaan penggelembungan suara ini sebagai ‘operasi sayang anak’, yang merujuk relasi Jokowi dan Kaesang.

Ketua Majelis Pertimbangan PPP M. Romahurmuziy (Romy). (Instagram/@romahurmuziy)

Dia merujuk pada unggahan di media sosial ihwal penggelembungan suara untuk PSI. Adapun beberapa warga mengunggah temuan mereka soal ketidaksesuaian yang ekstrem. Semisal, di TPS 4 Bulakan, Cibeber, Cilegon, Jawa Barat, yang mana PSI hanya mendapat 1 suara. Akan tetapi, saat perhitungan suara, PSI justru mendapat 69 suara. Hal sama terjadi di TPS 20 Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Dalam dokumen C1 yang difoto, PSI hanya mendapat 5 suara. Namun pada hasil hitung suara di laman resmi KPU, PSI dipublikasi meraih 31 suara.

Romy juga mengumpulkan beberapa data mulai dari unggahan di platform X dan laporan beberapa kadernya di sejumlah daerah. Di akun X @kopididid, misalnya, yang melaporkan penggelembungan suara PSI sebesar 6.900% yang terjadi di Desa Kroyo, Gebang, Purworejo, Jawa Tengah. Unggahan menjelaskan PSI tidak mendapat suara namun pada SIREKAP merekam 69 suara.

Kader PPP di TPS 024, Banjaran Wetan, Bandung, pun melaporkan PSI seharusnya mendapat 1 suara. Akan tetapi, hitungan di situs Sirekap KPU mencatat partai itu memperoleh 21 suara. Juga terdapat Pergeseran suara tidak sah menjadi suara PSI di dua TPS, yakni 004 Cibeber, Cilegon, Jawa Barat dan 009 Bendoharjo, Grobogan, Jawa Tengah. Dari data Sirekap, suara PSI di Cibeber tertulis 69 suara, sedangkan suara tidak sah 1. Namun, dilihat lagi dari foto C.Hasil yang diunggah di Sirekap kondisi berbeda terlihat. Dalam foto C.Hasil suara PSI tertulis 1 suara, sedangkan suara tidak sah 69.

Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) Achmad Baidowi atau Awiek menguatkan dugaan jika suara pihaknya telah diambil. Oleh karena itu, PPP sudah melaporkan kasus tersebut kepada lembaga pengawas pemilu. “Kami lapor ke Bawaslu, sudah selesai direspons sama Bawaslu lagi dipanggil pelapornya,” kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (05/03/2024).

Awiek pun membenarkan jika pengambilan suara PPP tersebut bukan hanya terjadi di lapangan, namun juga di tempat rekapitulasi berlangsung. “Makanya itu kan suara saya, tapi kan kita mekanisme dilaporkan ke Bawaslu,” tuturnya.

Meski demikian, Awiek memaklumi kesalahan dalam rekapitulasi tersebut. Pasalnya, para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) telah bekerja seharian. “Kita enggak mau ribut yang penting suara kita dikembalikan, ya sudah dikembalikan di dapil saya oleh Bawaslu,” ujarnya.

Untuk itu, Awiek menantang PSI untuk sama-sama menghitung terkait data anomali di Sirekap. Dia menegaskan yang dipersoalkan PPP bukanlah PSI, tapi permasalahan di Sirekap KPU.

Ketua Pusat Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani yang juga bagian koalisi sipil menekankan dugaan penggelembungan suara PSI tidak terlepas dari lanjutan cawe-cawe politik Jokowi dalam Pemilu 2024. Dia sedari awal memprediksi bakal terjadi kebocoran suara yang dialihkan untuk kepentingan elektoral partai tertentu yang terafiliasi dengan Jokowi.

“Akan ada leak dalam sistem KPU karena dari awal KPU jadi komprador Jokow bersama seperti parpol pendukung. Nah leak-nya itu paling besar dimainkan ada di sirekap. Jangan sampai sirekap ini ditunggangi kepentingan Jokowi karena itu satu-satunya cara untuk melegitimasi apa yang dia coba rekayasa di pemilu,” kata Julius kepada Law-justice, Kamis (7/3/2024).

“Nah salah satunya PSI. Kenapa diduga kuat penggelembungan suara PSI, sekarang kita lihat ada polanya enggak. Kan jelas ada polanya. Satu, semua mainnya di Sirekap yang platformnya cuma KPU yang bisa akses. Kedua, dia (PSI) mengambil dari suara tidak sah. Ketiga, rekayasa dimulai di level kecamatan (terkait penyetopan rekapitulasi manual),” Julius melanjutkan.

Senada dengan Halili, pola penggelembungan suara PSI tampak serupa, yakni menggunakan suara tidak sah. Dari temuannya, kejanggalan suara terjadi di Dapil 3 Provnisi Banten, Rawa Buntu, Serpong, tepatnya di TPS 09. Dimana 152 dinyatakan suara sah, 46 suara tidak sah dengan total 198 saura. Akan tetapi, katanya, ketika dimasukkan ke aplikasi Sirekap, PSI terekam mendapat 43 suara yang diduga kuat berasal dari suara tidak sah tersebut. “Kita lihat di lapangan, itu konsisten. Pola seperti itu sama di banyak wilayah,” ujar Julius.

Ketua Pusat Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani. (Rohman)

Julius mengatakan klaim KPU soal adanya ketidakuratan dalam pemindaian data di SIREKAP merupakan hal yang tidak masuk akal. Sebab, yang terjadi adanya anomali suara untuk PSI. ‘Kalau ketidaksempurnaan pemindaian (contohnya) angka 3 menjadi 8, tapi kalau pemindaian suara dari sumber yang sama yakni suara tidak sah, lalu konsisten jumlahnya dikurangkan dan ditambahkan dan terjadi di banyak wilayah, itu namanya operasi, jadi bukan soal ketidakakuratan,” tutur Julius. 

“Kalau bukan satu pelaku yang mengendalikan sirekap, maka ada orang yang bisa membobol sirekap dengan cara konsisten, slot yang sama, modus yang sama, artinya ada yang mengubah hasil sirekap,” kata Julius lagi.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengungkapkan dugaan penggelembungan suara PSI merupakan bagian dari orkestrasi politik yang dibangun Jokowi sejak lama. Penggunaan instrumen kepemiluan termasuk penyelenggara negara bisa saja terjadi jika melihat sikap politik Jokowi dalam dinamika politik Pemilu.

“Coba bayangkan dalam hitungan hari, ada suara yang naik melonjak luar biasa. Dari 2,5 persen menjadi 3,1. Dan semua memperlihatkan satu partai yang berubah signifikan (PSI). Jadi bagi saya kalau tidak ada kekuasaan yang penting mengubah alur permainan ini, tidak akan mungkin ini terjadi,” kata Feri kepada Law-justice, Kamis (7/3/2024). 

“Bayangkan, PSI mesti mengejar dari 2,5 persen ke 4 persen harus mendapatkan tambahan 1,8 juta suara. Suatu angka yang mustahil untuk dikejar. Kecuali, terjadi keajaiban,” ia menambahkan.

Feri mewanti-wanti kenaikan suara PSI secara drastis tidak sejalan dengan eksistensi partai di tengah publik. Menurutnya, PSI tak lebih dari partai baru yang tidak punya preferensi dengan kinerja-kinerja politik. “Lalu apa yang menyebabkan suatu partai tiba-tiba bisa melonjak luar biasa kalau bukan ada permainan. Meskipun anak presiden jadi ketum PSI, harus ada background story, partai ini betul-betul diminati, tapi kan faktanya tidak ada,” kata dia.

Lebih lanjut, kata Feri, politik efek ekor jas juga tak didapat dari PSI karena mendukung Prabowo-Gibran dalam Pilpres. Sebab, PSI kadung tidak diasosiakan dengan Prabowo. Sehingga menjadi tanda tanya besar efek politik dari aktor politik mana yang mempengaruhi suara PSI. “Saya tidak ada tendensi kepada PSI. Tapi saya tidak melihat indikator PSI akan diminati secara gradual dalam proses penyelenggaraan pemilu. Sebab, apa orang suka PSI, Apa indikatornya, kalau indikatornya Kaesang, ya tidak benar juga. Pemilih kita cukup cerdas. Kaesang yang jadi ketua umum secara cepat yang menurut saya tidak akan membuat PSI tidak akan melesat,” kata Feri.

Belum moncernya reputasi PSI ini, menurut Feri, yang membuat elektabilitas PSI sebenarnya rendah berdasar beberapa lembaga survei. Sehingga diprediksikan tidak akan bisa lolos parlemen. “Kalau quick qount mengatakan PSI di angka 3,8 dan kini menjadi 4 persen pada real count, itu masuk akal dan bisa diterima. Dalam batas penalaran wajar untuk suara PSI yang dari 2,5 persen ke angka 4 persen itu tidak wajar. Kalau PSI tembus 4 persen maka kiamat lah proses demokrasi kepememiluan kita,” tutur Feri.

Jokowi - Kaesang Effect, Faktor Pendongkrak Suara

Sebagai Partai bontot yang baru ikut Pemilu untuk kedua kalinya, kinerja Caleg PSI di level nasional tergolong moncer. Partai yang gagal lolos senayan di tahun 2019 ini, kini tengah bertarung untuk bisa lolos parlementiary threshold alias ambang batas parlemen. Capaian suara minimal yang mesti diraih partai politik untuk mendapat tiket menuju DPR RI. Pemilu 2024 ini ditetapkan 4 persen.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep usai memberikan memberikan suara di TPS 063 yang berlokasi Tower 10 Apartemen Taman Rasuna, Kuningan, Jakarta Selatan menegaskan target partainya di Pemilu 2024. “Yakin 1 putaran [kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka],” ujarnya, Rabu (14/2/2024). Lantas, untuk partainya Kaesang mentargetkan partainya bakal melantai di Senayan tahun ini. Dia mengungkapkan rasa optimisnya berangkat dari survei internal PSI dengan besaran suara 5,1%-6%. “Menurut data optimis banget walaupun deg-deg an tetep. Kami yakin karena data,” tegasnya.

Jika dilihat dari rekap real count KPU, bukan suara partai saja yang tiba-tiba moncer. Namun, capaian sejumlah caleg PSI pun tergolong luar biasa. Bahkan, ada Caleg PSI yang perolehan suaranya mengalahkan caleg inkumben. Sebut saja nama Grace Natalie Wkil Ketua Dewan Pembina PSI. Di Dapil Jakarta III, Grace mendapat perolehan terbanyak 193.478 suara, disusul Erwin Aksa dari Partai Golkar dengan 186.897 suara. Di posisi ketiga sampai keenam, petahana baru menunjukkan tajinya. Ahmad Sahroni dari Partai Nasdem memperoleh 163.292 suara dan Charles Honoris dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mendapat 97.016 suara. Sementara Adang Daradjatun dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memperoleh 95.773 suara dan Darmadi Durianto dari PDI-P mendapat 95.553 suara.  

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep dan kader PSI saat melakukan pertemuan di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/1/2024). (JPNN) 

Di Pemilu 2019, Grace juga memperoleh suara terbanyak di dapil yang sama. Namun, dia tidak melenggang ke Senayan karena partainya gagal memenuhi ambang batas minimal empat persen.

Juru bicara PSI, Sigit Widodo mengatakan  kenaikan suara PSI di Pemilu 2024 memang terjadi karena `Kaesang Effect`. Ditambah, katanya, ada efek elektoral dari sosok Jokowi sebagai presiden dengan tingkat kepuasan yang cukup tinggi. “Pengaruhnya ke elektoral partai sangat kuat sehingga kami optimis akan masuk ke Senayan karena suara kami di atas ambang batas parlemen,” ujar Sigit.

menekankan bahwa tidak ada yang tidak wajar dari kenaikan suara PSI di Sirekap. Dia mempertanyakan balik kepada pihak yang menduga adanya penggelembungan suara dan intervensi kekuasaan di balik kenaikan suara partainya. “Sebaiknya ditanyakan lebih lanjut kepada yang menyampaikan narasi tersebut. Buat kami tidak ada yang tidak wajar dan tidak ada penggelembungan suara,” kata Sigit kepada Law-justice, Kamis (7/3/2024).

Dia tidak menafikan adanya sengkarut dalam Sirekap KPU yang mengakibatkan kesalahan pembacaan data, namun hal itu tidak bisa menjustifikasi bahwa adanya pengkondisian untuk mengerek naik suara PSI. Menurutnya, soal permasalahan sistem penghitungan suara sudah disoroti oleh Bawaslu dan KPU sendiri, sehingga semestinya publik bisa berpegang pada kinerja penyelenggara dan pengawas pemilu tersebut, alih-alih menyoalkan independensi dan menuding intervensi dari kekuasaan.

“Saya kira perlu ditanyakan lagi bentuk intervensinya seperti apa karena Pemilu di Indonesia dilaksanakan oleh komisi yang mandiri dan independen dan diawasi oleh badan yang juga mandiri dan independen, bukan oleh lembaga di bawah eksekutif,” kata Sigit.

“PSI selalu percaya pada netralitas KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu, sehingga menurut kami tidak mungkin dua lembaga ini bisa diintervensi oleh kekuasaan,” ia menambahkan.

Sirekap, Si Kambing Hitam

Namun, polemik terkait melesatnya perolehan suara PSI tidaklah surut. Ditambah lagi, ada kejadian susulan yang mengiringi kontroversi yang tengah terjadi. Tiba-tiba diagram grafik perhitungan Sirekap tiba-tiba hilang di situs KPU. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menyayangkan langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghentikan penayangan grafik atau diagram perolehan suara hasil pembacaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

Dia menilai, langkah KPU menyetop grafik Sirekap tidak tepat. Sebab, publik tidak bisa lagi melihat gambaran utuh perolehan suara Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 ataupun Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 lantaran Sirekap kini hanya menampilkan formulir model C. Adapun formulir model C merupakan catatan berita acara pemungutan dan penghitungan suara di TPS saat pemilu. Formulir itu memuat data perolehan suara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), partai politik, dan calon anggota legislatif (caleg).

Cuplikan layar Sirekap tanggal 02 Maret 2024 yang menunjukkan kenaikan signifikan peroleha suara Partai PSI yang telah melampaui 3 persen. (Sirekap)

Menurutnya, jika Sirekap terkendala, seharusnya dilakukan pembenahan, bukan malah menghapus tayangan grafik tersebut. “Jika ada yg bermasalah maka harusnya KPU menjelaskan dan segera memperbaiki sirekapnya,” kata Khoirunnisa, ketika dikonfirmasi, Kamis (07/03/2024).

“Kita jadi hanya bisa melihat Formulir C-nya saja berarti, tidak bisa mengontrol data digital dan grafik Sirekap,” ujarnya. Sirekap merupakan platform transparansi dan publikasi data dalam penghitungan suara pilpres dan pileg.

Sebab, sulit bagi masyarakat mengawasi proses penghitungan suara manual yang prosesnya lama karena dilakukan secara berjenjang dari tingkat TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga nasional. Sirekap seharusnya berfungsi untuk memberikan gambaran atas progres penghitungan suara. Lewat Sirekap, publik mestinya dapat melakukan pengawasan melalui pengamatan formulir model C dan grafik data digital yang memuat hasil rekapitulasi sementara pilpres dan pileg.

Oleh karenanya, penyetopan grafik data digital dalam Sirekap dinilai mengurangi transparansi penghitungan suara pemilu. “Ini sudah setengah jalan proses rekap, kalau kemudian di tengah jalan dihilangkan grafik dan data digitalnya, maka saya khawatir justru malah semakin bikin tambah polemik,” tuturnya.

Menurut Halili, keputusan KPU yang sempat menghentikan rekapitulasi suara secara manual di tingkat Kecamatan serta penghentian Sirekap patut diduga sebagai indikasi adanya pengkondisian pengerekan suara untuk PSI. Padahal, katanya, KPU tidak punya dasar untuk melakukan hal itu karena sejatinya Sirekap dan rekapiutasi manual ini adalah dua instrumen yang menguatkan dalam pembuktian transparansi penghitungan. Dia menekankan, Sirekap bagian dari kontrol publik, sedangkan rekapitulasi manual itu tahapan secara legal untuk menjadi acuan soal raihan suara sesungguhnya peserta pemilu.

Dugaan pengkondisian, katanya, kentara lagi terlihat ketika KPU menyetop menampilkan grafik atau diagram persentase raihan suara peserta pemilu dalam laman resmi KPU. Sebelumnya, tanda-tanda kejanggalan itu bisa juga tampak saat suara PSI yang seolah tidak melonjak ketika muncul kecurigaan publik. Dia lantas mempertanyakan soal independensi KPU dalam penyelenggaran Pemilu kali ini.

“KPU mengambil keputusan untuk tidak menampulkan grafik suara, itu soal serius yang artinya ada kekacauan dalam konteks penayangan data di SIREKAP. (Sehingga) agak sulit kalau tidak mengatakan bahwa ini tidak by design,” ujarnya.

Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron menyebut terkait dengan polemik yang terjadi di Pemilu semua sudah ada mekanismenya. Politisi yang akrab disapa Kang Hero ini menyebut hak angket yang diajukan oleh beberapa lintas Fraksi DPR tentu menjadi hak masing-masing anggota. Namun untuk saat ini, Partai Demokrat tidak melihat urgensi untuk mengajukan hak angket. “Hal itu berlaku bagi Pilpres dan Pileg,” kata Hero. Seperti misalnya terkait dugaan penggelembungan suara PSI di Pileg 2024 itu sudah ada mekanismenya.

"Soal itu (penggelembungan suara PSI), semua ada mekanismenya dan ada medianya, disitu ada bawaslu ya silahkan bagi yang merasa dirugikan bisa mengadu pada perangkat yang tersedia. bawaslu bisa memprosesnya," kata Hero kepada Law-Justice, Selasa (05/03/2024).

Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron. (Ghivary)

Hero menyebut selain Bawaslu, tentu disitu ada pula Gakkumdu dan bisa mengajukan terkait adanya dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi. "Kemudian ada gakkumdu ada persidanganya disitu dan gakkumdu bisa mengajukan terkait pelanggaran pemilu. itu udah ada media dan mekanismenya," imbuhnya.

Menurutnya, bila setelah pengumuman hasil pemilu terdapat indikasi pelanggaran maka pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Untuk itu, ia menyebut bila ada pihak yang merasa dirugikan maka perlu disiapkan data yang lengkap dan tidak perlu melakukan banyak polemik yang akhirnya mendegradasi suara rakyat. "Setelah pengumuman tanggal 20 maret nanti misalnya ada indikasi pelanggaran nanti ada mahkamah konstitusi jadi siapkan data sekuat-kuatnya dan disitu nanti digunakan untuk meminta keadilan," ujarnya.

"Kita gak usah berpolemik seolah menyebut pemilu ini brutal dan lain sebagainya yang akhirnya mendegradasi suara rakyat. ya kita buktikan saja," sambungnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai NasDem Aminurokhman memastikan pihaknya akan segera mengevaluasi keseluruhan penyelenggaraan Pemilu 2024. Aminurokhman menekankan, KPU RI juga harus bertanggung jawab atas serangkaian kegaduhan yang terjadi pada penyelenggaraan Pemilu 2024. Hal itu disampaikan Aminurokhman menanggapi kenaikan signifikan perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pimpinan Kaesang Pangarep di aplikasi Sirekap. Sejumlah pihak menduga kenaikan signifikan suara PSI disebabkan adanya penggelembungan

“Yang paling penting dari Komisi II dalam pelaksanaan tugas kepemiluan ini, kita kan evaluasi semua secara menyeluruh, atas apa yang terjadi hari ini. Prinsipnya KPU harus mempertanggungjawabkan semua apa yang menjadi kegaduhan, ynag dirasakan masyarakat,” kata Aminurokhman saat dihubungi, Kamis (07/03/2024).

Aminurokhman menegaskan, sikap tanggung jawab dari KPU RI penting lantaran serangkaian kegaduhan dan masalah yang terjadi di Pemilu 2024 dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara Pemilu. Aminurokhman mendesak KPU RI bertanggung jawab soal kegaduhan yang ditimbulkan aplikasi Sirekap. “Karena menyangkut kredibilitas hasil pemilu. Kan gitu. Kalau kredibilitasnya dipertanyakan, bagaimana legitimasinya. Ya itu ada korelasinya semua. Sekarang KPU harus segera mempertanggungjawabkan itu,” ujarnya.

Aminurokhman berharap, KPU RI tidak hanya sekedar membantah soal serangkaian masalah dalam Pemilu 2024. Aminurokhman ingin agar serangkaian masalah termasuk dugaan penggelembungan suara PSI tak hanya dinetralisir oleh statement. “Karena data-data yang diketahui oleh publik dengan indikasi penggelembungan suara ini kan sudah terkonfirmasi secara luas. Berarti ada dugaan disengaja, oleh pihak tertentu untuk kepentingan tertentu. Jika ada parpol di Senayan yang merasa dirugikan, cara-cara yang seperti ini, menurut saya, KPU harus segera mempertanggungjawabkan,” ungkapnya. 

Saat disinggung bentuk tanggung jawab apa yang bisa dilakukan KPU RI, Aminurokhman yakin, penyelenggara Pemilu tersebut sudah mengetahui caranya. Aminurokhman tak menampik serangkaian kegaduhan tersebut telah menyampaikan kestabilan kondisi negara. “Kejadian ini sudah memicu hal-hal lain yang menyebabkan ketidakstabilan kondisi, harus dipikirkan juga oleh KPU,” ucapnya.

Politisi PDI Perjuangan Aria Bima mendesak DPR menggulirkan hak angket untuk mengusut laporan dugaan kecurangan Pemilu 2024. Aria menyebut kecurangan dalam pesta demokrasi tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu menurutnya, DPR tidak bisa tinggal diam melihat persoalan tersebut disuarakan berbagai kalangan. Hal tersebut termasuk dengan adanya dugaan pengelembungan suara dari PSI.

Untuk itu Aria mendorong kepada DPR untuk menggulirkan hak angket guna mengurai berbagai dugaan kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024 baik dari Pileg maupun Pilpres. “Kemudian mengenai hak angket, dan interpelasi, atau pengawasan, DPR tidak boleh menutup mata. Apa yang terjadi di dalam pelaksanaan pemilu, pileg, dan pilpres kali ini berbeda dengan pemilu 2019, 2014, 2009, maupun 2004,” kata Aria kepada wartawan, Selasa (05/03/2024).

 “Maka, tadi saya menyatakan bagaimana pimpinan maupun kawan-kawan tidak antipati terhadap usulan hak angket, interpelasi, atau pansus, atau pengawasan di masing-masing komisi,” sambungnya.  Wakil Ketua Komisi VI DPR ini menyebut politik uang atau money politics yang terjadi pada Pemilu 2024 sangat berbahaya. Dia lalu menyinggung laporan soal satu suara untuk paslon tertentu yang dihargai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

“Money politics yang sudah tidak normal lagi, satu suara bisa Rp1 juta, satu suara bisa Rp400.000, satu suara bisa Rp300.000, ini apa-apaan?” ujarnya.

Aria lalu mewanti-wanti bahwa kondisi demokrasi saat ini akan mengancam masa depan bangsa dan sangat mungkin membuat rakyat berpaling dari pemimpinnya. "Rakyat belum siap akan liberalisme politik yang semacam ini, dibarengi elite yang tidak paham menjaga marwah demokrasi Pancasila ini (agar tetap) berjalan dengan baik,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan Aria Bima. (Ghivary)

Melihat risiko kekacauan tersebut, Aria menuntut DPR untuk segera turun tangan mengembalikan nilai-nilai demokrasi Indonesia ke koridor yang semestinya. “Maka, menurut saya bahwa kali ini DPR harus bereaksi setelah kalangan rohaniwan, budayawan, intelektual, rektor bereaksi. Masa DPR-nya diam? Maka usulan hak angket silakan itu menjadi kajian usulan kawan-kawan DPR untuk digulirkan,” ujarnya.

"Ini problemnya bukan saya, bukan PPP, bukan PSI, ini problemnya di Sirekap yang membuat kegaduhan, tinggal dihitung saja, dalam persentase, lebih banyak siapa data-data yang anomali itu," ucapnya.

"Meski itu sekali lagi itu akibat ketidakakuratan data, ini problemnya kan Sirekap. Dihitung saja berapa banyak yang anomali menimpa PPP dan yang menimpa mereka (PSI) itu," demikian sambungnya.

Sengkarut Pemilu kali ini bukan sekedar adanya dugaan pembegalan suara demi menggelembungkan suara parpol atau caleg tertentu. Menariknya, hampir seluruh parpol mengklaim sebagai korban. hal sama terjadi juga di gelaran Pilpres. Ramai-ramai saling tuding lawan melakukan kecurangan. namun, dugaan kecurangan sebenarnya masih menanti untuk diadukan ke Mahkamah konstitusi. Sementara, pelanggaran dalam skala yang lebih kecil, sebagain sudah mulai dipreses oleh aparat yang berwenang.

Hal menarik dari Pemilu kali ini adalah, makin aktif dan masifnya penggunaan Medsa Sosial sebagai medium kontrol teradap proses Pemilu. Sehingga, jangan hean di di platform X (twitter) berseliweran copy atau foto dokumen C1. Sekaligus menjadi media kontrol terhadap hasil rekap. Masyarakat, dengan adanya medsos ini, seakan memiliki kanal tersendiri untuk melaporkan segala bentuk kecurangan.

Selain melaui MK, tentu saja jalan politik masih terbuka. Peluang untuk melakukan hak angket masih terbuka lebar. Namun, keputusan hak angket sepenuhnya merupakan hak politik yang melekat di anggota DPR. Keberpihakan anggota DPR terhadap praktik-praktik kecurangan Pemilu yang cenderung TSM, akan menjadi parameter sejauh mana demokrasi masih bisa diselamatkan. Lagi-lagi, rakyat Indonesia mesti tergantung kepada keberpihakan wakil rakyat di Senayan. 

 

Rohman Wibowo

Ghivary Apriman

 

 

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar