Kepala BPKP: Banyak Proyek Pemerintah Tidak Pertimbangkan Risiko
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh dalam Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah di Gedung BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023). Foto: Rohman (Law-justice).
Jakarta, law-justice.co - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa banyak proyek kementerian/lembaga (K/L) yang tidak mempertimbangkan risiko untuk masyarakat terdampak.
"Kerjaan kami di BPKP ini memang melihat risiko karena auditnya berbasis risiko. Istilah kami itu kan melihat mana titik-titik rawan yang risiko ada fraud, tapi kalau K/L itu kalau bikin program itu biasanya tidak mempertimbangkan risiko," kata Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh dalam Konferensi Pers di Kantor BPKP, Jakarta Timur, Kamis (1/2).
"Misal, dia membangun waduk di daerah. Ini kan katakanlah tujuannya untuk pengairan sampai sawah-sawah. Ini kadang gak dihitung, dia bikin waduk saja, padahal ada saluran premier dan tersier yang bukan bagian APBN. Sebagian (dana) daerah dan desa, itu seringkali tidak dihitung," tambahnya.
Oleh sebab itu kata dia, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN).
Hadir pula Komite MRPN yang diketuai Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa serta Menteri Keuangan Sri Mulyani dan wakilnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta beranggotakan Menteri BUMN Erick Thohir hingga Menpan RB Abdullah Azwar Anas.
Ateh mengatakan BPKP memang tidak masuk dalam susunan kepengurusan Komite MRPN yang pengarahnya merupakan para menteri koordinator (menko). Ia menyebut tugas pihaknya sebagai pembina.
"Itu BPKP berperan karena punya pengalaman lebih lama, kita sebagai pembina sehingga ada sertifikasi-sertifikasi K/L dan BUMN. Kita melakukan itu dan itu kita awasi penyelenggaraannya," jelas Ateh.
"Ini banyak sekali proyek seperti itu karena kementerian masing-masing hanya memikirkan bagiannya masing-masing. Kalau kementerian lain tidak buat secara seksama, biasanya manfaatnya (yang dirasakan masyarakat) akan jadi lama," tambahnya.
Dia merinci beberapa fokus Komite MRPN yang dihasilkan dalam rapat pertama pada Selasa (30/1). Ada peningkatan produksi pangan nasional, penurunan angka kemiskinan, penurunan stunting, percepatan transisi energi, pembangunan pariwisata, dan pengelolaan sampah.
BPKP Selamatkan Rp67,09 T di 2023, Salah Satunya dari PSN Jokowi
Disisi lain kata dia, pihaknya berhasil menyelamatkan Rp67,09 triliun duit negara selama 2023.
Dia mengklaim, ini adalah hasil dari pengawasan berbagai aspek, mulai dari sektor pendidikan, kesejahteraan sosial, hingga proyek strategis nasional (PSN) yang merupakan kebanggaan Presiden Jokowi.
Ateh membagi penyelamatan uang negara itu ke dalam tiga kategori. Pertama, efisiensi belanja negara atau penghematan sebesar Rp15,56 triliun.
Dia mengatakan efisiensi belanja adalah uang yang belum dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ateh mengklaim ini membuat tidak adanya pemborosan pada anggaran negara.
"Kedua, ini hasil audit investigasi sebesar Rp21,90 triliun. Kalau tadi uangnya belum keluar, yang ini sudah keluar. Jadi, kita usahakan supaya uang tersebut bisa dikembalikan ke kas negara," katanya dalam Konferensi Pers di Kantor BPKP, Jakarta Timur, Kamis (1/2).
Sedangkan kategori ketiga berasal dari optimalisasi potensi penerimaan negara maupun daerah senilai Rp29,3 triliun. Ia menyebut ini mencakup optimalisasi dari sektor pajak hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Ateh mengatakan pengawasan BPKP sangat luas, mencakup 86 kementerian/lembaga (K/L), 542 pemerintah daerah, dan 27.190 desa. Selain itu, BPKP juga mengawasi 211 PSN, 326 proyek pembangunan lain, hingga 114 BUMN termasuk anak perusahaannya.
Sedangkan di 2024 ini BPKP akan fokus pada 7 sektor strategis pembangunan. Ini dijabarkan dalam 25 tema serta 88 topik prioritas pengelolaan keuangan dan pembangunan nasional.
Komentar