Keluarga Korban Tak Ingin Tragedi Kanjuruhan Dijual Jadi Isu 5 Tahunan

Sabtu, 16/12/2023 12:44 WIB
Suporter Arema FC, Aremania masuk kedalam area dalam stadion yang menyebabkan kerusuhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Puluhan orang meninggal dalam tragedi ini. Arema FC kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Foto: Tunggadewi

Suporter Arema FC, Aremania masuk kedalam area dalam stadion yang menyebabkan kerusuhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Puluhan orang meninggal dalam tragedi ini. Arema FC kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Foto: Tunggadewi

Jakarta, law-justice.co - Salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan Devi Athok Yulfitri mengapresiasi calon presiden (capres) yang berani membahas peristiwa maut pada 1 Oktober 2022 itu dalam debat Pilpres 2024.

Devi yang merupakan ayah dari dua korban tewas Tragedi Kanjuruhan tak ingin pernyataan capres itu tak hanya jadi sekadar janji semata.

"Saya mengapresiasi. Asalkan ada tandatangan hitam di atas putih. Biar enggak dijual jadi isu lima tahunan, bukan jadi janji-janji saja," ujar Devi saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Jumat 15 Desember 2023.

Menurut Devi, harus ada perjanjian atau kontrak tertulis yang dibuat capres-cawapres, yang isinya tentang komitmen menuntaskan Tragedi Kanjuruhan bila terpilih.

Hal itu juga agar penegakan hukum Tragedi Kanjuruhan dan peristiwa pelanggaran HAM lainnya benar-benar dilaksanakan, tak sekadar jadi janji-janji.

"Harus ada kontrak politiknya. Biar penegakan hukum ini tidak main-main, dan para capres-capres tidak menganggap remeh nyawa Rakyat Indonesia," bebernya.

Devi menyambut baik pernyataan capres nomor urut 1 Anies Baswedan yang menyebut akan melakukan investigasi ulang Tragedi Kanjuruhan.

"Karena Pak Anies menyebutkan empat langkah untuk penanganan itu. Dia akan melakukan investugasi ulang Tragedi Kanjuruhan, pemulihan hak dan psikologis korban, dan menjamin tidak ada lagi kekerasan yang melibatkan aparat negara," ucapnya.

Ia juga mengapresiasi keberanian mantan Gubernur DKI Jakarta itu karena sudah membahas Tragedi kanjuruhan dan Kilometer (KM) 50 di panggung debat capres.

"Saya sependapat dengan Pak Anies, di depan dua capres lainnya, dia berani mengungkap itu, itu sudah di panggung nasional, artinya dia punya keinginan menyelesaikan," ujarnya.

Sebaliknya, Devi mengaku meragukan komitmen capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, karena cawapresnya yakni Mahfud MD pernah menyatakan Tragedi Kanjuruhan bukanlah pelanggaran HAM berat.

"Di dalam kubu Pak Ganjar juga ada Mahfud yang tidak menyatakan Tragedi Kanjuruhan sebagai kejahatan HAM berat," katanya.

Meski demikian, kata Devi, ini bukan berarti dia mendukung capres-cawapres tertentu dalam Pilpres 2024. Ia akan menunggu paslon mana yang berani membuat komitmen tertulis soal penuntasan Tragedi Kanjuruhan.

Sebelumnya Anies dan Ganjar, membahas soal peristiwa KM 50 dan Tragedi Kanjuruhan di debat Pilpres 2024, di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa 12 Desember 2023.

"Ada dua peristiwa yang menarik perhatian dan perlu kita bahas di sini. Peristwa Kanjuruhan dan peristiwa KM50. Di situ proses hukum sudah dijalankan. Tetapi, rasa keadilan masih belum muncul," kata Anies.

Menurut Anies, dua peristiwa itu masih menyisakan banyak pertanyaan. Keluarga-keluarga korban hingga kini terus mempertanyakan kejelasan.

Merespons hal tersebut, Ganjar menyebut peristiwa KM50 dan Tragedi Kanjuruhan harus dituntaskan dan tak boleh dibiarkan berlarut-larut.

Ganjar kemudian berencana membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Sebagai catatan UU KKR sudah dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) bertentangan dengan UUD 1945.

"Mari kita ciptakan kembali UU KKR. Mari kita hadirkan UU KKR agar seluruh persoalan-persoalan pelanggaran HAM ini bisa kita bereskan dengan cara-cara itu sehingga bangsa ini maju dan tidak lagi berpikir mundur karena persoalan-persoalan yang tidak pernah dituntaskan. Kita harus tuntaskan," kata Ganjar.

Namun jawaban Ganjar tersebut dianggap kurang komprehensif oleh Anies. Karena masalahnya lebih kompleks dari itu.

Anies melihat persoalan ini perlu diselesaikan minimal lewat empat hal yakni pertama, memastikan proses hukum menghasilkan keadilan; kedua, ungkap seluruh fakta; ketiga korban harus mendapat kompensasi; keempat, negara harus menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi.

"Berarti yang pertama mungkin kita harus melakukan investigasi ulang, melakukan review," kata Anies.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar