Potensi Denda Freeport Telat Bangun Smelter, BPK: Tembus Rp7,7 Triliun

Rabu, 06/12/2023 09:51 WIB
PT Freeport Indonesia (liputan6)

PT Freeport Indonesia (liputan6)

Jakarta, law-justice.co - Baru-baru ini, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menghitung potensi denda administratif keterlambatan pembangunan smelter dari PT Freeport Indonesia (PTFI) mencapai US$501,94 juta atau setara dengan Rp7,77 triliun (asumsi kurs Rp15.490 per dolar AS).

Sebagai informasi, hitung-hitungan itu berasal dari data realisasi penjualan ekspor Freeport selama periode keterlambatan sebelum masa perpanjangan izin ekspor berlaku tengah tahun ini.

“Hal ini mengakibatkan negara berpotensi tidak segera memperoleh penerimaan denda administatif dari PTFI sebesar US$501,94 juta,” tulis BPK lewat ringkasan laporan pemeriksaan semester I/2023, dikutip Selasa (5/12/2023).

Denda itu berdasar pada perhitungan realisasi kemajuan fisik fasilitas pemurnian Freeport yang tidak sesuai dengan ketentuan.

BPK menemukan laporan hasil verifikasi kemajuan fisik 6 bulanan sebelum adanya perubahan rencana pembangunan tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik.

Hasil perhitungan persentase kemajuan fisik dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal menunjukkan kemajuan yang dicapai Freeport tidak mencapai 90%.

“Sehingga memenuhi kriteria untuk dikenakan denda administratif keterlambatan pembangunana fasilitas pemurian dan mineral logam,” kata dia.

BPK menyarankan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif untuk menetapkan kebijakan mengenai kejelasan formula perhitungan denda keterlambatan pembangunan smelter tersebut. Selanjutnya, bunyi rekomendasi badan audit itu, untuk menyampaikan penetapan denda kepada PTFI dan menyetorkan ke kas negara.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM tengah memfinalisasi besaran denda administratif atau penalti keterlambatan pembangunan smelter dari lima perusahaan mineral logam yang mendapat relaksasi ekspor konsentrat hingga 31 Mei 2024.

Saat itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, kementeriannya masih menghitung besaran denda yang mesti dibayar lima pemegang izin usaha pertambangan/izin usaha pertambangan khusus (IUP/IUPK) yang telah menyelesaikan 50% pembangunan smelter mereka masing-masing.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar