Gugatan Anak Jenderal Ahmad Yani soal Pembentukan Tim PPHAM Ditolak MA

Senin, 08/01/2024 12:25 WIB
Mahkamah Agung (sindonews)

Mahkamah Agung (sindonews)

Jakarta, law-justice.co - Mahkamah Agung (MA) secara resmi menolak gugatan anak Jenderal Ahmad Yani, Amelia Yani dkk, yang meminta agar Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) dibubarkan.

Awalnya perkara bermula saat Presiden Jokowi membentuk Tim PPHAM.

Tim ini dibentuk berdasarkan:

1. Inpres Nomor 2/2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat.
2. Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu.
3. Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM yang Berat.
Atas lahirnya Tim PPHAM, sejumlah pihak terima seperti anak Pahlawan Revolusi Ahmad Yani yaitu Amelia Yani, Untung Yani dan Irawan Yani. Ikut bergabung juga Mayjen (Purn) Kivlan Zein, Letjen (Purn) Suharto, Hatta Taliwang dan Taufik Bahaudin.

"Objek sengketa bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966," demikian salah satu alasan pemohon.

Namun, gugatan itu menemui jalan buntu. MA menyatakan gugatan itu tidak diterima.

"Menyatakan permohonan keberatan hak uji materi para pemohon tidak dapat diterima," demikian bunyi putusan MA sebagaimana dikutip dari website MA, Senin (8/1/2024).

Duduk sebagai ketua majelis Irfan Fachruddin dengan anggota Is Sudaryono dan Yosran. Putusan itu diketok pada 21 Desember 2023 dengan panitera pengganti Maftuh Effendi. Berikut alasan MA tidak menerima dukungan itu:

-Objek permohonan 1, yakni Instruksi Presiden, merupakan peraturan kebijakan (beleidsregel, policy rules), tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan, karena Instruksi Presiden bukan merupakan peraturan yang bersifat mengatur, melainkan termasuk ke dalam ranah peraturan kebijakan. Di mana fungsi dari peraturan kebijakan adalah untuk membimbing, menuntut, memberi arahan kebijakan dan mengatur suatu pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Sehingga dalam hal ini, tidak ada sanksi yang dapat diberikan bagi pihak yang melanggar instruksi tersebut dan pembatalannya bukan wewenang Mahkamah Agung.

- Objek permohonan 2, yakni Keputusan Presiden merupakan keputusan (beschikking) yang pembatalannya merupakan wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara, dan bukan menjadi wewenang Mahkamah Agung, Namun demikian, secara faktual, objek permohonan 2 sudah mati atau non-eksis karena masa berlakukan telah selesai pada 31Desember2022.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar