Deretan Alasan soal Mantan Rektor Universitas Udayana Divonis Bebas

Minggu, 25/02/2024 13:01 WIB
Diduga Rugikan Negara Rp443 M, Rektor Udayana Jadi Tersangka Korupsi. (nusabali.com).

Diduga Rugikan Negara Rp443 M, Rektor Udayana Jadi Tersangka Korupsi. (nusabali.com).

Jakarta, law-justice.co - Dalam putusan sidang kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI), Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar memvonis bebas mantan Rektor Universitas Udayana (Unud), I Nyoman Gde Antara.

Sebagai informasi, putusan terhadap Antara dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agus Akhyudi bersama Hakim Anggota Putu Sudariasih, Nelson, Gede Putra Astawa, dan Soebekti di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Kamis, 22 Februari 2024.

Hakim menilai dakwaan jaksa baik primer maupun subsider pertama, kedua, dan ketiga tidak dapat dibuktikan dalam persidangan.

Dalam uraian putusannya, majelis hakim menyatakan Antara tidak terbukti melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 65 KUHP sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Apa saja alasan Antara divonis bebas oleh majelis hakim?

1. Tak terbukti langgar aturan SPI

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai bahwa perbuatan terdakwa dalam persidangan terungkap dengan jelas dan terang bahwa pungutan SPI terhadap calon mahasiswa baru seleksi Universitas Udayana merupakan salah satu tarif layanan Akademik seharusnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Namun, SPI yang dipungut terdakwa tidak ditetapkan sebagai Tarif Layanan BLU Unud sebagaimana PMK 51/PMK.05/2015 dan PMK95/PMK.05/2022, melainkan hanya didasarkan atas keputusan rektor Unud.

Bahkan, kata JPU, terdapat beberapa program studi yang tidak dikenakan SPI berdasarkan SK rektor, namun tetap dikenakan pungutan SPI dalam website atau sistem pendaftaran dipungut SPI.

2. Tak terbukti menyelewengkan dana SPI

JPU menjelaskan uang hasil pungutan SPI tersebut seharusnya digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana. Namun, dalam hal ini pungutan SPI disimpan bukan dalam bentuk deposito sebagai investasi jangka pendek.

Uang tersebut disimpan di rekening giro RPL 037 BLU Unud dicampur dengan pendapatan Unud lainnya dengan jangka waktu antara tiga sampai empat tahun pada Bank mitra, diantaranya Bank BTN Rp50 miliar, Bank BPD Bali Rp70 miliar, Bank Mandiri Rp30 miliar dan Bank BNI lebih dari Rp100 miliar.

Uang tersebut dijadikan agunan oleh terdakwa Nyoman Gde Antara, istri terdakwa dan pejabat Unud lainnya, sedangkan jaminan atau agunan untuk memperoleh fasilitas kendaraan yang digunakan.

Akibatnya, sebagian besar mahasiswa tidak mendapatkan manfaat dari pungutan SPI tersebut, karena sarana dan prasarana di Unud yang menjadi salah satu syarat standar pelayanan minimum dalam kegiatan belajar mengajar masih sangat minim, tidak memadai dan banyak yang rusak.

3. Tak terbukti langgar aturan Menteri Pendidikan

Antara bebas dari semua dakwaan, termasuk dugaan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Dalam aturan itu disebutkan daya tampung mahasiswa seleksi secara mandiri oleh PTN untuk setiap program studi selain PTN badan hukum (PTN BH) ditetapkan paling banyak 30 persen

Sebelumnya, Kejati menemukan ada fakultas yang 100 persen mahasiswanya berasal dari jalur mandiri. Universitas Udayana juga saat ini masih berstatus sebagai PTN Badan Layanan Umum (PTN BLU). Artinya, universitas itu maksimal menerima mahasiswa jalur mandiri sebanyak 30 persen.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar