Saat Banjir Bansos Jokowi Disebut Picu Kelangkaan Beras di Toko Ritel

Selasa, 13/02/2024 08:48 WIB
Ilustrasi beras bulog yang sudah berdebu di gudang Bulog Indramayu, Jawa Barat (kompas)

Ilustrasi beras bulog yang sudah berdebu di gudang Bulog Indramayu, Jawa Barat (kompas)

Jakarta, law-justice.co - Seperti diketahui, sejak akhir pekan lalu, stok beras langka di toko ritel modern. Sedangkan, di pasar tradisional masih tersedia, namun harganya terpantau naik.

Seperti melansir cnnindonesia.com di Pasar Santa, Jakarta Selatan, Senin (12/2), berdasarkan pantauan, beras merek Idola dibanderol Rp18 ribu per kg, naik dari Rp16 ribu per kg sekitar dua pekan lalu. Kemudian beras merek Gentong Rejeki naik dari Rp14 ribu ke Rp17 ribu per kg.

Beras Pandan Wangi kemasan 5 kg juga naik dari Rp85 ribu ke Rp90 ribu, beras Ramos Cap Bunga kemasan 5 kg naik dari Rp75 ribu ke Rp85 ribu per kg.

Kemudian, beras BMW kemasan 5 kg naik dari Rp80 ribu naik ke Rp90 ribu per kg.

Sementara, di ritel modern seperti Indomaret dan Alfamidi stok beras kosong. Para pekerja mengatakan sudah kosong sejak akhir pekan lalu dan stok belum turun.

"Kosong, stok (beras) belum datang," kata pegawai yang enggan disebutkan namanya.

Menanggapi hal itu, para ekonom mensinyalir kelangkaan beras disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya, program bantuan sosial (bansos) beras 10 kilogram yang digeber Jokowi jelang Pilpres 2024 kemarin.

Direktur Center of Economic and Law (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan terjadi perebutan stok antara pengusaha ritel modern dengan pemerintah untuk stok dan juga pemenuhan program yang sudah dijanjikan.

"Ada kaitan antara beras bansos dengan beras di pasaran. Jadi terjadi perebutan dan itu memang benar," ujar Bhima.

Bhima mengatakan kecil kemungkinan kelangkaan beras dipicu pembatasan atau sengaja disembunyikan oleh pelaku usaha. Tapi memang karena stoknya digunakan untuk bansos sehingga terjadi kelangkaan.

Sebab, pemerintah sudah melakukan impor beras jor-joran hingga 3 juta ton pada 2023 dengan tujuan mengamankan stok tahun ini. Sehingga, Bhima menilai tidak masuk akal bisa habis dibeli masyarakat karena pemerintah pasti sudah mempertimbangkan kebutuhan sebelum panen raya.

"Karena tidak masuk akal pemerintah sudah impor beras besar besaran dari tahun lalu, tapi sekarang beras di pasaran dibatasi. Jadi ya ada kaitannya dengan bansos," jelasnya.

Bhima menyarankan agar dilakukan audit untuk mengetahui penyebab `hilangnya` beras secara mendadak dari ritel modern.

"Ini harus diaudit semua termasuk aliran beras impor itu titik distribusinya kemana saja, kemudian beras bansos selain impor menyerap dari mana saja dan volume nya berapa. Tapi yang jelas upaya dadakan pemerintah setop sementara bansos beras 10 kg jadi indikasi memang beras bansos biang keladi kelangkaan beras," ungkap Bhima.

Bila situasi seperti ini tetap dibiarkan, kata Bhima akan berdampak pada daya beli masyarakat. Sebab, kelangkaan beras otomatis akan membuat harga beras melonjak.

"Situasi beras ini sangat serius dan berakibat pada kenaikan inflasi hingga membuat kelas menengah tanggung yang tidak mendapat bansos harus membeli beras lebih mahal. Daya beli sepanjang tahun bisa merosot gara-gara beras," imbuh Bhima.

Senada, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P Sasmita menilai bansos beras penyebab langkanya beras di pasaran. Sehingga ia menilai kebijakan pemerintah tersebut kurang tepat.

Dia menilai pemerintah seharusnya sudah bisa memperkirakan bahwa stok beras akan langka jika dijadikan bansos. Sebab, tahun lalu saja stok sudah menipis akibat produksi yang berkurang karena terganggu El Nino.

"Nah celakanya, tak lama berselang di awal tahun sebelum kondisi pasokan aman, pemerintah meneruskan program bansos BLT Elnino berupa beras, yang mau tak mau akan semakin memperburuk kondisi pasokan beras nasional," jelas Ronny.

Di samping itu, Ronny menilai bansos berupa cash transfer yang dirapel untuk tiga bulan juga berpotensi memperburuk keadaan. Sebab akan membuat penerimanya membeli beras dalam jumlah yang melebihi kebiasaan.

"Jadi perpaduan dua jenis bansos tersebut memang sangat berpotensi memperburuk kondisi pasokan nasional yang memang sudah mengkhawatirkan sejak pertengahan tahun lalu," kata Ronny.

Menurut Ronny, jika kondisi ini terus berlangsung, maka kelangkaan beras akan berlangsung sampai sebulan ke depan. Sebab, masa panen raya baru akan berlangsung pada akhir Maret dan awal April.

Kondisi ini, tentunya akan membuat daya beli menurun dan inflasi volatile food terkerek. Sebab, harga beras sudah pasti naik karena stok yang tipis.

Hal ini lah yang mendasar Ronny menyebutkan kebijakan pemerintah memberikan bansos beras kurang tepat di tengah stok yang menipis sejak tahun lalu. Seharusnya pemerintah berupaya mengamankan stok jelang bulan ramadan.

"Semestinya di awal tahun pemerintah tidak mengambil langkah bansos dulu, tapi meningkatkan pasokan di pasaran, agar harga stabil dan pelan-pelan turun karena bansos justru membuat keseimbangan supply dan demand menjadi semakin buruk. Jadi pas saat menjelang ramadan dan lebaran harga stabil. Jadi pilihan kebijakannya sangat kurang tepat," pungkasnya.

Namun, semua dugaan itu dibantah Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi. Ia membantah kelangkaan pasokan beras yang terjadi di toko ritel belakangan ini imbas program bantuan pangan Jokowi.

"Bantuan ini tidak mempengaruhi itu," katanya di Komplek Istana Negara, Senin (12/2).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar