Nunggak Utang Minyak Goreng

Pengusaha Segera Gugat Pemerintah Rp 344 Miliar

Kamis, 18/01/2024 21:50 WIB
Ilustrasi minyak goreng

Ilustrasi minyak goreng

Jakarta, law-justice.co - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) akan menggugat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu akan dilakukan lantaran pemerintah belum melunasi utang program satu harga minyak goreng (rafaksi) yang diselenggarakan pada 2022.

"Aprindo memastikan, akan menjalankan, akan meneruskan gugatan memasukkan masalah rafaksi ke ranah hukum. Sudah pasti, tidak akan mundur, tidak akan menyerah, tidak akan takut, tidak akan khawatir sama siapapun," jelas Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 18 Januari 2024

Menurutnya, utang yang diklaim sebesar Rp 344 miliar itu wajib dipenuhi oleh pemerintah sebagai pemberi kebijakan. Karena sebagai informasi, program itu diluncurkan 19 Januari 2022 sebagai penugasan kepada Aprindo untuk menjual minyak goreng murah saat harga komoditas itu mahal dan selisihnya akan diganti pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Karena ini berbicara mengenai kewajiban yang harus kita penuhi seusai dengan perintah Permendag, kewajiban sudah kita penuhi tetapi hak belum kita dapatkan," tegas Roy.

Roy mengatakan saat ini tengah melakukan proses pemenuhan dokumen yang juga melibatkan produsen sebagai pelaku yang terlibat dalam penugasan program rafaksi tersebut. Untuk itu, dia belum memastikan kapan gugatan itu akan resmi dilayangkan ke PTUN.

"Karena kita perlu memastikan legal standing kita terpenuhi. Legal standing itu artinya perjanjian dengan pemerintah itu tidak langsung ke ritel tapi ke produsen, jadi perlu bersama-sama dengan produsen distributor yang terdampak rafaksi belum dibayar, bersama-sama gugat pemerintah," ungkapnya.

Roy mengatakan, pihaknya memang memerlukan peran produsen dalam proses menggugat pemerintah. Karena, alurnya pemerintah harus menggantikan selisih harga minyak goreng pada program rafaksi kepada produsen terlebih dahulu, kemudian produsen akan meneruskan kepada peritel.

"Jadi dalam upaya kita untuk maju ke PTUN maju ke gugatan hukum proses nya berjalan terus, sampai kita menemukan kelengkapan pihak, yaitu adanya distributor dan produsen yang memiliki perjanjia dengan pemerintah, sehingga BPDPKS yang berjanji untuk membayarkan kepada produsen, dan setelah dibayarkan ke produsen baru membayarkan ke ritel. Sehingga sekarang tidak kurang pihak, tapi cukup pihak untuk maju," ungkapnya dilansir dari Detik.

Sebagai informasi, utang pemerintah terkait program satu harga minyak goreng (rafaksi) minyak goreng sudah dua tahun belum dibayarkan kepada pengusaha.

Seperti diketahui, program itu diluncurkan pada 19 Januari 2022 lalu sebagai penugasan kepada produsen minyak goreng dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk menjual minyak goreng murah saat harga komoditas itu mahal.

Kala itu semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter, sementara itu harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp 17.000-20.000 per liter. Nah selisih harga atau rafaksi itu dalam Permendag 3 disebut akan dibayarkan pemerintah.

Masalah muncul ketika Permendag 3 digantikan dengan Permendag 6 tahun 2022. Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal rafaksi yang ditanggung pemerintah. Padahal, seharusnya utang pemerintah kepada pengusaha tetap harus dibayarkan.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar