Soal Ramai Kritik Jokowi, Guru Besar UGM: Kami Penjaga Moral Terakhir

Rabu, 07/02/2024 09:31 WIB
Soal Ramai Kritik Jokowi, Guru Besar UGM: Kami Penjaga Moral Terakhir. (Istimewa).

Soal Ramai Kritik Jokowi, Guru Besar UGM: Kami Penjaga Moral Terakhir. (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Koentjoro menegaskan bahwa Civitas Academica di kampus Yogyakarta cuma menjalankan perannya dalam menjaga etika moral kehidupan bangsa dan negara saat mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang Pilpres 2024.

"Kami itu penjaga, kami bertugas, profesor, guru besar adalah pemikir bangsa, penjaga moral terakhir," katanya dikutip dari acara Political Show CNN Indonesia TV, Senin (5/2).

Oleh sebab itu dia merasa tersinggung atas pernyataan pihak Istana dalam merespons kritik dari puluhan universitas terhadap kondisi demokrasi Indonesia di era Jokowi.

Sebelumnya sebagai informasi, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana sebelumnya telah merespons hujan kritik tersebut. Ia mengaitkan kritikan itu dengan strategi politik partisan dalam pemenangan elektoral.

"Saya tersinggung dari pihak istana yang mengatakan bahwa ini adalah partisan dan kemudian ada kepentingan tertentu," jelasnya.

Dia menilai pernyataan Ari itu sama saja dengan bentuk intimidasi. Padahal, kata dia, `Petisi Bulaksumur` yang disampaikan itu ialah untuk mengingatkan Jokowi yang juga alumni UGM agar bergerak tetap sesuai koridor demokrasi.

Dia menekankan mereka yang tergabung di sana tidaklah memiliki kepentingan politik apa-apa.

"Kalau kita sampai kemudian diperlakukan seperti itu, apa yang akan terjadi kelak," ucap dia.

Pada saat yang sama, Jubir Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) M. Iqbal mengaku sedih dengan pernyataan dari pihak Istana tersebut.

Dia menyatakan para guru besar yang melontarkan kritik itu bukanlah orang berkapasitas rendah, melainkan sangat cerdas dalam menganalisa keadaan.

Iqbal lantas mendorong pihak Istana untuk meminta maaf buntut pernyataannya kepada para sivitas akademika tersebut.

"Itu menurut saya harus minta maaf lah, tidak boleh lah itu," kata Iqbal.

Belakangan kalangan sivitas akademika dari puluhan perguruan tinggi di Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap mengkritik kondisi demokrasi di era Jokowi yang dinilai mengalami kemunduran.

Gerakan ini bermula dari `Petisi Bulaksumur` yang disampaikan oleh para guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada akhir Januari lalu. Kritik ini pun menjalar dan meluas ke kampus-kampus se-Indonesia.

Mereka mengingatkan Jokowi untuk bertindak sesuai koridor demokrasi dalam menghadapi Pemilu 2024. Menyerukan agar pemilu bisa digelar dengan jujur dan adil.

Pihak Istana pun merespons hujan kritik itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menganggap wajar jika menjelang pemilu pasti muncul pertarungan dan penggiringan opini di tengah-tengah masyarakat.

"Kita cermati di tahun politik, jelang pemilu pasti munculkan sebuah pertarungan opini, penggiringan opini. Pertarungan opini dalam kontestasi politik adalah sesuatu yang juga wajar aja. Apalagi kaitannya dengan strategi politik partisan untuk politik elektoral," kata Ari di Kompleks Kemensetneg, Jakarta, Jumat (2/2).

Sementara itu, Wapres Ma`ruf Amin mengatakan pemerintah harus memerhatikan itu. Menurutnya, kritik itu merupakan bagian dari dinamika politik.

"Dinamika politik apa pun, pemerintah harus perhatikan, artinya meng-assurance dan mengambil langkah-langkah berikutnya seperti apa," kata Ma`ruf di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Abu Dhabi, UEA, dalam keterangan resminya, Selasa (6/2).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar