Nawaitu Redaksi

Kader PDIP dalam Pusaran Pertarungan Politik Jokowi-Megawati

Sabtu, 20/01/2024 08:22 WIB
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (tengah) saat halal bihalal Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah di kediaman Megawati Soekarnoputri, jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Kamis (27/4/2023). ANTARA FOTO/Monang/mrh/nz

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (tengah) saat halal bihalal Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah di kediaman Megawati Soekarnoputri, jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Kamis (27/4/2023). ANTARA FOTO/Monang/mrh/nz

Jakarta, law-justice.co - Peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-51 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memang sudah berlangsung pada Rabu, 10 Januari 2024. Namun HUT PDI-P kali ini menyisakan tanda tanya di mata publik karena sosok Jokowi sebagai kader utama partai yang saat ini menjadi presiden Republik Indonesia tidak hadir disana.

Inilah untuk pertama kalinya Jokowi tidak hadir di acara HUT partai yang telah mengantarkanya menjadi orang nomor satu di Indonesia. Padahal dalam acara penting bagi partai berlambang banteng tersebut seluruh jajaran petinggi partai tampak hadir termasuk sang ketua umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri yang juga menyampaikan pidato politiknya hingga  lebih satu jam lamanya.

Alih-alih menghadiri acara harlah PDI-P, presiden Jokowi justru terpantau terbang ke beberapa negara ASEAN pada 9-14 Januari, tepat satu hari sebelum acara HUT PDI-P untuk melakukan lawatan ke mancanegara.

Bahkan bukan hanya sekadar tidak hadir, menurut pengakuan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto , Jokowi juga tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepada partainya.

Pada hal menurut Hasto, PDI-P merupakan partai yang kadernya dikenal memiliki loyalitas dan kesetiakawanannya yang begitu tinggi pada partainya. Bahkan, PDI-P selalu menyiapkan kader-kadernya untuk menjadikan mereka seorang pemimpin yang memiliki hati nurani didadanya.

"Ya Perjuangan ini kan partai dengan loyalitas tinggi, dengan kesetiaan tinggi," kata Hasto Kristiyanto kepada wartawan di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024 seperti dikutip media. Menurutnya jika ada seseorang yang berani menghianati PDI-P, seakan-akan dirinya telah meninggalkan tanggung jawab yang begitu besar kepada partainya.

Apakah ketidakhadiran Jokowi di HUT PDI-P itu sebagai bagian dari rangkaian peristiwa yang menandai buruknya hubungan Jokowi dengan partainya ?.Bagaimana memaknai ketidakhadiran Jokowi di HUT PDI-P, partai yang telah membesarkannya ?

Puncak Rentetan Peristiwa ?

Mengapa Jokowi tidak hadir di HUT PDI-P ? Menurut pengakuannya karena dirinya memang tidak diundang dalam acara tersebut sehingga tidak menghadirinya. Sebelumnya, Jokowi membantah kabar tentang dirinya menghindari acara puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 51 partainya.

Jokowi berdalih bahwa ia belum mendapatkan undangan perayaan HUT partainya “Saya belum mendapatkan undangan,” ujar Jokowi usai meresmikan Jalan Tol Pamulang-Cinere-Raya Bogor, Kota Depok, Senin (8/1/2024), seperti dikutip media.

Pernyataan dari Jokowi tersebut nampaknya sejalan dengan statemen Megawati, yang mengaku hanya mengundang mereka yang bersedia hadir saja. Dalam sambutan di acara HUT PDIP itu, Megawati  menyapa peserta yang hadir baik yang hadir secara daring maupun yang ada di lokasi acara termasuk Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang nampak disana.

"Supaya Pak Ma`ruf tahu, mereka ingin diundang, jadi saya undang, Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan yang jadi sahabat saya sejak lama. Sebetulnya Pak Basuki Menteri PUPR ingin juga datang, tapi dapat tugas hari ini, kemarin juga ada hajatan di Pakualaman. Terus Bapak Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bapak Teten Masduki, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Bapak Sandiaga Uno Menteri Kemenparekraf, Ibu Bintang beliau dari Jogja cepet-cepet karena pesawatnya tertunda," ucapnya.

Sementara itu menurut Politikus PDIP, Chico Hakim mengatakan PDIP memang tak mengundang Jokowi dalam acara tersebut karena menghormati agenda Jokowi sebagai presiden dan Kepala Negara.

"Kami menghormati agenda Presiden Jokowi yang memang sejak awal sebelum terjadinya acara ini dan kami masih mempersiapkan acara bahwa presiden ada kepentingan untuk pergi ke luar negeri, sehingga kami tidak mengundang beliau," kata Politikus PDIP Chico Hakim di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu seperti dikutip media.

Apapun alasannya, ketidakhadiran Jokowi di HUT PDIP untuk pertama kalinya memang memunculkan tanda tanya. Alasan alasan yang sifatnya untuk pemanis untuk menepis adanya keretakan hubungan antara Jokowi dengan partainya memang bisa saja dibuat tetapi tetapi publik tentu penasaran ingin mengetahui alasan yang sebenarnya.

Yang jelas peristiwa ketidakhadiran Jokowi di HUT PDIP ke 51 ini menjadi bagian dari banyak rangkaian peristiwa yang melatarbelakanginya. Artinya ketidakhadiran Jokowi di HUT partai bisa jadi merupakan akumulasi dari peristiwa peristiwa sebelumnya yang menegaskan adanya keretakan hubungan antara Jokowi dengan partai  khususnya ketua umumnya.

Awal mula pemicu renggangnya hubungan antara Jokowi dan Megawati sebenanrya sudah dimulai sejak Jokowi meng endorse anaknya Gibran Rakabuming Raka menjadi walikota Solo. Saat itu niat Gibran maju di Pilkada Solo sempat menjadi polemik di internal PDI Perjuangan karena DPC PDIP awalnya mengusung pasangan Achmad Purnomo-Teguh Prakosa untuk maju di Pilkada.

Pasangan tersebut mendapat dukungan bulat melalui penjaringan internal partai secara tertutup sesuai mekanisme yang ada. Ketika pasangan Purnomo-Teguh menunggu rekomendasi dari DPP, Gibran pun mengutarakan niat untuk mencalonkan dirinya. DPC menolak keinginan Gibran dengan alasan pendaftaran calon kepala daerah sudah ditutup dan tidak bisa lagi diperpanjang sesuai dengan jadawal yang ada.

Gibran kemudian mendaftar melalui Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jawa Tengah, hingga akhirnya rekomendasi DPP PDIP jatuh ke tangan Gibran sebagai Walikota dan Teguh sebagai Wakilnya.

Menurut pengakuan Politikus senior PDIP Panda Nababan, menyebut Jokowi pernah mendatangi Megawati Soekarnoputri dan meminta agar Gibran Rakabuming Raka dipilih sebagai calon Wali Kota Solo pada Pilwalkot 2020 lalu, sebuah permintaan yang tidak enak tentunya bagi Megawati untuk tidak menyetujuinya.

Bisa jadi karena permintaan seperti itu yang membuat hubungan antara Jokowi dan Megawati menjadi renggang karena beban bagi Megawati yang harus menyingkirkan kader PDIP lainnya demi anak Jokowi yang ingin menjadi Walikota.

Peristiwa lain  yang menjadi pemicu renggangnya hubungan antara Jokowi dan Megawati adalah masuknya putra bungsu Jokowi Kaesang Pangarep ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI).Hanya berselang dua hari kemudian Kaesang langsung ditunjuk menjadi ketua umumnya.

Hal tersebut tentu sangat disayangkan oleh PDI-P karena sebagai putra dari seorang presiden yang juga kader PDI-P semestinya Kaesang memilih PDI-P sebagai partai politik tempat melabuhkan karier politiknya.

Sikap Kaesang tersebut semakin disayangkan oleh PDI-P karena akhirnya PSI lebih memilih bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Prabowo - Gibran sebagai pasangan capres cawapres ketimbang bergabung dengan koalisi PDI-P yang mengusung Ganjar-Mahfud sebagai pasangan capres-cawapresnya.

Pemicu berikutnya yang juga membuat Jokowi dan PDI-P semakin renggang adalah keputusan menantu Jokowi yang juga menjabat sebagai Walikota Medan Bobby Nasution yang memilih mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran, padahal Bobby adalah kader PDI-P.Sebelumnya Bobby sendiri bisa berhasil memenangkan dan duduk sebagai Walikota Medan adalah berkat diusung oleh PDI-P pada pilwalkot Medan tahun 2020.

Rentetan peristiwa lain yang membuat  retaknya hubungan Jokowi dan PDI-P adalah masuknya putra sulung Jokowi Gibran Rakabuming Raka yang juga Walikota Solo sebagai cawapres Prabowo Subianto yang jelas-jelas berseberangan dengan PDI-P di pilpres 2024.

Gibran sendiri juga adalah kader PDI-P dan bisa menjabat sebagai Walikota Solo adalah karena diusung oleh PDI-P.Tak ayal sikap anak-anak Jokowi yang memilih hengkang dan menjadi pihak yang bersebrangan dengan PDI-P pada pemilu dan pilpres 2024 tentu membuat PDI-P khususnya Megawati Soekarnoputri naik pitam dibuatnya

PDI-P menilai bahwa sikap anak-anak Jokowi tersebut tidak beretika secara politik karena Jokowi, anaknya dan juga menantunya sejatinya adalah kader yang dibesarkan oleh PDI-P.Namun yang mengherankan adalah sikap politik Jokowi sendiri dalam merespon pilihan politik anak-anaknya.

Jokowi justru terlihat seolah-olah mendukung dan menyetujui langkah politik yang diambil oleh dua putra dan menantunya  yang jelas jelas melanggar etika.Dukungan dan persetujuan Jokowi atas sikap politik yang diambil oleh anak dan menantunya itu terlihat jelas dari sikapnya yang justru tidak mempermasalahkan serta membiarkan anak-anak nya memilih jalur politik yang berseberangan dengan PDI-P pada pemilu dan pilpres 2024.

Padahal jelas adalah suatu hal yang tidak mungkin jika keputusan politik yang diambil oleh anak-anak Jokowi tersebut tanpa seizin dan sepengetahuan Jokowi sebagai orang tua mereka. Sehingga  meskipun masih berstatus sebagai kader PDI-P, Jokowi justru terlihat lebih akrab dengan Prabowo Subianto dan tokoh-tokoh dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) ketimbang dengan tokoh-tokoh dari PDI-P sendiri yang telah membesarkannya.

Selain itu, sebagian besar relawan-relawan Jokowi juga telah memberikan dukungannya kepada pasangan capres dan cawapres Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.Berlabuhnya relawan-relawan Jokowi kepada pasangan capres-cawapres Prabowo - Gibran ini (tentunya seperti juga halnya sikap politik yang diambil oleh anak-anak Jokowi) sangat tidak mungkin jika tanpa izin dan arahan dari Jokowi sendiri sebagai induk semangnya.

Manuver manuver politik yang dimainkan oleh Jokowi tersebut sudah hampir pasti membuat Megawati sebagai Ketua Umum PDIP merasa kecewa. Bahkan bukan hanya kecewa, mungkin ada rasa dendam yang membara karena orang orang yang telah dibesarkannya kini telah mengkhianatinya.

Alhasil dari rentetan peristiwa tersebut, bisa dimaklumi bahwa ketidakhadiran Jokowi di HUT PDI-P yang ke 51, tak dapat dilepaskan kaitannya dengan peristiwa peristiwa sebelumnya. Peristiwa ketidakhadiran Jokowi tidak terjadi karena kebetulan yag bersangkutan sedang menjalankan agenda kenegaraan melawat ke manca negara. Tetapi karena ada alasan alasan lain yang sebenarnya menjadi pemicunya. Meskipun internal PDIP berusaha untuk menyangkal bahwa hubungan antara Megawati dan Jokowi sedang baik baik saja. Tetapi apakah publik bisa mempercayainya ?

Sandera Kepentingan dan Sinyal Perpisahan  ?

Meskipun Jokowi sebenarnya sudah banyak melakukan manuver politik yang tidak sejalan dengan kebijakan PDI-P, tetapi toh dia masih diakui sebagai kader partai alias tidak dipecat sebagaimana dialami oleh kader PDI-P yang lainnya.

Bagi PDI-P, tidak dipecatnya Jokowi karena yang bersangkutan saat ini sedang berkuasa sebagai Presiden yang besar sekali pengaruhnya. Kalau dipecat nanti bisa berefek negatif pada PDI-P yang saat ini masih menempatkan tujuh kadernya sebagai Menteri di kabinet pemerintahan yang sekarang berkuasa. Kalau tujuh Menteri itu di resufle tentunya menjadi kerugian tersendiri bagi PDI-P dan Megawati yang menjadi ketua umumnya.

Selain karena ingin tetap menjadi bagian dari kekuasaan, nampaknya Megawati juga masih memerlukan Jokowi karena bisa mengatrol elektabilitas PDI-P yang belakangan cenderung turun karena ada gelagat “memusuhi” Jokowi yang masih menjadi kader partainya. Megawati secara frontal juga tidak ingin memperlihatkan dirinya berseberangan dengan Jokowi sehingga terus melakukan langkah politik yang sangat hati hati agar tidak tergelicir nantinya.

Sementara itu bagi Jokowi sendiri, masih memerlukan PDI-P untuk mengamankan kekuasaannya dari kemungkinan pemakzulan yang menyebabkan dirinya bisa kehilangan kursinya. Jokowi masih memerlukan PDI-P untuk menjaga stabilitas kekuasaannya agar tetap aman sampai dengan akhir masa jabatannya.

Selain itu Jokowi juga masih ingin aman pasca tidak lagi menjabat sebagai Presiden nantinya. Untuk itulah ia harus selalu menjaga hubungan baiknya dengan PDI-P khususnya Megawati, agar nantinya siapapun yang berkuasa (asal bukan pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan), ia masih tetap terselamatkan dari kemungkinan diperkarakan secara hukum kebijakan kebijakan kontroversialnya.

Adanya saling sandera kepentingan diantara Jokowi dan partainya itu telah membuat hubungan antara keduanya tetap terjaga meskipun cenderung untuk tidak bisa bertahan lama.Menjelang pilpres 2024 kepentingan politik Jokowi dan PDI-P jelas sudah mulai berbeda alias sudah tidak sejalan lagi seperti semula.

Di pilpres 2024 Jokowi berkepentingan untuk melanggengkan trah kekuasaannya kepada anak-anaknya. Sebagian orang menyebut kepentingan politik Jokowi ini dengan istilah `politik dinasti` yang menyandarkan pada kepentingan keluarga.

Sedangkan PDI-P berkepentingan untuk mempertahankan posisi jabatan presiden RI agar tetap diduduki oleh kader terbaiknya pada pilpres 2024 nanti diluar Jokowi yang sudah dianggap mbalelo dari partainya.Karena adanya kepentingan politik yang tidak sama alias tidak sejalan inilah yang kemudian membuat Jokowi dan PDI-P tidak lagi bisa bersama.

Berdasarkan fenomena sebagaimana diuraikan diatas maka ketidakhadiran Jokowi di HUT ke 51 PDI-P sebenarnya bisa dimaknai sebagai sinyal perpisahan Jokowi dengan partainya. Bisa jadi Jokowi kini sudah merasa berada dalam posisi yang kuat dalam dunia politik sehingga ia pun berpotensi untuk berpindah ke partai lain atau membentuk partai sendiri di kemudian hari tanpa terikat dengan partai yang kini telah membesarkan namanya.

Dengan tidak hadirnya Jokowi di HUT PDIP sebenarnya ia sedang menunggu pemecatan dari partainya. Saat ini Jokowi sedang menabuh genderang perang dengan partainya.Dengan segenap kegenitan politik yang dipamerkannya, Jokowi ingin segera dipecat dari partainya. Supaya terkesan ia dizalimi atau disakiti supaya mendapatkan simpati dari mereka yang mengidolakannya.

Dengan tidak hadir di HUT PDIP, Jokowi sebenarnya tidak ingin keluar dari PDIP, tapi justru ingin dikeluarkan oleh PDIP supaya menjadi lain kesan dan efek yang ditimbulkannya. Dia tidak mau mengundurkan diri  tetapi dia mau PDIP lah yang aktif memberikan sanksi kepada dirinya dengan melakukan pemecatan kepada dirinya.

Bagi PDI-P sebenarnya sudah tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan Jokowi sebagai kadernya. Ketika Jokowi tak hadir HUT PDI-P, sebenarnya partai ini sudah harus mengeluarkan talak 3 bagi Jokowi sebagai kadernya.

Pada talak pertama, Jokowi sudah tak sejalan dengan keputusan PDI-P yang mendukung Ganjar maju Pilpres 2024. Talak kedua, Jokowi  tak hadir saat Ganjar dan Mahfud deklarasi sebagai pasangan capres dan cawapres yang di usung partainya. Talak ketiga Jokowi tak hadir di HUT PDI-P karena lebih mementingkan kunker (kunjungan kerja) ke mancanegara.

Dengan adanya talak tiga itu sebenarnya sudah sangat cukup alasan bagi  Ketua Umum PDI-P untuk mengambil sikap “mengusir” Jokowi dari partai yang dipimpinnya. Karena jauh-jauh hari  Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pernah mengatakan seperti ini:"Kalian siapa yang berbuat manuver-manuver keluar! Karena apa, tidak ada di dalam PDI-Perjuangan itu yang namanya main dua kaki, main tiga kaki, melakukan manuver," kata Megawati dengan lantangnya.

Yang menjadi pertanyaan masyarakat mengapa hingga saat ini Megawati belum berani untuk “menarik” kader partainya dari kabinet jika memang sudah muak melihat perilaku Jokowi. Kan Mega sendiri yang bilang jangan main dua kaki. Kalau kadernya masih ada di kabinet, sementara PDIP sudah jelas menghapus Jokowi sebagai kader PDIP, lalu Mega menunggu apa lagi?.

Yang jelas mantan kader PDIP, Maruarar Sirait selangkah lebih di depan. Sebelum Mega memecatnya jika ketahuan bermain dua kaki, ia pamit dulu secara baik-baik ke Sekjen PDIP dan mengembalikan kartu anggota PDIP. Ara tegas mengatakan dirinya adalah pengikut setia Jokowi.

Besoknya Ara-panggilan akrab Maruarar- langsung mendampingi Prabowo bertemu dengan pimpinan gereja protestan (PGI). Dalam acara itu secara tegas, Ara menyatakan bahwa ia mendukung capres Prabowo Subianto karena menjadi capres yang didukung Jokowi. 

Namun ada juga netizen yang mengkritisi Ara di medsosnya, bahwa Ara mendukung Jokowi karena mendapat konsesi bisnis di IKN dan bermitra bisnis dengan para oligarki yang menjadi sekutu Jokowi. Apapun alasannya, menjelang pemilu yang tinggal menghitung hari, tampaknya akrobat politik masih terus akan berlangsung. Setelah Ara, kita lihat apa lagi aksi politik berikutnya? Seperti benarkah akan ada 15 Menteri Kabinet Jokowi yang akan mundur? Mari kita telisik bersama..

 

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar