Djono W Oesman, Wartawan Senior

Ternyata Ahok Lakukan Balas Dendam

Minggu, 11/02/2024 15:29 WIB
Kedekatan Presiden Jokowi dan Ahok (Inilah)

Kedekatan Presiden Jokowi dan Ahok (Inilah)

Jakarta, law-justice.co - Ahok meramaikan kampanye. Ia pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Ia kritik sana-sini. Kritiknya terhadap Anies Baswedan, paling kasar, begini: “Jangan pilih penipu jadi presiden. Janji rumah DP nol untuk rakyat miskin, ternyata cicilannya Rp100 juta.”

Itu dikatakan Ahok saat bertemu warga Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu, 7 Februari 2024. Di acara bertajuk Dialog Kebangsaan bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu dihadiri ratusan orang.

Warga pendengarnya pun bersorak. Semua tahu, program rumah DP nol untuk orang miskin adalah isi kampanye Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta 2017. Anies menang, jadi Gubernur DKI Jakarta. Janji kampanye itu ternyata zonk.

Program rumah DP nol memang ada, tapi bukan untuk orang miskin. Sebab nilai angsuran sangat tinggi, pun hanya boleh dibeli oleh orang yang bergaji minimal Rp9 juta per bulan (saat itu).

Ahok di acara tersebut melebihkan, begini: “Rumah DP nol, cicilan bisa mencapai Rp100 juta per bulan..” Tapi kenyataan, program rumah DP nol macet alias tidak jalan.

Kritik itu kritik spesial. Semua tahu, di Pilkada DKI Jakarta 2017, kompetisi paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno melawan Ahok-Djarot Saiful Hidayat. Hasilnya, Anies-Sandi menang mutlak. Antara lain, karena janji sediakan rumah DP nol, itu.

Ahok di orasinya segera mereduksi kritik terhadap Anies itu. Mungkin supaya tidak kelihatan sebagai balas dendam. Ia mengatakan begini:

"Jadi… maksud saya, tolong jangan diperdaya oleh orang yang lagi jual kecap. Semua penjual kecap bilang, nomor satu kan? Hati-hati."

Ahok secara etik, mestinya belum boleh kampanye untuk pemenangan Ganjar-Mahfud. Sebab, surat permohonan pengunduran dirinya dari jabatan Komisaris Utama PT Pertamina belum diteken (disetujui) Menteri BUMN, Erick Thohir. Sedangkan, karyawan perusahaan BUMN dilarang kampanye.

Kenyataan, Ahok di situ tidak kampanye untuk Ganjar-Mahfud. Melainkan mengkritik Anies dalam bentuk negative campaign. Ya, itu kampanye juga dalam bentuk tak langsung.

Anehnya, Timnas Amin senang dengan munculnya Ahok. Malah, Co-Kapten Timnas Amin, Suyoto berharap munculnya banyak tukang kritik pemerintah seperti Ahok.

Sebab, sebelumnya Ahok mengkritik keras kinerja Presiden Jokowi. Terutama mengkritik Gibran Rakabuming Raka yang Cawapresnya Prabowo Subianto.

Suyoto, dalam konferensi pers di markas Pemenangan Timnas Amin, Jalan Diponegoro 10, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Februari 2024 mengatakan:

"Kami berharap adanya Ahok-Ahok yang lain, semakin banyak muncul orang seperti Ahok yang mengkritik pemerintah, semakin bagus."

Dilanjut: "Supaya rakyat punya data. Punya informasi tentang kebenaran-kebenaran. Kita percaya kebenaran dan kebaikan itu mempunyai kekuatannya sendiri,"

Dari pernyataan Suyoto, ia rupanya tidak tahu, tepatnya tidak baca berita, bahwa sehari sebelumnya Ahok di Kupang, NTT, mengkritik Anies secara telak. Ahok pasti mengkritik siapa saja, selain Ganjar-Mahfud. Juga PDIP. Sebab ia kader PDIP.

Begitulah karakter politisi kita ini. Kekanak-kanakan. Katakan, politisi A, akan menyambut gembira kalau ada orang (B) mengkritik seseorang atau pemerintah yang jadi musuh A. Kebetulan, Ahok mengkritik siapa saja.

Pilpres 2024 bakal dua putaran. Lembaga survei Veracity baru saja melakukan survei yang hasilnya begitu: Dua putaran. Hasil survei itu diumumkan di Jakarta, Kamis, 8 Februari 2024.

Survei dilakukan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner. Metode survei multistage random sampling. Aplikasi survei menggunakan Limesurvey. Wawancara menggunakan smartphone. Margin of error, katanya, sekitar 2,5 persen.

Total responden 1.600 orang. Di kota-kota dan pedesaan di 34 provinsi Indonesia. Hasilnya begini:

Prabowo-Gibran vs Ganjar-Mahfud, hasilnya Prabowo-Gibran 63 persen, Ganjar-Mahfud 37 persen.

Anies-Muhaimin vs Prabowo-Gibran, hasilnya Anies-Muhaimin 35 persen, Prabowo-Gibran 65 persen.

Anies-Muhaimin vs Ganjar-Mahfud, hasilnya Anies-Muhaimin 46 persen Ganjar-Mahfud 54 persen.

Kesimpulan, juara satu Prabowo-Gibran, juara dua Ganjar-Mahfud, juara tiga Anies-Muhaimin. Tapi, Prabowo-Gibran tidak bisa lebih dari 50 persen. Sehingga dua putaran. Putaran ke dua: Prabowo-Gibran melawan Ganjar-Mahfud.

Hasil itu mirip dengan banyak survei yang dilakukan lembaga survei lain. Prabowo-Gibran sampai jelang pencoblosan ini tetap unggul jauh dibanding kedua lawan.

Sepertinya tidak berubah sampai pelaksanaan Pilpres. Kecuali Prabowo-Gibran melakukan kesalahan fatal dalam beberapa hari ke depan. Atau terjadi sesuatu yang luar biasa.

Meski, berbagai cara sudah dilakukan PDIP memenangkan jagonya, Ganjar-Mahfud. Dengan aneka serangan politik ke Presiden Jokowi yang menampilkan anaknya, Gibran, mendampingi Prabowo.

Materi serangan politik juga banyak. Mulai dari ‘politik dinasti’ yang dari hari ke hari kian usang. Sampai pernyataan orang-orang kampus di kampus, yang mengkritik Jokowi. Semuanya tidak menggoyang elektabilitas Prabowo-Gibran.

Belum bisa dihitung, dampak munculnya Ahok, dengan aneka kritik itu. Ahok memang punya pengikut bernama Ahokers. Tapi paling banyak seratus-dua ratus orang. Tidak signifikan untuk jumlah suara penduduk Indonesia.

Serangan politik dari kubu nomor urut satu terhadap nomor urut dua, tidak segencar serangan dari nomor urut tiga terhadap dua. Cuma lemah saja.

Cuma mengekor kritikan nomor urut tiga terhadap nomor urut dua. Apalagi, nomor urut satu punya kelemahan, seperti disebut Ahok di atas. Kelemahan fatal.

Seumpama Pilpres dua putaran, maka suhu politik bakal lebih panas di putaran ke dua. Bakal keras. Duel sengit. Masing-masing paslon bakal memperebutkan suara yang pada putaran pertama ditujukan untuk nomor urut tiga. Berebut abis.

Seperti sudah diumumkan pemerintah, seandainya Pilpres 2024 dua putaran, maka biaya pelaksanaan yang diambilkan dari dana APBN sekitar Rp17 triliun.

Sangat sayang, dana itu hanya untuk Pilpres lagi. Mestinya bisa dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, dalam bentuk apa pun.

Betapa pun, semua terserah rakyat. Bebas. Mau pilih siapa di Pilpres? Apa yang bakal terjadi, terjadilah.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar