Bagian Energi Terbarukan Yang Mahal CCS Malah Direstui di RI

Minggu, 18/02/2024 07:48 WIB
Bagian Energi Terbarukan Yang Mahal  Carbon Capture and Storage CCS Malah Direstui di RI

Bagian Energi Terbarukan Yang Mahal Carbon Capture and Storage CCS Malah Direstui di RI

law-justice.co - Berita baru baru ini menyebutkan Indonesia dan Singapura telah Teken Kesepakatan Kerja Sama CCS Cross Border dengan  menandatangani Letter of Intent (LOI) sebagai langkah awal.

Yang sedang trending di dunia saat ini adalah Carbon Capture and Storage (CCS), atau Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, merupakan teknologi yang dirancang untuk menangkap gas karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari berbagai sumber, seperti pembangkit listrik tenaga batubara dan gas, pabrik-pabrik, dan instalasi industri lainnya. Kemudian, CO2 tersebut disimpan di bawah tanah dalam formasi geologi yang aman dan tidak terganggu.

Carbon Capture and Storage (CCS) tidak secara langsung dianggap sebagai bagian dari energi terbarukan. Secara umum, energi terbarukan mengacu pada sumber energi yang dapat diperbaharui secara alami dan tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca secara signifikan saat digunakan. Contoh energi terbarukan meliputi energi surya, angin, hidroelektrik, biomassa, dan energi panas bumi

Diberitakan Indonesia dan Singapura telah menandatangani Letter of Intent (LOI) untuk bekerja sama dalam kegiatan Carbon Capture and Storage (CCS) Cross Border. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Wakil Sekretaris (Industri) Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura, Keith Tan, dan Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Jodi Mahardi. Kesepakatan ini didasarkan pada Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, yang memberikan akses kepada operator penyimpanan karbon untuk menyediakan kapasitas penyimpanan karbon internasional.

CCS adalah kegiatan penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan karbon dioksida, untuk mencegah emisi karbon terlepas ke atmosfer. CCS adalah metode dekarbonisasi yang sesuai untuk industri sulit dikurangi emisinya seperti sektor energi, industri kimia, dan pembangkit listrik. CCS diakui secara internasional sebagai metode dekarbonisasi yang penting untuk mencapai mitigasi perubahan iklim global. Kedua lembaga, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan International Energy Agency (IEA), mengakui peran penting CCS untuk mencapai net zero emission pada pertengahan abad ini dan mengurangi efek pemanasan global.

Dalam LOI tersebut, Indonesia dan Singapura menegaskan pentingnya CCS sebagai metode dekarbonisasi, dan potensi CCS untuk mendukung kegiatan industri yang berkelanjutan dan menciptakan peluang ekonomi baru. Sebuah kelompok kerja yang terdiri dari pejabat pemerintah Singapura dan Indonesia akan bekerja sama untuk perjanjian bilateral yang mengikat secara hukum untuk memungkinkan transportasi dan penyimpanan lintas batas karbon dioksida antara Singapura dan Indonesia.

 

Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Jodi Mahardi, menyatakan, "Kerja sama dengan Singapura ini tidak hanya meningkatkan komitmen Indonesia dalam memimpin tanggung jawab lingkungan di wilayah ini, tetapi juga memperlihatkan pendekatan proaktif kami dalam memanfaatkan teknologi inovatif untuk pertumbuhan berkelanjutan. Inisiatif ini menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam lanskap CCS Asia Tenggara dengan memperkenalkan mode kerjasama lingkungan antar negara," katanya.

Carbon Capture and Storage (CCS), atau Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, merupakan teknologi yang dirancang untuk menangkap gas karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari berbagai sumber, seperti pembangkit listrik tenaga batubara dan gas, pabrik-pabrik, dan instalasi industri lainnya. Kemudian, CO2 tersebut disimpan di bawah tanah dalam formasi geologi yang aman dan tidak terganggu.

Ada beberapa alasan mengapa CCS dianggap mahal dan sulit:

  1. Biaya Pengembangan: Pengembangan infrastruktur dan teknologi untuk CCS memerlukan investasi yang besar. Ini mencakup biaya penelitian dan pengembangan, perencanaan, konstruksi, dan operasionalisasi instalasi CCS. Selain itu, biaya peningkatan efisiensi dan penyesuaian pada proses industri yang ada juga perlu dipertimbangkan.

  2. Teknologi yang Belum Matang: Meskipun CCS telah ada dalam beberapa bentuk selama beberapa dekade, teknologi ini masih dianggap sebagai teknologi yang belum matang secara komersial. Ada tantangan teknis yang harus diatasi, termasuk efisiensi dalam menangkap CO2, keandalan penyimpanan jangka panjang, dan mitigasi risiko keamanan terkait penyimpanan di bawah tanah.

  3. Lokasi Penyimpanan yang Tepat: Proses identifikasi dan validasi lokasi penyimpanan yang aman dan efektif memerlukan penelitian dan analisis yang cermat. Terkadang, menemukan formasi geologi yang cocok untuk penyimpanan CO2 bisa sulit, tergantung pada kondisi geologis setempat.

  4. Regulasi dan Persetujuan: Pengembangan proyek CCS sering kali melibatkan berbagai persyaratan regulasi dan persetujuan, baik dari pemerintah lokal maupun otoritas lingkungan. Proses ini dapat memakan waktu dan biaya tambahan.

  5. Risiko dan Tanggung Jawab Jangka Panjang: Ada juga pertimbangan terkait tanggung jawab jangka panjang terhadap penyimpanan CO2 di bawah tanah. Meskipun teknologi penyimpanan dianggap aman, risiko kebocoran dan dampak lingkungan harus diatasi, dan ini memerlukan tanggung jawab jangka panjang dan monitoring yang memadai.

Meskipun ada tantangan ini, CCS tetap menjadi bidang penelitian dan pengembangan yang penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim, terutama untuk mengurangi emisi dari sektor-sektor yang sulit untuk diubah ke sumber energi terbarukan atau untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil. Dengan terus meningkatnya kesadaran akan pentingnya mengurangi emisi karbon, upaya untuk mengatasi kendala CCS juga terus dilakukan.

(Patia\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar