Rusdianto Samawa, Ketua Aktivis Nelayan, Ketua Gema Pelaut Amin, Kader Partai Ummat

Gerakan Perubahan dan Hak Angket Pemilu Curang

Kamis, 07/03/2024 19:40 WIB
Gedung DPR. Foto: dprdotgodotid

Gedung DPR. Foto: dprdotgodotid

Jakarta, law-justice.co - Hak angket adalah hak anggota DPR yang diberikan secara konstitusional. Hak angket digunakan sepanjang pemilu dipertanyakan dalam pelaksanaan. Tentu, angket merupakan teknik kumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis oleh anggota DPR untuk dijawab secara tertulis pula oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hal itu dilakukan agar mendapat informasi akurat, tentang: kecurangan, pelaksana Anggaran, Sirekap, proses gelembung suara pada calon tertentu, kekurangan suara pada partai tertentu atau hal-hal yang diketahui saat pemilu berlangsung.

Atas dasar itu, partai politik yang mengajukan hak angket tak perlu berkoalisi. Karena angket tidak ditentukan parliament threshold. Semata-mata itu adalah hak pribadi anggota DPR, hak rakyat ajukan kepada DPR, hak organisasi sosial masyarakat ajukan angket dalam sidang komisi maupun paripurna DPR.

Argumentasi Effendi Gazali dalam acara Aiman yang dikemas tema "Suara Rakyat," menganalogikan seperti "Hak Angkot" yang harus ada sopir, penumpang dan bayaran. Analogi yang diungkap Effendi Gazali ini bisa mengaburkan sistem politik dan menurunkan semangat partai politik melakukan kontrol kekuasaan.

Hak Angket tak harus memiliki pemimpinnya seperti koalisi partai politik dalam pemilu. Hal Angket murni hak pribadi anggota DPR yang melekat dalam menjalankan tugas pengawasan pada setiap lembaga negara yang memakai fasilitas anggaran.

Memang pengusulan hak angket dimulai dari komitmen partai politik melalui anggota. Namun, keputusan politik diambil secara independen oleh anggota parlemen. Karena pengajuan hak angket berdasarkan dua fraksi dan minimnya 25 anggota DPR.

Keunggulan koalisi Partai Politik pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) tidak mengalami turbulensi politik. Walaupun diisukan berbagai macam bentuk untuk memecah konsentrasi.

Hal lain, perlu antisipasi yakni hak independensi anggota parlemen yang merasa tidak terikat dengan partai politik koalisi, sehingga memudahkan anggota berpindah suara (one man vote) pada sidang paripurna penentuan Hak Angket. Maka, penting perkuat komunikasi dengan seluruh anggota parlemen untuk merumuskan kelanjutan hak angket.

Sekarang baru usulan hak angket dalam sidang paripurna kemarin (5 Maret 2024). Apabila disetujui, maka selanjutnya pembentukan panitia angket yang bekerja cepat untuk ungkap seluruh data kecurangan, kejahatan, keterlibatan presiden, hingga bagi-bagi bansos. Manakala hak angket berhasil ungkap seluruh kejahatan pemilu. Maka, dampak hukum pasti dan rekomendasi pemilu ulang tanpa pasangan Prabowo-Gibran serta memanggil dan memakzulkan Presiden.

Namun, tidak sesederhana yang diinginkan. Hak angket akan mengalami banyak tantangan dan jalan penuh terjal. Pihak-pihak yang akan menanggung keputusan angket sudah pasti bekerja mencegah berjalannya Hak Angket.

Tentu, pola bekerjanya diduga melalui beberapa hal: pertama, tawaran uang yang besar; Kedua, tawaran proyek prestisius; ketiga, stigma korupsi pada anggota parlemen; keempat, mengganggu aktivitas anggota parlemen; Hal-hal ini mungkin saja terjadi. Karena, paduka yang berkuasa sekarang, tak akan mau dipermalukan.

Kita harus tau, pondasi demokrasi bergantung penuh dan terikat pada keputusan rakyat. Abraham Lincoln ingatkan: "government of the people, by the people, for the people". Kejahatan yang bermunculan sangat merusak pilar-pilar demokrasi. Keputusan politik menyangkut kehidupan rakyat ditentukan oleh rakyat.

Sebaliknya, Indonesia dalam perkembangan demokrasinya, terutama pemilu 2024 ini, bukan lagi rakyat yang menentukannya. Rakyat hanya berkewajiban datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan memilih pemimpin (presiden, gubernur, bupati) dan DPR melalui pemilu yang bebas dan fair (jurdil). Tetapi yang menentukan menang dan unggul adalah kekuasaan yang berpihak secara totalitas dan tidak fair.

Pemilu 2024 (Pilpres dan Pileg) penuh ancaman, curang yang menggila, dan kejahatan yang sempurna. Pemilu 2024 telah melucuti daulat suara rakyat, tidak lagi bebas dan fair dalam usaha mendapat mandat rakyat secara sah. Pemerintahan kedepan, bisa tidak sah, apabila satu suara rakyat dilucuti dan dicurangi. Pemerintah yang ideal itu, lahir dari hasil pemilu yang berkeadilan, terbuka dan fair.

Apabila sekarang, tuntutan rakyat tidak berhasil melalui gerakan pressure group, hak angket, interpelasi, dan jalur sengketa Mahkamah Konstitusi. Maka jalan lain ada dua yakni tuntutan ke Mahkamah Internasional dan gerakan rakyat lakukan pemakzulan. Jalan ekstremnya pembentukan pemerintahan transisi di luar otoritas lembaga negara.

Mengapa hal ini, lambat laun akan terjadi? karena kekuasaan menolak untuk keadilan pemilu. Tuan paduka penguasa masih ingin bercokol tanpa mengindahkan batas-batas regulasi kekuasaan negara.

Selain itu, apabila terjadi kebuntuan lembaga DPR menjalankan tugas dan fungsi dalam agenda usulan Hak Angket untuk mengawasi hasil pemilu 2024 ini. Pemerintah yang tidak dibenarkan adalah mementingkan kepentingan diri sendiri, keluarga, oligarki, diktator, dan korup.

Maka Gerakan Rakyat: Revolusi Jalan Perubahan harus ditempuh. Apapun resikonya. Karena kalau dibiarkan pemilu 2024 ini, disahkan. Maka, kedepan sulit diperbaiki. Untuk memecah kebuntuan bernegara, maka Revolusi Jalan Perubahan itu sesungguhnya dilakukan. Revolusi tak selalu identik dengan kekerasan dan peperangan. Dalam sejarah revolusi dunia, People Power pernah terjadi di Jerman, Georgia, Cekoslovakia, Filipina, dan beberapa negara Timur Tengah.

Pada periode 1965-1986, pemerintahan Filipina dipimpin oleh presiden Ferdinand Marcos. Pada masa pemerintahannya, FIlipina mengalami krisis ekonomi dan politik. Krisis ekonomi dan politik di Filipina menumbuhkan gelombang perlawanan dari masyarakat dan kelompok oposisi.

Rezim Ferdinand Marcos memimpin secara diktator dan kerap melakukan tindakan represif terhadap aktivis dan oposisi. Utang Filipina yang mencapai 25 Miliar dollar AS pada tahun 1983. Pembunuhan terhadap mantan senator Benigno Aquino Jr pada 21 Agustus 1983. Adanya indikasi kecurangan pada Pemilu 1986 yang dilakukan oleh Ferdinand Marcos.

Pada 21 Agustus 1983, terjadi pembunuhan terhadap Benigno Aquino Jr yang merupakan pemimpin golongan oposisi Filipina. Benigno ditembak saat kembali dari pengasingannya di Amerika Serikat.

Dalam buku Krisis Filipina: Zaman Marcos dan Keruntuhannya (1988) karya John Bresnan, peristiwa penembakan Benigno Aquino Jr membangkitkan perlawanan golongan oposisi di seluruh pelosok negeri.

Bahkan, sebagian sekutu pemerintahan berbalik untuk melawan Ferdinand Marcos. Pada tahun 1986, Ferdinand Marcos yang disudutkan oleh krisis ekonomi dan politik dalam negeri meminta pengadaan pemilu presiden secepat mungkin.

Golongan oposisi dan masyarakat anti Ferdinand Marcos menyatukan kekuatan untuk memenangkan Corazon Aquino dalam pemilu. Pada pemilu 1986, Ferdinand Marcos melakukan intimidasi dan kecurangan terhadap suara masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan kemarahan golongan oposisi dan rakyat Filipina. Mereka menganggap bahwa Ferdinand Marcos telah melakukan pengkhianatan terhadap demokrasi dan kemanusiaan di Filipina.

Pada 22-25 Februari 1986, masyarakat Filipina melakukan aksi demonstrasi besar-besaran untuk menolak hasil pemilu. Demonstran berkumpul di Epifanio de los Santos Avenue (EDSA) yang merupakan pusat politik di Filipina.

Demonstrasi yang berlangsung secara damai ini pada akhirnya mampu gulingkan rezim Ferdinand Marcos. Cory Aquino dan para pendukung umumkan berakhirnya kediktatoran di Filipina dan gerakan People Power tanpa pertumpahan darah telah menang.

Peristiwa gerakan rakyat Filipina dalam Revolusi Damai dapat menjadi cerminan pengalaman bagi rakyat Indonesia. Jangan melihat pemilu (Pilpres dan Pileg) 2014,.2019, dan 2024 baik-baik saja. Pemilu 2024 ini paling brutal yang tidak mematuhi asas konstitusional.

Hasil pemilu 2024 ini penuh kejanggalan, kecurangan, dan kejahatan. Maka pemilu wajib diulang dengan syarat-syarat yang harus disepakati, seperti komitmen mendiskualifikasi pasangan calon yang bermasalah dan bagian dari kejahatan pemilu. Karena cara itu, untuk kembalikan eksistensi negara: konstitusi dan hukum.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar